Aneka Ragam Makalah

Makna Wakaf Deposito dan Pengelolaannya



Jika bermanfaat, Mohon di Share ya !. kalau sempat sumbang tulisannya ya !
A. Pendahuluan

Bila berbicara masalah wakaf dalam perspektif sejarah Islam (al-târih al-islâmi), tidak dapat dipisahkan dari pembicaraan tentang perkembangan hukum Islam dan esensi misi hukum Islam. Untuk mengetahui perkembangan sejarah perkembangan hukum Islam perlu melakukan penelitian dengan cara menelaah teks (wahyu) dan kondisi sosial budaya masyarakat di mana hukum Islam itu berasal. Sebab hukum Islam merupakan perpaduan antara wahyu Allah Swt. dengan kondisi masyarakat yang ada pada saat wahyu itu diturunkan. Misi hukum Islam sebagai aturan untuk mengejawantahkan nilai-nilai keimanan dan aqidah mengemban misi utama yaitu mendistribusikan keadilan bagi seluruh lapisan masyarakat, baik keadilan hukum, keadilan social maupun keadilan ekonomi.[1]

Rasa keadilan adalah suatu nilai yang abstrak, tetapi ia menuntut suatu tindakan dan perbuatan yang konkrit dan positif. Pelaksanaan ibadah wakaf adalah sebuah contoh yang konkrit atas rasa keadilan social, sebab wakaf merupakan pemberian sejumlah harta benda yang sangat dicintai diberikan secara cuma-cuma untuk kebajikan umum. Si wakif dituntut dengan keikhlasan yang tinggi agar harta yang diberikan sebagai harta wakaf bias memberikan manfaat kepada masyarakat banyak, karena keluasan ekonomi yang dimilikinya merupakan karunia Allah yang sangat tinggi.[2]

Di tengah permasalahan sosial masyarakat Indonesia dan tuntutan akan kesejahteraan ekonomi dewasa ini, eksistensi lembaga wakaf menjadi sangat urgen dan strategis. Di samping sebagai salah satu aspek ajaran Islam yang berdimensi spiritual, wakaf juga merupakan ajaran yang menekankan pentingnya kesejahteraan ekonomi (dimensi sosial). Oleh karena itu sangat penting dilakukan pendefinisian ulang terhadap wakaf agar memiliki makna yang lebih relevan dengan kondisi riil persoalan kesejahteraan.

Perbincangan tentang wakaf sering kali diarahkan kepada wakaf benda tidak bergerak seperti tanah, bangunan, pohon untuk diambil buahnya, sumur untuk diambil airnya. Dan dari segi pengamalan wakaf, dewasa ini tercipta suatu image atau persepsi tertentu mengenai wakaf, yaitu pertama, wakaf itu umumnya berujud benda bergerak khususnya tanah yang di atasnya didirikan masjid atau madrasah dan penggunaannya didasarkan pada wasiat pemberi wakaf (wâkif) dengan ketentuan bahwa untuk menjaga kekekalannya tanah wakaf itu tidak boleh diperjualbelikan dengan konsekuensi bank-bank tidak menerima tanah wakaf sebagai angunan. Sedangkan wakaf benda yang bergerak baru mengemuka belakangan ini. Di antara wakaf benda bergerak yang ramai diperbincangkan belakangan ini adalah wakaf yang dikenal dengan istilah wakaf tunai (cash waqf) yang dalam tulisan ini dibatasi pada wakaf deposito.

B. Pengertian Wakaf Deposito

Menurut pengertian bahasa, kata wakaf diambil dari bahasa Arab, kata benda abstrak (masdar) وقف atau kata kerja (fi`il) وقث- يقف yang dapat berfungsi sebagai kata kerja intransitive (fi`il lâzim) atau transitif (fi`il muta`âdi) yang berarti menahan, mewakafkan, harta yang diwakafkan, harta wakaf.[3] Dan kata wakaf ini dalam bahasa Arab memiliki makna yang sama dengan beberapa kata di antaranya:
حيس - احبس – صدقة – تحريم – سبيل – يسبل - سبل[4]

Sedangkan menurut istilah ada beberapa definisi wakaf, di antaranya:
EJ. Bill Leiden dalam The Shorter Encyclopaedia of Islam sebagaimana dikutip oleh Muhamad Daud Ali menyatakan bahwa wakaf adalah to protect a thing, to provent it from becoming the property of a third person (memelihara suatu barang atau benda dengan jalan menahannya agar tidak menjadi milik pihak ketiga).[5]

