Aneka Ragam Makalah

Makalah Peran Orang Tua dalam Penanaman Karakter Anak



Jika bermanfaat, Mohon di Share ya !. kalau sempat sumbang tulisannya ya !
BAB I
PENDAHULUAN

Sebagai bangsa yang berbudaya dan memiliki falsafah/pandangan hidup yang diyakini kebenarannya sampai saat ini, bangsa Indonesia mulai menyadari pentingnya akhlak mulia diutamakan dalam proses pendidikan. Hal ini tercermin dalam acuan operasional penyusunan KTSP dimana acuan pertama disebutkan ”peningkatan iman dan taqwa serta akhlak mulia”, baru kemudian pada acuan kedua disebutkan ”peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuan peserta didik”. Jadi, bangsa kita telah menyadari hanya mereka yang memiliki iman dan taqwa serta akhlak mulia yang baik yang dapat dididik menjadi peserta didik yang mudah diarahkan dan berhasil, sehingga akan terbentuk generasi penerus bangsa yang berkarakter dan berkualitas akhlaknya sekaligus cerdas intelektualnya.

Penanaman karakter pada diri peserta didik bukan hanya tanggung jawab guru di sekolah, artinya tidak harus melalui jalur pendidikan formal, namun orang tua sebagai pemilik anak yang sesungguhnya memiliki tanggung jawab yang sangat besar dalam hal ini. Pada kenyataannya, era globalisasi saat ini banyak orangtua yang sibuk bekerja, baik ayah maupun ibu dalam usaha memenuhi hidup yang layak bagi anak-anaknya. Kesibukan bekerja menyebabkan intensitas berte-mu dan berkomunikasi dalam keluarga relatif terbatas. Bahkan banyak diantara orangtua yang tidak mengetahui apa saja aktivitas anak ketika mereka tidak berada di rumah. Oleh karena itulah, ketika anak tiba-tiba menunjukkan perilaku atau karakter yang tidak terpuji, orangtua seringkali menyalahkan sekolah yang tidak berhasil mendidik anaknya, padahal 70% waktu anak adalah di rumah dan di lingkungan (masyarakat dan pergaulan).

Berdasarkan hal tersebut, maka perlu kiranya dilakukan survei tentang seberapa besar peran serta orangtua dalam menanamkan karakter bagi anak-anaknya melalui tauladan, nasehat, dan komunikasi yang terjalin baik diantara mereka, sehingga kepribadian anak yang berakhlak mulia akan terbentuk. Dipilih-nya sampel orangtua yang berprofesi pendidik karena pendidik merupakan sosok yang berperan dalam pembentukan karakter anak didik di sekolahnya, sehingga diharapkan juga menanamkan karakter mulia kepada anak-anaknya di rumah.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Nilai, Norma, Etika, Moral, dan Karakter

Ada 4 (empat) istilah yang memiliki kemiripan arti, yaitu nilai, norma, etika, dan moral. Nilai diartikan sebagai sifat-sifat atau hal-hal penting/berguna bagi kemanusiaan (KBI, 1990) atau sesuatu yang berharga bagi kehidupan manusia (Vembriarto, 1982). Nilai bersifat abstrak, hanya dapat dipikirkan, dipahami, dan dihayati. Sebagai contoh nilai kejujuran tidak dapat dikonkretkan dalam bentuk perilaku yang baku. Jika ada anak mengembalikan barang yang ditemukan kepada pemiliknya, maka perbuatan tersebut hanyalah salah satu contoh nilai kejujuran, bukan bentuk baku kejujuran.

Ada empat sumber nilai dan empat jenis nilai, yaitu nilai yang bersumber dari:

a. ratio: jenis nilai benar-salah (nilai hukum);
b. kehendak: jenis nilai baik-buruk (nilai moral);
c. perasaan: jenis nilai indah-tidak indah (nilai estetika);
d. agama: jenis nilai religius-tidak religius (nilai agama);

Norma adalah ukuran, garis pengarah, atau aturan kaidah bagi pertimbangan dan penilaian atau aturan mengenai cara bertingkah laku dalam kehidupan manusia. Norma bersumber dari nilai dan berisi perintah atau larangan.

