Aneka Ragam Makalah

Makalah Pemikiran Al Kindi Tentang Filsafat



Jika bermanfaat, Mohon di Share ya !. kalau sempat sumbang tulisannya ya !
A. FILSAFAT AGAMA AL-KINDI

Al-kindi adalah nama yang dinisbatkan dari al-kindah, seorang filsuf muslim pertama. Dan yang pertama kali memperkenalkan buah pikiran filosof – filosof yunani serta memberikan analisa – analisa yang menjelimed. Dan sangat berjasa untuk menjadikan filsafat sebagai salah satu khazanah pengetahuan islam setelah disesuaikan lebih dahulu dengan agama.

Substansi jiwa menurutnya terpisah dari benda, akan tetapi terkait dengan benda dalam hubungannya dengan perbuatan – perbuatannya. Karena, jasmani memang menjadi alat baginya untuk menunaikan suatu perbuatan. Dan jiwa yang suci itulah yang akan kembali ke alam kebenaran.

Falsafat atau filsafat adalah merupakan kata yang berasal dari bahasa yunani yaitu philosophia sebagai gabungan dari philein yang berarti” cinta “ dan shoppos yang berarti “ hikmah “. Kemudian philosophia masuk kedalam bahasa arab menjadi Falsafat yang berarti cara berfikir menurut kogika dengan bebas, sedalam –dalamnya sampai kepada dasar persoalan.[1]

Dari segi praktisnya berfilsafat berarti “ berfikir “ . filsafat berarti “ alam fikiran “ atau alam berfikir”. Namun demikian tidak semua berfikir berarti berfilsafat.Sidi Gazalba mengartikan “ berfilsafat “ berarti mencari kebenaran untuk kebenaran tentang segala sesuatu yang dimasalahkan,berfikir secara radikal, sistematis,dan universal.[2] Dapatlah dikatakan bahwa intisari filsafat ialah berfikir secara logika dengan bebas ( tidak terikat pada tradisi, dogma dan agama ) dan dengan sedalam – dalamnya sehingga sampai ke dasar – dasar persoalan.

Agama yang berarti menguasai diri seorang dan membuat ia tunduk dan patuh kepada tuhan dengan menjalankan ajaran agama. intisari yang terkandung didalamnya adalah “ ikatan “. Agama mengandung arti ikatan – ikatan yanag harus dipegang dan dipatuhi manusia. Karena mempunyai pengaruh dalam aktivitas manusia. Dan ikatan itu, mempunyai kekuatan gaib yang tak dapat ditangkap dengan panca indra.[3]

Oleh karena itu agama diberi defenisi – defenisi sebagai berikut:
  1. Pengakuan terhadap adanya kekuatan gaib yang menguasai manusia dan dipatuhi.
  2. Mengikatkan diri pada suatu bentuk hidup yag mengandung pengakuan pada suatu sumber yang berada diluar diri manusia dan yang mempengaruhi perbuatan – perbuatan manusia.
  3. Pengakuan terhadap adanya kewajiban – kewajiban yang diyakini bersumber dari suatu kekuatan gaib dan pemujaan terhadap kekuatan gaib yang timbul dari perasaan lemah dan takut terhadap kekuatan misterius yang terdapat dalam alam sekitar manusia.
  4. Ajaran – ajaran yang diwahyukan tuhan kepada manusia melalui seorang rasul.[4]

Dengan demikian dapat kita pahami bahwa unsur yang ada pada agama itu adanya kekuatan gaib,adanya keyakinan kebaikan didunia ini dan hidup diakhirat bergantung dengan kekuatan gaib itu. Dari pengertian diatas dapat dipahami falsafat agama mengandung arti : “ berfikir tentang dasar – dasar agama menurut logika dan bebas”. Pemikiran yang dimaksud bisa mengambil dua bentuk.

a) Membahas dasar – dasar agama secara analisis dan kritis, tanpa terikat pada ajaran – ajaran agama dan tanpa ada tujuan untuk menyatakan kebenaran suatu agama.