Dalam kompilasi Hukum Islam pada pasal 215 ayat (1) dijelaskan bahwa wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadah atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam.[6] Senada dengan ungakapan yang terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam, Undang-undang Nomor 41 tahun 2004 memaparkan bahwa:

"Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/ atau menyerahkan sebahagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/ atau kesejahteraan umum menurut syari`ah".[7]

Mayoritas ahli fiqih (pendukung mazhab Hanafi, Syafi`i, dan Hambali) merumuskan pengertian wakaf menurut syara sebagai berikut:
حبس مال يمكن الانتفاع به مع بقاء عينه بقظع التصرف في رقبته على مصرف مباح موجود
"Penahanan (pencegahan) harta yang mungkin dimanfaatkan tanpa lenyap bendanya dengan cara tidak melakukan tindakan pada bendanya disalurkan kepada yang mubah (tidak terlarang) dan ada" [8]

Majelis Ulama Indonesia (MUI) memperkenalkan definisi baru tentang wakaf, yaitu:
Menahan harta (baik berupa asset tetap maupun asset lancer-pen.) yang dapat dimanfaatkan tanpa lenyap bendanya atau pokoknya, dengan cara tidak melakukan tindakan hukum terhadap benda tersebut (menjual, memberikan, atau mewariskannya), untuk disalurkan (hasilnya) pada sesuatu yang mubah (tidak haram) yang ada.[9]

Dari definisi-definisi di atas dapat dikemukakan karakteristik wakaf, yaitu: adanya penahanan (pencegahan) dari menjadi milik dan obyek pemilikan, yang diwakafkan berupa harta, dapat dimanfaatkan (mengandung manfaat), tidak boleh dijual, dihibahkan, dan diwariskan, dan disalurkan kepada hal-hal yang tidak dilarang oleh ajaran Islam.

Deposito secara bahasa berasal dari bahasa Inggris deposit yang artinya setoran, simpanan, uang pangkal.[10] Sedangkan menurut istilah perbankan deposito adalah simpanan dari pihak ketiga kepada bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu menurut perjanjian antara pihak ketiga dengan bank yang bersangkutan.[11]

Dari pernyataan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa wakaf deposito dapat dikategorikan wakaf tunai karena merupakan wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk deposito yang termasuk ke dalam pengertian uang. Dan secara sempit dapat dikatakan bahwa wakaf deposito dalam tulisan ini berarti wakaf uang yang disimpan di bank dalam jangka waktu tertentu yang keuntungannya dipergunakan untuk keperluan tertentu yang ditetapkan oleh wakif dalam rangka mensejahterakan umat.

C. Wakaf Deposito dan Manajemen Pengelolaannya

Wakaf deposito ini merupakan bagian dari wakaf tunai (cash waqf) yang berarti wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai. Dan termasuk ke dalam pengertian uang adalah surat-surat berharga.[12] Wakaf bentuk ini merupakan hasil interpretasi radikal yang berbentuk benda bergerak sebagai asset lancar. Wakaf tunai ini muncul secara mengejutkan karena berlawanan dengan persepsi umat Islam yang menganggap bahwa wakaf merupakan sumbangan berupa asset tetap (property of permanent) oleh seorang muslim dengan tujuan murni ketaqwaan.[13]

Wakaf deposito ini merupakan kelompok wakaf tunai yang sangat prospektif. Oleh karena itu, agar wakaf deposito ini dapat memberikan manfaat yang riil terhadap masyarakat luas, maka lembaga pengelola wakaf jenis ini harus menggunakan manajemen yang propesional. Manajemen wakaf deposito ini akan melibatkan tiga pihak, yaitu, 1. Pemberi wakaf (wâkif), 2. Pengelola wakaf (nazir), 3. Beneficiary (muqûf `alaih)/ masyarakat yang diberi wakaf atau peruntukan wakaf. Wâkif akan memberikan hartanya (uang) sebagai wakaf kepada lembaga pengelola wakaf dan keuntungannya didistribusikan kepada masyarakat luas yang membutuhkan. Oleh karena itu lembaga pengelola wakaf ini paling tidak harus memenuhi criteria sebagai berikut:
  • Memiliki akses yang baik kepada calon wâkif
  • Memiliki kemampuan untuk menginvestasikan dana wakaf
  • Mampu mendistribusikan hasil/keuntungan dari investasi dana wakaf.
  • Memiliki kemampuan untuk mencatat segala hal yang berkaitan dengan beneficiary, misalnya rekening dan peruntukannya.
  • Lembaga ini hendaknya dipercaya oleh masyarakat dan kinerjanya dikontrol sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku terhadap lembaga-lembaga pengelola dana publik[14]

