Aneka Ragam Makalah

Makalah Pendidikan Nilai Dalam Kegiatan Ekstrakurikuler



Jika bermanfaat, Mohon di Share ya !. kalau sempat sumbang tulisannya ya !
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Balakang

Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dinyatakan bahwa salah satu tujuan Negara Republik Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan untuk itu setiap warga Negara Indonesia berhak memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai minat dan bakat yang dimiliki tanpa memandang status sosial, ras, etnis, agama, dan gender. Pemerataan kesempatan dan pencapaian mutu pendidikan akan membuat warga Negara Indonesia memiliki ketrampilan hidup (life skill) sehingga memiliki kemampuan untuk mengenal dan mengatasi masalah diri dan lingkungannya, mendorong tegaknya masyarakat madani dan modern yang dijiwai nilai-nilai Pancasila.

Dalam upaya meningkatkan mutu sumber daya manusia Indonesia, Departemen Pendidikan Nasional yang tertuang dalam Rencana Strategis (Renstra) Depdiknas 2005-2009 menekankan bahwa perspektif pembangunan pendidikan tidak hanya untuk mengembangkan aspek intektual saja melainkan juga watak, moral, sosial dan fisik peserta didik, atau dengan kata lain menciptakan manusia Indonesia seutuhnya. Semua jenjang lembaga pendidikan formal (sekolah) mempunyai tugas untuk mensintesa itu semua.

Pengembangan kegiatan ekstrakurikuler merupakan bagian dari pengembangan institusi sekolah. Berbeda dari pengaturan kegiatan intrakurikuler yang secara jelas disiapkan dalam perangkat kurikulum, kegiatan ekstrakurikuler lebih mengandalkan inisiatif sekolah. Secara yuridis, pengembangan kegiatan ekstrakurikuler memiliki landasan hukum yang kuat, karena diatur dalam Surat Keputusan Menteri yang harus dilaksanakan oleh sekolah. Salah satu Keputusan Menteri Pendidikan Nasional RI no 125/U/2002 tentang Kalender Pendidikan dan Jumlah Jam Belajar Efektif di Sekolah. Pengaturan kegiatan ekstrakurikuler dalam keputusan ini terdapat pada Bab V pasal 9 ayat 2 : ”Pada tengah semester 1 dan 2 sekolah melakukan kegiatan olah raga dan seni (Porseni), Karyawisata, lomba kreativitas atau praktek pembelajaran yang bertujuan untuk mengembangkan bakat, kepribadian, prestasi dan kreativitas siswa dalam rangka mengembangkan pendidikan anak seutuhnya.” Dalam bagian lampiran Keputusan Mendiknas ini juga dinyatakan bahwa ”Liburan sekolah atau madrasah selama bulan ramadhan diisi dan dimanfaatkan untuk melaksanakan berbagai kegiatan yang diarahkan pada peningkatan akhlak mulia, pemahaman atau amaliah agama termasuk kegiatan ekstrakurikuler lainnya yang bermuatan moral.

Sekolah sebagai lembaga pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia, terutama bagi perkembangan dan perwujudan diri individu dalam pembangunan bangsa dan negara. Kemajuan suatu bangsa bergantung kepada cara kebudayaan bangsa tersebut mengenali, menghargai dan memanfaatkan sumber daya manusia dan dalam hal ini berkaitan erat dengan kualitas pendidikan yang diberikan kepada masyarakatnya, yaitu kepada peserta didik.

Pada umumnya pendidikan bertujuan untuk menyediakan lingkungan yang memungkinkan siswa didik untuk mengembangkan potensi, bakat dan kemampuannya secara optimal, sehingga mereka mampu mewujudkan dirinya dan berfungsi sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan pribadinya maupun kebutuhan masyarakat. (Utami Munandar, 2002 : 4). Setiap orang mempunyai potensi yang berbeda-beda dan oleh karenanya membutuhkan layanan pendidikan yang berbeda pula. Pendidikan bertanggung jawab untuk memandu (artinya mengidentifikasi dan membina) dan memupuk (artinya mengembangkan dan meningkatkan) potensi-potensi tersebut secara utuh.