b) Membahas dasar – dasar agama secara analitis dan kritis, dengan maksud untuk menyatakan kebenaran ajaran – ajaran agama, atau sekurang – kurangnya untuk menjelaskan bahwa apa yang diajarkan agama tidaklah mustahil dan tidak bertentangan dengan logika.[5]

Dasar – dasar agama yang dimaksudkan meliputi wahyu, pengiriman Rasul dan Nabi, ketuhanan, ruh manusia, keabadian, soal hidup sesudah mati dan sebagainya. Akhir dari filsafat dan agama itu ialah “kebenaran”. Filsafat mencari kebenaran dan agama membawa kebenaran. Namun demikian kebenaran agama tidak akan dirasakan kecuali oleh orang yang berakal.oleh sebab itu kebenaran agama harus digaliagar lebih jelas dengan menggunakan nalar filsafat. Filsafat bagi al-kindi ialah pengetahuan tentang yang benar. Disinilah terdapat persamaan filsafat dan agama.[6]

Tujuan agama ialah menerangkan apa yang benar apa yang baik.demikian halnya filsafat. Agama, disamping wahyu, mempergunakan akal,dan filsafat juga menggunakan akal. Yang benar pertama bagi al-kindi ialah tuhan.dan filsafat yang paling tinggi ialah filsafat tentang tuhan. Bahkan al-kindi berani mengatakan bagi orang yang menolak filsafat, telah mengingkari kebenaran, dan menggolongkannya kepada “kafir”, karena orang – orang tersebut telah jauh dari kebenaran, walaupun menganggap dirinya paling benar.[7] Karena keselarasan antara filsafat dan agama didasarkan pada tiga alasan: (1) ilmu agama merupakan bagian dari filsafat, (2) wahyu yang diturunkan kepada nabi dan kebenaran filsafat saling bersesuaian dan,(3) menurut ilmu, secara logika, diperintahkan dalam agama.

Mengenai kosmologi, al-kindi berpendapat bahwa alam ini dijadikan tuhan dari tiada, allah tidak hanya menjadikan alam,tetapi juga mengendalikan dan mengaturnya,serta menjadikan sebagiannya menjadi sebab yang lain.[8] Artinya, yang asal dan maha sempurna itu,adalah al-khalik sebagai pencipta makhluk, kemudian makhluk melahirkan makhluk dan seterusnya sambung – menyambung kebawah ketingkat terendah.baginya tuhan berada diatas hukum alam, tuhan menjelmakan alam itu mempunyai suatu sunnah (ketentuan) yang tetap. Sehingga yang satu menjadi sebab timbulnya yang lain.teori ini dikenal sebagai istilah emanasi merupakan pembahasan tentang asal usul sesuatu.\


B. FILSAFAT AL-NAFS(JIWA) AL-KINDI

Pada suatu kesempatan tuhan berwacana: “aku menciptakan menusisa dari lempung busuk, dan kemudian berkata kepada malaikat : “aku ingin menciptakan menusia dari tanah”, dan kemudian ia berkata lagi : “apabila aku telah selesai membentuknya, barulah aku meniupkan ruh-ku kepadanya”. (QS.al-hijr:29). Apa yang dimaksudkan meniupkan tersebut ?. apabila yang dimaksudkan adalah tiupan ( ruh ) yang meninggalkan tuhan dan kemudian bersatu dangan manusia, mka intinya bahwa sangat dimungkinkan terjadinya pembelahan sifat tuhan. Dan ini tidak akan pernah terjadi : jawabannya bisa digambarkan dengan ilustrasi tentang matahari. Apabila matahari berkata, “ aku telah memberikan sinar pada bumi”,maka hal itu benar.