Lembaga-lembaga yang dapat dipercaya dan dapat memenuhi kriteria untuk mengelola wakaf deposito ini adalah lembaga-lembaga keuangan syarî`ah yang paling tidak memiliki empat tujuan dalam rangka pengelolaan dana wakaf tunai itu, di antaranya:
  • Menyediakan jasa layanan perbankan dengan menerbitkan sertifikat wakaf tunai dan memanfaatkan manajemen yang baik dalam pengelolaan dana wakaf tunai tersebut.
  • Membantu melakukan mobilisasi tabungan social dan melakukan transformasi dari tabungan social ke modal.
  • Memberikan benefit kepada masyarakat, terutama kepada masyarakat miskin melalui optimalisasi sumber daya masyarakat yang kaya.
  • Membantu mengembangkan pasar modal sosial (social capital market), yaitu tempat terjadinya transaksi bagi kegiatan amal dimana seseorang pada tempat tersebut bias menentukan arah penggunaan dari amal yang diserahkannya.[15]

Pada tataran Operasional, wakaf deposito ini dapat dijabarkan ke dalam beberapa hal sebagai berikut:
  • Wakaf deposito harus diterima sebagai sumbangan yang sesuai dengan tuntunan syarî`ah. Sedang bank yang bertindak sebagai nazîr harus mengelola wakaf tersebut atas nama wâkif.
  • Wâkif memiliki kebebasan memilih, untuk tujuan apa dana hibah yang ia berikan
  • Wakaf deposito dilakukan dengan batas waktu yang ditetapkan oleh wâkif.[16]

Untuk manajemen pengelolaan wakaf deposito ini, Ahmad Djunaedi dalam bukunya Pedoman Pengelolaan Wakaf Tunai memaparkan beberapa hal yang perlu diperhatikan, di antaranya:

1. Sistim Mobilisasi Dana Wakaf

Wakaf deposito sebagai bagian wakaf tunai merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan peran wakaf dalam bidang ekonomi. Karana wakaf jenis ini memiliki kekuatan yang bersifat umum dimana setiap orang dapat menyumbangkan hartanya tanpa batas-batas tertentu, yang wujud dan penggunaannya pun sangaf fleksibel yang dapat menjangkau seluruh potensi untuk dikenbangkan.

Dana wakaf ini dapat diperoleh dari muslim kelas menengah yang jumlahnya sangat banyak di Indonesia ini. Hal ini merupakan potensi yang sangat luar biasa apalagi jika dana tersebut diserahkan kepada pengelola yang professional dan oleh pengelola tersebut diinvestasikan pada sector yang produktif. Dijamin dananya tidak akan berkurang, tapi bertambah bahkan bergulir.[17]

Oleh karena itu model wakaf seperti ini sangat tepat untuk memberikan jawaban yang menjanjikan dalam rangka mewujudkan kesejahteraan sosial dan membantu mengatasi krisis ekonomi yang berkepanjangan di Negara Indonesia ini. Ia sangat potensial untuk menggalang sumber pendanaan abadi yang dapat melepaskan bangsa ini dari jerat hutang dan ketergantungan pada bantuan luar negeri.

Dalam hal ini, Indonesia harus belajar dari Bangladesh, tempat kelahiran instrument eksperimental melalui Social Investment Bank Limited (SIBL) yang menggalang dana dari orang-orang kaya untuk dikelola dan disalurkan kepada rakyat dalam bidang pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan social lainnya melalui mekanisme produk funding baru berupa Sertifikat Wakaf Tunai (Cash Certificate Waqf) yang akan dimiliki oleh pemberi dana tersebut. Dengan tidak menggantungkan diri pada anggaran pemerintah dan pinjaman asing, maka diharapkan penerapat instrument Sertifikat Wakaf Tunai ini mampu menjadi alternative sumber pendanaan sosial.[18]