Proses pembelajaran di sekolah seharusnya memperhatikan kebermaknaan dalam belajar, artinya apa yang bermakna bagi siswa menunjuk pada dunia minatnya (center of interest). Pelaksanaan pembelajaran di sekolah saat ini harus bertujuan mengembangkan potensi siswa melalui : (1) Olah hati, untuk memperteguh keimanan dan ketakwaan, meningkatkan akhlak mulia, budi pekerti, atau moral, membentuk kepribadian unggul, membangun kepemimpinan dan entrepreneurship; (2) Olah pikir untuk membangun kompetensi dan kemandirian ilmu pengetahuan dan teknologi; (3) Olah rasa untuk meningkatkan sensitifitas, daya apresiasi, daya kreasi, serta daya ekspresi seni dan budaya; dan (4) Olah raga untuk meningkatkan kesehatan, kebugaran, daya tahan, dan kesiapan fisik serta ketrampilan kinestetis. (Renstra Depdiknas Tahun 2005 – 2009, 2005: 15).

Tetapi pada kenyataannya, pelaksanaan pendidikan di sekolah selama ini lebih menekankan pada hafalan konten/isi pelajaran yang kurang bermakna bagi dirinya. Hegemoni Ujian Akhir Nasional dan Status sekolah saat ini semakin mendorong proses belajar mengajar di sekolah lebih mengejar kuantisasi aspek kognitif saja. Pembinaan dan penyediaan sarana pengembangan aspek afektif (nilai moral dan sosial) dan psikomotor (ketrampilan) kurang mendapatkan perhatian. Artinya perwujudan tujuan pendidikan yang membentuk manusia yang seutuhnya akan semakin jauh untuk dapat tercapai. Kondisi ini sesuai dengan adanya hasil survei dan penelitian yang menunjukkan bahwa pendidikan formal terlalu menekankan pada perkembangan mental intelektual semata-mata, dan kurang memperhatikan perkembangan afektif (sikap dan perasaan) serta psikomotor (ketrampilan) (Utami Munandar, 1992 : 87).

Kegiatan ekstra kurikuler yang diselenggarakan di luar jam pelajaran, selain membantu siswa dalam pengembangan minatnya, juga membantu siswa agar mempunyai semangat baru untuk lebih giat belajar serta menanamkan tanggung jawabnya sebagai warga negara yang mandiri. Hal ini sejalan dengan pendapat Miller Mayeer yang dikutip oleh Tim Dosen IKIP Malang yang mengatakan bahwa :

Keikutsertaan siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler akan memberikan sumbangan yang berarti bagi siswa untuk mengembangkan minat-minat baru, menanamkan tanggung jawab sebagai warga negara, melalui pengalaman-pengalaman dan pandangan-pandangan kerja sama, dan terbiasa dengan kegiatan-kegiatan mandiri (1988 ; 124).

Kegiatan ekstrakurikuler diharapkan dapat memenuhi kebutuhan yang diminati siswa untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman terhadap berbagai mata pelajaran yang pada suatu saat nanti bermanfaat bagi siswa dalam kehidupan sehari-hari. Dalam kegiatan ekstrakurikuler dikembangkan pengalaman – pengalaman yang bersifat nyata yang dapat membawa siswa pada kesadaran atas pribadi, sesama, lingkungan dan Tuhan-nya, dengan kata lain bahwa kegiatan ektrakurikuler dapat meningkatkan Emotional Qoutient (EQ) siswa yang di dalamnya terdapat aspek kecerdasan sosial/kompetensi sosial.

Pengembangan EQ dewasa ini menjadi lebih mengedepan. Dari hasil penelitian Daniel Goleman dikatakan bahwa keberhasilan seseorang di masyarakat sebagian besar ditentukan oleh 80 % kecerdasan emosi (EQ) dan hanya 20% ditentukan oleh factor kecerdasan kognitip (IQ) (Ratna Megawangi, 2004 : 47). Berdasar hasil penelitian Goleman ini penulis menganggap bahwa penanaman nilai baik nilai moral maupun nilai sosial perlu dikembangkan di dalam kegiatan pembelajaran di sekolah. Kegiatan ekstrakurikuler yang pelaksanaan kegiatannya lebih mengarah pada pemberian pengalaman – pengalaman hidup dan pembentukan ketrampilan penulis pandang lebih cocok sebagai media penanaman nilai – nilai kehidupan pada peserta didik.