Ruh atau jiwa itu ada dibawah perintah tuhanmu. (Ar-ruhu min amr-i-rabbi). Oleh sebab itu, jiwa yang ada dibawah kata perintah,dan akal muncul sesudah melewati tiga tahap (Ahdiyah,Wahdat, dan Wahidiyyat) dan didalam pembatasan.[9] Jiwa atau ruh ini adalah Ruh-I-A`dzam ( Haqiqati Muhammad ) yang merupakan tahap wahdah itu sendiri;dan tidak dibawah pembatasan. Walau jiwa itu pribadi adalah sebuah pembatasan, namun ia bebas dari materi dan eksistensi, serta dari warna dan bentuk. Ia merupakan pengenal bagi diri dan bukan – diri, tetapi tidak dapat di-indra oleh pancaindra yang ada. Pembatas bagi ruh-I-A`dzam adalah jiwa – jiwa manusia, dan apbila pembatas semacam itu muncul didalam jasad, jadilah ia ruh binatang atau ruh makhluk. Sifatnya sangat halus dan setiap bagian terkecil darinya bertautan dengan partikal jasad. Jiwa inilah yang menerima ganjaran dan siksaan,dan ia pula yang merasakan kenikmatan jasmani.[10]

Menurut al-kindi jiwa merupakan substansi yang berasal dari tuhan. Tidak tersusun, mempunyai arti penting, sempurna dan mulia.[11] Substansi yang sangat halus, bertabiat mulia dan substansinya adalah sebagian dari substansi Allah.[12] Cahaya dari cahayanya, seperti cahaya dari matahari, juga bersifat independen dari jasmani. Jiwa selalu menentang kekuatan syahwat dankemarahan, serta selalu mengatur kedua kekuatan tersebut dalam batas – batasnya dan tidak dibenarkan melampaui kekuatan jiwa itu sendiri. Selain itu jiwa bersifat spritual,ilahiah, terpisah dan berbeda dengan jisim.

Jasad mempuyai sifat hawa nafsu dan amarah. Al-kindi memperbandingkan tentang keadaan jiwa. Jika kemuliaaan jiwa diingkari dan tertarik dengan kesenangan – kesengan jasmani, al-kindi membandingkan mereka dengan babi, karena kecakapan apetitip menguasi mereka. Jika dorongan nafsu birahi yang sangat dominan dibandingkan al-kindi dengan anjing. Sedangkan bagi mereka yang menjadikan akal sebagai tuannya, dibandingkan al-kindidengan raja.[13] Namun demikian, antara jiwa dan jisim, kendatipun berbeda tetapi saling berhubungan dan saling memberi bimbingan. Ini dalah agar hidup manusia itu serasi dan seimbang. Ketidakseimbangan akan terjadi apabila salah satu dari unsur ini berkuasa untuk mencapai keseimbangan manusia memerlukan tuntunan yaitu iman dan wahyu. Jiwa manusia dapat mengenal hakikat – hakikat dan rahasia – rahasia alam; apabila jiwa itu bersih dari kekuatan – kekuatan jasmaniahnya, disamping selalu dalam keadaan berfikir dan mencari. Setelah jiwa berpisah dengan alam jasmani,maka akan mengetahui segala bentuk hakikat, atau jiwa akn berada di alam al-haq.[14]


Al-kindi berpandapat bahwa jiwa mempunyai tiga daya,[15] yaitu:

1. kekuatan nafsu
2. kekuatan moral
3. kekuatan akal

kekuatan akal merupakan kemudi dari dua kekuatan yang lain. Kekuatan apetatif atau al-qawiyyul haasah, yaitu kekuatan yang dapat mengenal segala yang dapat dirasakan dan yang nyata. Kekuatan ini tidak dapat membentuk suatu gambaran, kecuali yang diketahuinya. Seperti mata misalnya,tidak akan dapat mempersepsikan orang yang mempunyai tanduk atau sayap. Kekuatan rasa dimiliki juga oleh hewan, yang fungsinya hanya mengenal bentuk gambar yang parsial. Seperti gambar tentang warna, bentuk – bentuk gambar, rasa makan, suara, bau dan rasa sentuhan.