2. Manajemen Investasi Dana

Abad ke-8 dan ke-9 Hijriyah dipandang sebagai jaman keemasan perkembangan wakaf. Pada saat itu wakaf meliputi berbagai macam benda, yaitu masjid, mushalla, sekolah tanah pertanian, rumah, took, kebun, pabrik roti, bangunan kantor, gedung pertemuan dan perniagaan, bazaar, pasar, tempat pemandian, tempat pemangkas rambut, gedung beras, pabrik sabun, pabrik penetasan telur, dan lain-lain. Dari data di atas jelaslah bahwa masjid, mushalla, dan sekolah hanya segaian dari benda yang diwakafkan. Bahkan pada periode selanjutnya, wakaf dapat memfasilitasi sarjana dan mahasiswa untuk melakukan berbagai kegiatan riset dan menyelesaikan studi. Di Mesir, Yordania, Saudi Arabia, dan Turki wakaf selain berupa sarana dan prasarana ibadah dan pendidikan juga berupa tanah pertanian, perkebunan, flat, uang, saham, real estate, dan lain sebagainya yang dikelola secara produktif.[19]

Namun sayang, cerita kegemilangan pengelolaan harta wakaf di Negara-negara muslim ternyata belum terjadi di Indonesia. Padahal kalau dilihat jumlahnya, harta wakaf di seluruh tanah air terbilang cukup besar. Sebagian besar wakaf itu berupa atau digunakan untuk rumah ibadah, lembaga pendidikan Islam, pekuburan, dan lain-lain yang rata-rata tidak produktif.

Dengan adanya gagasan tentang wakaf deposito atau lebih umum wakaf tunai di Indonesia, yang didorong oleh Undang-undang tentang Wakaf No. 41 tahun 2004 yang di dalamnya diatur tentang wakaf benda bergerak, lalu dikuatkan dengan Keputusan Fatwa Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia tentang wakaf uang pada tanggal 11 Mei 2002, diharapkan pemberdayaan wakaf dengan manajemen yang baik dan modern ini akan lebih terasa manfaatnya dalam rangka menjalin kekuatan ekonomi umat demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat banyak. Tentu saja pemberdayaan ini membutuhkan kerja sama dari berbagai pihak, khususnya dunia perbankan atau lembaga lain yang tertarik dengan pengembangan wakaf. Kerja sama kemitraan ini memerlukan dukungan dan komitmen dari semua pihak seperti pemerintah, ulama, kaum propesional, cendikiawan, pengusaha, perbankan dan sebagainya.

3. Perluasan Pemanfaatan Dana

Secara kuantitas benda wakaf di Indonesia sangat banyak. Ia selama ini dikelola oleh para nazir wakaf baik perorangan yang terdiri dari seorang ketua, seorang sekretaris, dan beberapa anggota maupun nâzir badan hukum, yaitu yayasan Islam seperti Muhammadiyyah, Nahdatul `Ulama, dan lain-lain. Namun lembaga wakaf ini belum terasa manfaatnya secara optimal bagi kesejahteraan masyarakat.

Agar wakaf di Indonesia dapat memberikan kesejahteraan social bagi masyarakat, maka diperlukan pengelolaan wakaf secara optimal oleh para nâzir. Untuk mendorong atau mengoptimalkan wakaf oleh para nâzir, perlu ada suatu badan wakaf yang berskala nasionalyang berfungsi antara lain memberikan pertimbangan pengelolaan wakaf. Di samping itu juga badan wakaf tersebut berfungsi sebagai nazir untuk pengelola wakaf produktif atau wakaf tunai.[20]

Pengelolaan dana wakaf sebagai instrument investasi bisa menjadi alternatif kebuntuan pengelolaan harta wakaf. Artinya pemanfaatan yang selama ini terkesan jalan di tempat bisa diterobos. Pengelolaan model ini cukup menarik karena benefit atas investasi tersebut akan dapat dinikmati oleh masyarakat di mana saja. Hal ini dimingkinkan karena benefit atas investasi tersebut berupa cash yang dapat ditransfer ke beneficiary manapun di seluruh dunia. Sementara investasi atas dana wakaf tersebut dapat dilakukan di mana pun tanpa batas negara, mengingat sifat wakaf tunai yang dapat diinvestasikan di negara manapun.[21]

Hal ini diharapkan mampu menjembatani kesenjangan antara si kaya dan si miskin, karena diharapkan terjadi transfer kekayaan (dalam bentuk keuntungan investasi) dari masyarakat kaya kepada masyarakat miskin. Sehingga pada babak berikutnya dapat mewujudkan kesejahteraan masyarakat banyak.