BAB II
PEMBAHASAN


A. Pentingnya Pendidikan Nilai Ekstrakurikuler

”The individual is educated by the way he spends his time and the situations into which he is put, or into which he accidentially falls.” Kalimat ini ditulis oleh Taylor yang dikutip oleh Henry (1952). Kalimat ini mengandung pengertian bahwa setiap individu mendapat pendidikan melalui cara saat ia meluangkan waktunya dan situasi ketika ia dilibatkan, atau dalam peristiwa yang seketika dialaminya. Apabila ditelaah lebih jauh dari perspektif Pendidikan Nilai, maka apa yang ditulis Taylor dapat diartikulasikan ke dalam tiga lingkup pendidikan nilai.

Pertama, Pendidikan Nilai adalah cara terencana yang melibatkan sejumlah pertimbangan nilai – nilai edukatif, baik yang tercakup dalam manajemen pendidikan maupun dalam kurikulum pendidikan. Dari hal yang paling luas sampai yang paling sempit. Cara dapat diwakili oleh pencapaian visi dan misi untuk pengembangan nilai, moral, etika, dan estetika sebagai keseluruhan dimensi pendidikan sampai pada tindakan guru dalam melakukan penyadaran nilai – nilai pada peserta didik.

Kedua, Pendidikan nilai adalah situasi yang berpengaruh terhadap perkembangan pengalaman dan kesadaran nilai pada peserta didik. Situasi dapat berupa suasana yang nyaman, harmonis, teratur, akrab dan tenang. Sebaliknya, situasi dapat berupa suasana yang kurang mendukung bagi perkembangan peserta didik, misalnya suasana bermusuhan, semrawut, acuh tak acuh, dsb. Semua situasi pendidikan tersebut berpengaruh terhadap pengembangan kesadaran moral siswa, karena hal itu melibatkan pertimbangan – pertimbangan psikologis seperti persepsi, sikap, kesadaran dan keyakinan mereka.

Ketiga, Pendidikan Nilai adalah peristiwa seketika yang dialami peserta didik. Artinya pendidikan nilai berlangsung melalui sejumlah kejadian yang tidak terduga, seketika, sukarela, dan spontanitas. Semua tidak direncanakan sebelumnya, tidak dikondisikan secara sengaja dan dapat terjadi kapan saja. Penggalan – penggalan peristiwa seperti itu merupakan hidden curriculum yang dalam kasus pengalaman tertentu dapat berupa suatu kejadian kritis (critical incident) yang mampu mengubah tatanan nilai dan perilaku seseorang (peserta didik).

Tiga lingkup pendidikan Nilai yang diuraikan di atas memberikan gambaran bahwa proses belajar nilai pada peserta didik melibatkan semua cara, kondisi, dan peristiwa pendidikan. Karenanya, jika hanya mengandalkan penyadaran nilai melalui kegiatan intrakurikuler, Pendidikan Nilai tidak menjamin berlangsungya secara optimal. Bahkan jika dihitung jumlah waktu tatap muka yang digunakan secara efektif untuk mengembangkan pengalaman otentik yang bernilai, jumlah waktu efektif itu dapat dipastikan kurang dari jumlah waktu efektif di luar kelas. Kesadaran nilai dan internalisasi nilai adalah dua proses Pendidikan nilai yang terkait langsung dengan pengalaman – pengalaman pribadi seseorang. Karena itu, peserta didik membutuhkan keterlibatan langsung dalam cara, kondisi dan peristiwa pendidikan di luar jam tatap muka di kelas atau sering disebut dengan kegiatan ekstrakurikuler.


B. Inti dari kegiatan ekstrakurikuler

Pengembangan kepribadian peserta didik merupakan inti dari pengembangan kegiatan ekstrakurikuler. Karena itu, profil kepribadian yang matang atah kaffah merupakan tujuan utama kegiatan ekstrakurikuler. Kalau meminjam istilah Maslow, matang berarti mampu mengaktualisasikan diri, sedangkan kaffah, menurut Dahlan (Rohmat Mulyana, 2004 : 214) adalah perwujudan segala perilaku (ucapan, pikiran dan tindakan) yang selalu diperhadapkan kepada Alloh SWT.