Kekuatan irascible yaitu kekuatan marah yang dapat menggerakkan urat – urat untuk melakukan perbuatan pelanggaran atau kesalahan, dan termasuk didalam adalah kekuatan syahwat. Dan kekuatan cognitive faculty yaitu kekuatan yang dapat memberikan kepada pengetahuan tentang bentuk (persepsi) sesutu, tanpa wujud materi. Yakni, setelah hilangnya benda yang dipersepsikan dari pancaindra kita. Kekuatan jiwa ini berfungsi, baik pada saat manusia dalam keadaan sadar ataupun dalam keadaan tidak sadar (tidur).[16] Keistimewaan dari kekuatan ini dapat membentuksebuah persebsi, seperti mempersepsikan sebuah gambar manusia dengan kepala singa. Kekuatan ini juga dapat menghapal atau menyimpan segala bentuk persepsi yang telah diterimanya.

Al-kindi meyakini kekalnya jiwa. Menurutnya, tidak smeua jiwa pada saat meninggalnya jasmani menuju ketempatnya. Karena, ada sebagian jiwa manusia tidak berpisah dengan benda – benda (badan), seperti jiwa sesutu yang buruk akan menuju ke alam falaki, seperti ke bulan, dan akan menetap didalamnya dalam masa beberapa lama. Jika buruk itu telah membersihkan dirinya, maka akan meningkat ke alam yang lebih tinggi, seperti naik ke alam bintang yang lebih bersih. Setelah jiwa menghilangkan kotoran perasaan dan khayalan – khayalan buruknya, maka akan naik kealam akal. Dan pada saat itu alam akal sesuai dengan Nur Al-Bari, yaitu cahaya alahi. Kendatipun bagi al-kindi jiwa adalah qadim namun kekekalannya berbeda dengan qadimnya Tuhan. Qadimnya jiwa karena diqadimkan oleh tuhan.


DAFTAR PUSTAKA
  • Hasan sadily,” Ensiklopedi indonesia”,jilid II. Jakarta, 1980
  • Sidi Gazalba,” Sistimatika filsafat,” Jakarta, jilid I, 1976
  • Harun nasution,” Islam ditinjau dari segi aspeknya”,UI, Pres jakarta, 1985
  • Harun Nasution,” falsafat agama”,Bulan bintang, Jakarta, 1991
  • Harun Nasution,” falsafat dan mistisisme dalam islam “, Bulan bintang,1995
_____________________
[1] Hasan sadily,” Ensiklopedi indonesia”,jilid II. Jakarta, 1980, hal 987.
[2] Sidi Gazalba,” Sistimatika filsafat,” Jakarta, jilid I, 1976, hal 41.
[3] Harun nasution,” Islam ditinjau dari segi aspeknya”,UI, Pres jakarta, 1985, Cet V hal 10.
[4] Ibid
[5] Harun Nasution,” falsafat agama”,Bulan bintang, Jakarta, 1991, Cet, VIII, hal 4.
[6] Harun Nasution,” falsafat dan mistisisme dalam islam “, Bulan bintang,1995, Cet V, hal 15.
[7] Hasimsyah Nasution,Op.cit,, hal 18.
[8] Ibid,hal,23.
[9] Khan Shahib Khaja Khan,”Studies in tasawwufi”,Terj, oleh Ahmad Nasir Budiman, Rajawali Press, Jakarta, 1993, Cet,1993, hal 66.
[10] Ibid
[11] Hasyimsyah Nasution,Op.cit. hal 22.
[12] Ibid
[13] Ibid
[14] Amir An-Najar,”Al-ilmu An-Nafsi Ash-Shufiyah”, Terj. Hassan Abrari, Pustaka Azam, Jakarta Selatan, 2002, Cet, 2, hal 34.
[15] Hasyimsah Nasution, Op. cit. hal 23.
[16] Amir An-Najar, Op, cit, hal 35.


Makalah atau artikelnya sudah di share, makasih ya !

Mau Makalah Gratis! Silahkan Tulis Email Anda.
Print PDF
Previous
Next Post »
Copyright © 2012 Aneka Makalah - All Rights Reserved