Selain itu wakaf model ini dapat memperluas jangkauan pemberi wakaf dan peningkatan produktifitas harta wakaf dengan penjelasan sebagai berikut:[22]

a. Wakaf dalam bentuk fixed asset hanya dapat diberikan oleh mereka yang tergolong masyarakat yang mempunyai asset yang berlebih, sehingga kelebihan tersebut dapat diwakafkan. Sedangkan untuk masyarakat yang tidak mempunyai asset berlebih, tentunya akan menghadapi kendala untuk melakukan wakaf dalam bentuk fixed asset. Masyarakat tersebut dapat memberikan wakaf dalam bentuk uang tunai, dimana uang tersebut dapat dikumpulkan terlebih dahulu oleh seorang pengelola untuk kemudian diinvestasikan, dan benefit atas investasi tersebut dapat didistribusikan kepada beneficiary.

b. Wakaf tunai dapat dipergunakan untuk memproduktifkan asset-asset wakaf yang sekarang tersebar di banyak negeri kaum muslimin. Dengan demikian, wakaf tunai dapat digunakan sebagai sarana untuk memotivasi dana masyarakat dengan jangkauan lapisan masyarakat yang lebih luas ke dalam bentuk modal investasi produktif, dan dapat dipergunakan untuk memproduktifkan asset wakaf yang sudah ada.

Merupakan hal sangat penting untuk memberdayakan wakaf, baik wakaf benda bergerak maupun benda tidak bergerak agar dapat meningkatkan kesejahteraan umat Islam pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta meningkatkan perkembangan Islam di Indonesia. Pengelolaan wakaf benda bergearak dikembangkan melalui lembaga-lembaga perbankan atau badan usaha dalam bentuk investasi yang hasilnya dipergunakan untuk keperluan social, seperti untuk meningkatkan pendidikan Islam, pengembangan rumah sakit Islam, bantuan pemberdayaan ekonomi umat, bantuan penelitian, bantuan pendidikan dan bantuan atau pengembangan sarana dan prasarana ibadah. Sedangkan wakaf benda tidak bergerak yang sudah ada di kalangan masyarakat perlu diamankan, dan dalam hal benda wakaf yang mempunyai nilai produktif perlu didorong untuk dilakukan pengelolaan yang bersifat produktif. Hal ini tentunya harus didukung dengan sosialisasi yang efektif kepada para nâzir agar dapat mengelola wakaf dengan optimal.

Daftar Pustaka dan Footnote
  • Ali, Muhamad Daud. 1988. Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf. Jakarta: UI Press.
  • Antonio, Muhammad Syafi'i. 2002. Bank Syar`iah sebagai Pengelola Wakaf (Kumpulan Makalah Hasil Workshop Internasional Pemberdayaan Ekonomi Umat Melalui Pengelolaan Wakaf Produktif, yang diselenggarakan oleh The International Institute of Islamic Tought (IIIT),. Batam, 7-8 Januari 2002.
  • Djunaedi, Ahmad dkk. 2003. Fiqh Wakaf. Jakarta: Proyek Peningkatan Zakat dan Wakaf Direktorat Jenderal Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji.
  • ----------------------. 2004. Pedoman Pengelolaan Wakaf Tunai ((Jakarta: Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji.
  • ----------------------. 2003. Pedoman Pengelolaan & Pengembangan Wakaf. Jakarta: Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji.
  • ----------------------. 2004. Paradigma Baru Wakaf di Indonesia. Jakarta: Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji..
  • Echols, John M. dan Hassan Shadily. 1996. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: Penerbit Gramedia.
  • Ibrahim, M. Anwar.2002 Wakaf dalam Syariat Islam, (Kumpulan Makalah Hasil Workshop Internasional Pemberdayaan Ekonomi Umat Melalui Pengelolaan Wakaf Produktif, yang diselenggarakan oleh The International Institute of Islamic Tought (IIIT),. Batam, 7-8 Januari 2002.
  • Munawir, Ahmad Warson. 1984. Al-Munawir Kamus Arab Indonesia Yogyakarta: Unit Pengadaan Buku-buku Ilmiah Pondok Pesantren Al-Munawir.
  • Suyatno, Thomas dkk. 2005. Kelembagaan Perbankan. Jakarta: PT. SUN.
  • Surat Keputusan (SK) Komisi Fatwa MUI Pusat tentang Wakaf Uang tanggal 11 Mei 2002 M/ 28 Shafar 1423 H
  • Praja, Juhaya S. 1993. Perwakafan di IndonesiaSejarah, Pemikiran Hukum, dan Perkembangannya. Bandung: Yayasan Piara.
  • -----------------------. Kompilasi Hukum Islam (KHI) Buku III Hukum Perwakafan.
  • ----------------------. Undang-undang Wakaf No. 41 tahun 2004..
  • http://ujeberkarya.blogspot.com/2010/01/metodologi-penelitian-qanun-dan-sariah.html
__________________
[1] Ahmad Djunaedi dkk., Pedoman Pengelolaan & Pengembangan Wakaf (Jakarta: Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji. 2003), hlm. 5.
[2] Ahmad Djunaedi dkk., Paradigma Baru Wakaf di Indonesia (Jakarta: Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji. 2004), hlm. 87.