Pengembangan kepribadian yang matang dan kaffah dalam konteks pengembangan kegiatan ekstrakurikuler tentunya dalam tahap – tahap kemampuan peserta didik. Mereka dituntut untuk memiliki kematangan dan keutuhan dalam lingkup dunia hunian mereka sebagai anak yang tengah belajar. Mereka mampu mengembangkan bakat dan minat, menghargai orang lain, bersikap kritis terhadap suatu kesenjangan, berani mencoba hal – hal positif yang menantang, peduli terhadap lingkungan, sampai pada melakukan kegiatan – kegiatan intelektual dan ritual keagamaan.

Dalam konteks Pendidikan Nasional, semua cara, kondisi dan peristiwa dalam kegiatan ekstrakurikuler sebaiknya diarahkan pada kesadaran nilai – nilai universal agama sekaligus pada upaya pemeliharaan fitrah beragama. Karena itu, pada beberapa sekolah, program ektrakurikuler dikembangkan secara integral baik dalam penataan fisik maupun pengalaman psikis. Model – model pengembangan kegiatan ekstrakurikuler hendaknya selalu diarahkan secara integral untuk mencapai tahapan – tahapan perkembangan kepribadian peserta didik yang ”matang” dan kaffah.


C. Muatan dalam kegiatan ekstrakurikuler

Kegiatan ekstrakurikuler dapat dikembangkan dalam beragam cara dan isi. Penyelenggaraan kegiatan yang memberikan kesempatan luas kepada pihak sekolah, pada gilirannya menuntut pimpinan sekolah, guru, siswa, dan pihak – pihak yang berkepentingan lainnya untuk secara kreatif merancang sejumlah kegiatan sebagai muatan kegiatan ekstrakurikuler. Muatan – muatan kegiatan yang dapat dirancang oleh guru/pembina antara lain :

1. Program Keagamaan

Program ini bermanfaat bagi peningkatan kesadaran moral beragama peserta didik. Dalam konteks Pendidikan Nasional hal itu dapat dikembangkan sesuai dengan jenis kegiatan yang terdapat dalam lampiran Kepmen Diknas No. 125/U/2002 antara lain : pesantren kilat, tadarus, shalat berjamaah, shalat tarawih, latihan dakwah, baca tulis Alqur’an, pengumpulan zakat, dll, atau melalui program keagamaan yang secara terintegrasi dengan kegiatan lain, misalnya : latihan nasyid, seminar, dll.

2. Pelatihan Profesional

Pelatihan profesional yang ditujukan pada pengembangan kemampuan nilai tertentu bermanfaat bagi peserta didik dalam pengembangan keahlian khusus. Jenis kegiatan ini misalnya : aktivitas jurnalistik, kaderisasi kepemimpinan, pelatihan manajemen, dan kegiatan sejenis yang membekali kemampuan profesional peserta didik.

3. Organisasi Siswa

Organisasi siswa dapat menyediakan sejumlah program dan tanggung jawab yang dapat mengarahkan siswa pada pembiasaan hidup berorganisasi. Seperti halnya yang berlaku saat ini : OSIS, PMR, Pramuka, kelompok Pencinta Alam merupakan jenis organisasi yang dapat lebih diefektifkan fungsinya sebagai wahana pembelajaran nilai dalam berorganisasi.

4. Rekreasi dan Waktu Luang

Rekreasi dapat memimbing siswa untuk penyadaran nilai kehidupan manusia, alam, bahkan Tuhan. Rekreasi tidak hanya sekedar berkunjung pada suatu tempat yang indah atau unik, tetapi dalam kegiatan ini perlu dikembangkan cara – cara menulis laporan singkat tentang apa yang disaksikan untuk kemudian dijadikan bahan diskusi di kelas. Demikian pula waktu luang, perlu diisi dengan kegiatan olahraga atau hiburan yang dikelola dengan baik.