Etika dan moral sering diartikan sama, namun sebenarnya ada sedikit perbedaan antara keduanya. Etika (ilmu) mempunyai arti lebih luas daripada moral (ajaran). Etika adalah ilmu yang mempelajari tentang hal yang baik dan hal yang buruk (KBI, 1990). Moral adalah ajaran tentang baik-buruk yang diterima umum mengenai tingkah laku atau perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya; akhlak, budi pekerti, susila (KBI, 1990). Moral mengacu pada baik buruknya manusia sebagai manusia, bukan manusia sebagai pelaku peran tertentu dan terbatas. Dapat terjadi seorang anak bermoral jujur, tetapi berperilaku kurang baik dalam kesehariannya.

Etika dan moral bersumber pada norma, dan norma bersumber pada nilai. Etika bersifat ilmiah (struktur kehidupan), sedang moral bersifat aplikatif (bagai-mana manusia harus hidup). Nilai-nilai yang dianut seseorang bersumber pada kepribadian orang yang bersangkutan. Kejujuran adalah suatu nilai, larangan menipu atau larangan berbohong adalah norma kejujuran, dan tidak menipu atau tidak berbohong adalah moral kejujuran.

Istilah nilai sama dengan istilah karakter atau tabiat. Nilai terdiri atas sejumlah sikap dan sejumlah nilai menyusun kepribadian seseorang. Nilai luhur artinya nilai yang sangat baik, nilai luhur bangsa Indonesia adalah kumulasi nilai suku-suku bangsa Indonesia. Nilai luhur suku bangsa Indonesia merupakan kumulasi dari nilai perorangan penduduk Indonesia. Warga negara Indonesia memperoleh pendidikan nilai/karakter melalui pendidikan, pemuka agama, pemuka adat, pemuka pemerintahan, dan sebagainya.

B. Pentingnya Pendidikan Karakter dalam Keluarga

Sebenarnya selama ini tanpa disadari semua guru telah menanamkan nilai-nilai yang baik dalam pembentukan karakter anak didiknya. Demikian pula orangtua, dalam kehidupan sehari-hari sering memberi perintah dan larangan yang berkaitan dengan norma yang ada dalam kehidupan, seperti norma susila, norma kesopanan, norma sosial, dan norma agama. Bagi seorang guru, tugasnya bukan sekedar mengajar, tetapi lebih dari itu guru mendidik anak didiknya agar berperilaku baik dan terpuji. Namun penanaman nilai-nilai tersebut tidak dilakukan secara intensif, hanya merupakan sisipan di sela-sela mengajar atau ketika berinteraksi di luar kelas dengan anak didiknya. Oleh karena itulah saat ini bangsa kita berbenah diri dengan mengintegrasikan penanaman karakter melalui semua mata pelajaran, bukan hanya menjadi tugas guru mata pelajaran agama dan pendidikan kewarganegaraan.

Bagi anak, orangtua (ayah ibu) merupakan figur orang dewasa pertama yang dikenal anak sejak bayi. Selain kedekatan karena faktor biologis, anak biasanya cukup dekat dengan ayah ibunya karena hampir seluruh hidupnya dekat dan dihabiskan bersama orangtuanya. Oleh karena itu, ayah ibu meniliki pengaruh besar terhadap perkembangan anak, termasuk perkembangan karakternya. Berka-itan dengan hal itu, maka orangtua perlu belajar tentang bagaimana mengembang-kan karakter yang baik bagi anak-anaknya.

Pada kenyataannya, suatu data penelitian menyatakan bahwa dari 100% orangtua, yang mampu dan sadar untuk dapat mendidik karakter anak tidak lebih dari 20% atau 30%, selebihnya tidak memiliki kapasitas untuk mendidik anak (Harry, 2002). Banyak kasus kerusakan moral dan perilaku anak yang terjadi disebabkan pengaruh buruk dari pengasuhan orangtua yang tidak patut. Selain itu tantangan kehidupan modern yang ditandai dengan berbagai fenomena, seperti kedua orangtua bekerja, derasnya arus informasi media cetak dan elektronik nyaris tanpa batas ruang dan waktu, dan maraknya pornografi yang tidak terben-dung, diduga juga berpengaruh signifikan terhadap pengembangan karakter anak. Oleh karena itulah ketika suatu keluarga mendapatkan anak, hal utama yang paling penting dipersiapkan adalah bekal penanaman karakter bagi si buah hati.