[3] Ahmad Warson Munawir, Al-Munawir Kamus Arab Indonesia (Yogyakarta: Unit Pengadaan Buku-buku Ilmiah Pondok Pesantren Al-Munawir, 1984), hlm. 1683.
[4] Juhaya S. Praja, Perwakafan di Indonesia Sejarah, Pemikiran Hukum, dan Perkembangannya (Bandung: Yayasan Piara, 1993), hlm. 6.
[5] Muhamad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf (Jakarta: UI Press, 1988), cet. 1, hlm. 84.
[6] Lihat Kompilasi Hukum Islam (KHI) Buku III Hukum Perwakapan.
[7] Lihat Undang-undang Wakaf No. 41 tahun 2004 pasal 1.
[8] M. Anwar Ibrahim, Wakaf dalam Syariat Islam, Kumpulan Makalah Hasil Workshop Internasional Pemberdayaan Ekonomi Umat Melalui Pengelolaan Wakaf Produktif di Wisma Haji Batam, 7-8 Januari 2002), hlm. 4. Tidak diterbitkan
[9] Lihat Surat Keputusan (SK) Komisi Fatwa MUI Pusat tanggal 11 Mei 2002 M/ 28 Shafar 1423 H.
[10] John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia (Jakarta: Penerbit Gramedia, 1996), cet. Ke-22, hlm. 175.
[11] Thomas Suyatno dkk., Kelembagaan Perbankan (Jakarta: PT. SUN, 2005), cet. Ke-13, hlm. 39.
[12] Lihat Surat Keputusan (SK) Komisi Fatwa MUI Pusat tentang Wakaf Uang tanggal 11 Mei 2002 M/ 28 Shafar 1423 H
[13] Ahmad Djunaedi dkk., Pedoman Pengelolaan Wakaf Tunai ((Jakarta: Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji. 2004), hlm. 32.
[14] Muhammad Syafi'i Antonio, Bank Syar`iah sebagai Pengelola Wakaf (Kumpulan Makalah Hasil Workshop Internasional Pemberdayaan Ekonomi Umat Melalui Pengelolaan Wakaf Produktif, di Wisma Haji Batam, 7-8 Januari 2002), hlm. 4. Tidak diterbitkan.
[15] Djunaedi dkk., Pedoman Pengelolaan Wakaf Tunai, hlm. 56.
[16] Ibid., hlm. 58
[17] Ibid., hlm. 71-72.
[18] Ahmad Djunaedi dkk., Fiqh Wakaf (Jakarta: Proyek Peningkatan Zakat dan Wakaf Direktorat Jenderal Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji, 2003), hlm. 92.
[19] Djunaedi dkk., Pedoman Pengelolaan Wakaf Tunai, hlm. 87-88..
[20] Ibid., hlm, 95.
[21] Djunaedi, Pedoman Pengelolaan & Pengembangan Wakaf , hlm. 108.
[22] Ibid., hlm. 109.


Makalah atau artikelnya sudah di share, makasih ya !

Mau Makalah Gratis! Silahkan Tulis Email Anda.
Print PDF
Previous
Next Post »
Copyright © 2012 Aneka Makalah - All Rights Reserved