5. Kegiatan Kulturan/Budaya

Kegiatan kultural adalah kegiatan yang berhubungan dengan penyadaran peserta didik terhadap nilai – nilai budaya. Kegiatan orasi seni, kursus seni, kunjungan ke musium, kunjungan ke candi atau tempat – tempat bersejarah lainnya merupakan program kegiatan ekstrakurikuler yang dapat dikembangkan. Kegiatan – kegiatan inipun sebaiknya disiapkan secara matang sehingga dapat menumbuhkan kecintaan terhadap budaya sendiri.

6. Program Perkemahan

Kegiatan ini mendekatkan peserta didik dengan alam. Karena itu agar kegiatan ini tidak hanya sekedar hiburan atau menginap di alam terbuka, sejumlah kegiatan seperti perlombaan olah raga, kegiatan intelektual, uji ketahanan, uji keberanian dan penyadaran spiritual merupakan jenis kegiatan yang dapat dikembangkan selama program perkemahan ini berlangsung.

7. Program Live in Exposure

Live in Exposure adalah program yang sengaja dirancang untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menyingkap nilai – nilai yang berkembang di masyarakat. Peserta didik itu serta kehidupan masyarakat untuk beberapa lama. Mereka aktif mengamati, melakukan wawancara dan mencatat nilai – nilai yang berkembang di masyarakat, kemudian menganalisis nilai – nilai itu dalam kaitannya dengan kehidupan di sekolah.


BAB III
PENUTUP

Kegiatan ekstrakurikuler sangat penting dalam pendidikan nilai karena dalam kegiatan tersebut siswa mendapatkan pengalaman – langsung, terlibat secara aktif dalam kegiatan tersebut dan menyediakan cukup waktu diluar jam efektif pelajaran, sehingga pendidikan nilai lebih terakomodasi melalui aktivitas kegiatan ekstrakurikuler. Pengembangan profil kepribadian yang matang atah kaffah peserta didik merupakan inti dari pengembangan kegiatan ekstrakurikuler. Muatan dalam kegiatan ekstrakurikuler meliputi : 

a. peningkatan kesadaran moral beragama,
b. Pelatihan profesional yang ditujukan pada pengembangan kemampuan nilai tertentu,
c. pembiasaan hidup berorganisasi,
d. penyadaran nilai kehidupan manusia, alam, bahkan Tuhan
e. penyadaran peserta didik terhadap nilai – nilai budaya
f. penyingkapan nilai – nilai yang berkembang di masyarakat.


DAFTAR PUSTAKA
  • Agus Nggermanto. 2003. Quantum Quotient. Bandung : Nuansa.
  • Akbar, Reni dan Hawadi. 2002. Identifikasi Keterbakatan intelektual malalui Metode Non tes. Jakarta : Gramedia Widiasarana Indonesia.
  • Anonim. 1998. What “emotional intellegence” can do for you. Work & Family Life. Academic Research Library.
  • Munandar, Utami. 1992. Mengembangkan Bakat dan kreativitas Siswa Sekolah. Jakarta : GramediaWidiasarana Indonesia
  • Munandar, Utami. 2002. Kreativitas dan Keberbakatan; Strategi Mewujudkan Potensi Kreatif dan Bakat. Cetakan 2: Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
  • Munandar, Utami. 2004. Pengembangan Kreativitas Siswa Berbakat. Cetakan 2 : Jakarta : Rineka Cipta.
  • Peach, Deborah. 2005. Ensuring student success – the role of support service in improving the quality of student learning experience. Central Queensland University : Faculty of Education an Creative Arts.
  • Ratna Megawangi. 2004. Pendidikan Karakter. Jakarta : Indonesia Heritage Foundation
  • Rohmat Mulyana. 2004. Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Bandung : Alfabeta
  • Semiawan, Conny R..1997. Perspektif Pendidikan Anak Berbakat. Jakarta : Grasindo.
  • Sunarto dan Agung Hartono. 1999. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta ; Rineka Cipta.
  • Suryosubroto. 1997. Proses Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta.
  • Suryabrata, Sumadi. 1991. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Rajawali press.


Makalah atau artikelnya sudah di share, makasih ya !

Mau Makalah Gratis! Silahkan Tulis Email Anda.
Print PDF
Previous
Next Post »
Copyright © 2012 Aneka Makalah - All Rights Reserved