Pengembangan karakter anak merupakan upaya yang perlu melibatkan semua pihak, baik keluarga inti, keluarga batih (kakek-nenek), sekolah, masya-rakat, maupun pemerintah. Pada keluarga inti, peranan utama pendidikan karakter terletak pada ayah ibu. Keluarga hendaknya menjadi sekolah untuk kasih sayang (school of love) atau tempat belajar yang penuh cinta sejati dan kasih sayang.

Menurut Gunadi ada tiga peran utama yang dapat dilakukan ayah ibu dalam mengembangkan karakter anak, yaitu:
  1. berkewajiban menciptakan suasana yang hangat dan tenteram, karena tanpa suasana yang demikian anak akan terhambat pertumbuhan jiwanya, akibatnya anak hidup dalam ketegangan dan ketakutan.
  2. menjadi panutan yang positif bagi anak, karena anak belajar terbanyak dari apa yang dilihatnya, bukan dari apa yang didengarnya. Karakter orangtua yang diperlihatkan melalui perilaku nyata merupakan bahan pelajaran yang akan diserap anak.
  3. mendidik anak, artinya mengajarkan karakter yang baik dan mendisiplinkan anak agar berperilaku sesuai dengan apa yang telah diajarkannya.
Keluarga yang sehat dicirikan dengan keterlibatan orangtua dalam mendidik anak. Dengan keterlibatan orangtua anak akan mengidolakannya sebagai figur yang patut ditauladani dan anak merasakan memiliki hubungan emosional yang lebih kuat dengan orangtuanya. Dengan seringnya orangtua berkomunikasi dengan anak, maka anak merasa diperhatikan dan orangtua merasa dihormati. Semakin besar dukungan orangtua pada anak semakin tinggi perilaku positif anak (http://www.bkkbn.co.id). Jadi, orangtua harus dapat menjadi taula-dan bagi anak-anaknya jika menginginkan anak-anaknya memiliki karakter yang baik dan terpuji, karena satu tauladan lebih baik daripada seribu nasehat yang diucapkan setiap hari.

C. Penanaman Karakter dalam Keluarga

Widyawati memberikan beberapa petun-juk bagi orangtua untuk mengembangkan karakter anak, yaitu:

1. memperlakukan anak sesuai dengan karakteristik anak dan memahami bahwa setiap anak bersifat unik;
2. memenuhi kebutuhan dasar anak, seperti kebutuhan kasih sayang, pemberian makanan bernutrisi, rasa aman, dan nyaman;
3. memperhatikan pola pendidikan yang diajarkan oleh guru di sekolah anak dan mencoba menyelaraskan pola tersebut dengan pola pendidikan di rumah;
4. memberikan dukungan dan penghargaan ketika anak menampilkan perilaku yang terpuji;
5. memberikan fasilitas lingkungan yang sesuai dengan usia perkembangannya,
6. bersikap tegas dan konsisten.

Sebaliknya, ada beberapa hal yang perlu dihindari orangtua dalam pengembangan karakter anak, yaitu:

1. memaksakan ambisi pada anak, apalagi jika bertentangan dengan karakter dasar anak;
2. berkata atau berbuat kasar pada anak yang dapat menimbulkan ketaatan sesaat dan kepribadian pemberontak;
3. tidak membanding-bandingkan anak;
4. tidak terlalu sering berganti-ganti pola didik karena cenderung mempengaruhi kepribadian anak; dan
5. tidak melemahkan pola didik dengan penganiayaan pada anak, baik secara verbal maupun fisik.

Secara rinci, setidaknya terdapat 10 cara yang dapat dilakukan orangtua untuk mendidik secara tepat dalam rangka mengembangkan karakter yang baik pada anak, yaitu (http://www.charactered.net):

1. meletakkan agenda pembentukan karakter anak sebagai prioritas utama;
2. memikirkan jumlah waktu untuk berkomunikasi dengan anak-anak;
3. memberikan tauladan yang baik;
4. menyeleksi berbagai informasi dari media yang digunakan anak;
5. menggunakan bahasa yang jelas dan lugas tentang perilaku yang baik dan buruk, perbuatan yang boleh dan tidak boleh;
6. memberikan hukuman dengan kasih sayang;
7. belajar mendengarkan anak;
8. terlibat dengan kehidupan sekolah anak;
9. selalu makan bersama, setidaknya sekali dalam sehari; dan
10. tidak mendidik hanya dengan kata-kata.

Ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh ayah untuk mengasuh anak dalam mengembangkan karakter, yaitu

1. selalu menyediakan waktu untuk berinteraksi dengan anak meskipun hanya sebentar, seperti bermain, memberi pujian/dukungan, menanyakan kejadian-kejadian yang dialami anak;
2. menghindari tingkah laku menghina, meremehkan, memarahi, dan memerintah anak, karena akan menimbulkan perilaku agresif dan tidak kooperatif;
3. mengusahakan ikut terlibat secara aktif dalam mentransfer nilai-nilai yang baik saat bersama anak; dan
4. mengupayakan diri sebagai figur idola bagi anak-anaknya, seperti kasih sa-yang, perhatian, sikap tulus, tauladan, kehangatan sekaligus kewibawaan.

Keterlibatan ayah sebaiknya didukung oleh ibu agar ayah dapat menikmati benar perannya dalam turut serta mendidik anaknya. Perlu dibangun keeratan hu-bungan ayah dengan anak melalui cara

1. menyadari tanggung jawab dan hak sebagai orangtua;
2. menyadari keterlibatannya dengan baik;
3. menjaga konsistensi;
4. meluangkan waktu untuk aktivitas di rumah;
5. memeliharan jalinan komunikasi;
6. mengajak anak berbicara, tertawa, atau bermain;
7. melibatkan anak dalam pekerjaan;
8. membangun citra diri anak;

Anak-anak yang diasuh dan dididik secara baik dan dibekali dengan pendidikan yang memadai termasuk pembentukan karakter yang baik yang diharapkan akan menjadi anak yang baik di masa depannya. Dengan bekal pembentukan karakter yang baik sejak dini, seseorang dapat melakukan banyak hal yang jauh lebih baik dan bermartabat dibandingkan dengan orang yang tidak dibekali karakter yang baik.

D. Nilai-nilai Karakter Pokok dan Utama

Ada banyak nilai yang dapat dikembangkan pada peserta didik. Mena-namkan semua butir nilai tersebut merupakan tugas yang sangat berat. Oleh karena itu perlu dipilih nilai-nilai tertentu sebagai karakter utama yang pena-namannya diprioritaskan. Bagi anak tingkat SD/SMP, karakter utama yang dapat ditanamkan adalah:

1. Kereligiusan
2. Kejujuran
3. Kecerdasan
4. Ketangguhan
5. Kedemokratisan
6. Kepedulian
7. Kemandirian
8. Berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif
9. Keberanian mengambil risiko
10. Berorientasi pada tindakan
11. Kepemimpinan
12. Kerja keras
13. Tanggung jawab
14. Gaya hidup sehat
15. Kedisiplinan
16. Percaya diri
17. Keingintahuan
18. Cinta ilmu
19. Kesadaran akan hak dan kewajiban diri dan orang lain
20. Kepatuhan terhadap aturan-aturan sosial
21. Menghargai karya dan prestasi orang lain
22. Kesantunan
23. Nasionalis
24. Menghargai keberagaman

DAFTAR PUSTAKA
  • Borba, Michele. (2008). Membangun kecerdasan moral: Tujuh kebajikan utama agar anak bermoral tinggi. Terj. oleh Lina Yusuf. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
  • Doni Koesoema A. (2007). Pendidikan karakter: Strategi mendidik anak di zaman global. Jakarta: Grasindo. Cet. I.
  • Depdikbud. (1990). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
  • Kemendiknas. (2010). Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama. Jakarta: Kemendiknas
  • Kevin Ryan & Karen E. Bohlin. (1999). Building character in schools: Practical ways to bring moral instruction to life. San Francisco: Jossey Bass.
  • Syaifudin Azwar. (1993). Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta: Andi Offset.
  • Vembriarto, dkk. (1982). Kamus pendidikan. Jakarta: Gramedia.


Makalah atau artikelnya sudah di share, makasih ya !

Mau Makalah Gratis! Silahkan Tulis Email Anda.
Print PDF
Previous
Next Post »
Copyright © 2012 Aneka Makalah - All Rights Reserved