Aneka Ragam Makalah

Tafsir al-Ahkam Karya Abdul Halim Hasan



Jika bermanfaat, Mohon di Share ya !. kalau sempat sumbang tulisannya ya !
Negara Indonesia merupakan salah satu negara dengan penduduk mayoritas ummat Islam terbanyak di dunia. Dinamka intelektual ke-Islaman di Indonesia diharapkan dapat menjadi basis kebangkitan pemikiran dan peradaban ummat Muslim. Memang tidaklah aneh untuk berhipothesis demikian, karena kapasitas negara Indonesia sebagai salah satu negara dengan mayoritas penduduk ummat Islam.
Ping your blog, website, or RSS feed for Free

Lebih menyempit lagi, menurut Prof. DR. N. Ahmad Fadhil Lubis, berdasarkan diskusinya dengan salah seorang profesor dari Amerika yang sudah lama meneliti dinamika intelektual Islam di Medan menyatakan bahwa Medan merupakan salah satu sentra penting kebangkitan gerakan keIslaman di Indonesia.[1]

Ironisnya, harapan ideal tersebut sangat jauh dari meyakinkan bila karya-karya dalam khazanah intelektual keIslaman dipakai sebagai tolak ukurnya. Kekecewaan ini pernah diungkapkan oleh seorang peneliti asal Belanda, DR. Martin Van Bruinessen yang menyatakan bahwa penelitian tentang Tafsir Arifin Abbas dan kawan-kawan yang diadakannya di Indonesia mengalami kesulitan karena ketiadaan bahan rujukan, malah koleksi mereka di Belanda jauh lebih lengkap dari pada di daerah tempat tinggal pengarang buku tersebut.[2]

Berbicara tentang dinamika intelektual Islam akan mengarahkan kita kepada salah satu tokoh asli Sumatera Utara yang dikenal dengan keluasan ilmunya. Adalah Abdul Halim Hassan yang kemudian menyumbangkan pemikirannya dalam Tafsir al-Ahkam.

Karya ini banyak dipuji oleh kalangan ulama dan para sarjanawan yang mengkaji ilmu-ilmu keIslaman, khususnya dalam bidang kajian Alquran. Karya ini merupakan karya yang muncul ditengah stagnasi pergerakan intelektual Islam di Sumatera Utara. Makalah ini akan mencoba untuk menguraikan beberapa hal tentang Tafsir al-Ahkam karya Abdul Halim Hassan, baik dari segi pengarangnya maupun karyanya.

B. Sejarah Hidup Abdul Halim Hasan.

Abdul Halim Hasan lahir di Binjai pada tanggal 15 Mei 1901. Beliau berasal dari dan dibesarkan di keluarga petani. Dari sejak masa kecilnya, beliau telah menunjukkan sifat-sifat yang terpuji. Perhatiannya banyak tertuju kepada keIlmuan Islam, hal ini ditunjukkan dengan gemarnya beliau membaca buku-buku Islam dari masa kecilnya. Beliau berguru kepada beberapa tokoh di Binjai. Diperkirakan beberapa ulama yang beliau berguru kepadanya merupakan tokoh-tokoh ilmu Hadis, Tafsir dan beberapa disiplin ilmu lainnya. 

Selain dalam bidang ilmu keIslaman, beliau juga belajar ilmu politik, pers dan jurnalistik. Bahasa Inggris juga tidak luput dari ilmu yang ia pelajari. Aktivitasnya dalam dunia keilmuan terus berlanjut dengan mengambil profesi sebagai guru sejak muda.

Ada sebuah kesadaran yang tampaknya tertanam dalam diri tokoh ini sejak belia bahwa media yang sangat berpengaruh dan efektif untuk menyampaikan gagasan adalah tulisan. Hal ini dapat dipahami mengingat beliau adalah seorang yang gemar membaca buku.

Hasilnya kemudian adalah bahwa beliau aktif menulis di beberapa media. Akan tetapi masterpiecnya adalah Tafsir al-Ahkam yang ia tulis sendirian, dan Tafsir Alquran Karim yang ditulis bersama dua tokoh lainnya. Dalam sejarah ringkas kehidupan beliau disebutkan ada sembilan karya yang telah berhasil ia ciptakan, dan tema besarnya adalah kajian hukum Islam.

Beliau merupakan seorang pejuang kemerdekaan penting pada masanya, hal ini dibuktikan bahwa ia mendapatkan dua buah telegram dari bukit tinggi yang berisi pemberitahuan proklamasi kemerdekaan Indonesia.

Pada masa selanjutnya, dalam dunia pendidikan, beliau aktif mengajar di UISU. Beliau dikenal sebagai seorang tokoh yang sederhana yang rama kepada mahasiswanya meskipun beliau dikenal sebagao seorang dosen yang kapasitasnya tidak diragukan dalam bidangnya. Ada banyak tokoh-tokoh IAIN SU yang punya pengalaman diajar oleh beliau dan semuanya berkesan demikian. Keramahan beliau tidak hanya dalam berkomunikasi dengan mahasiswa, akan tetapi sikapnya yang mau menerima gagasan-gagasan murid-muridnya.

Dalam masalah pemikiran, beliau adalah seorang tokoh yang sangat moderat. Mayoritas tokoh-tokoh keilmuan yang mengenal beliau akan menyebutkan sifat yang satu ini ketika berbicara tentangnya. Kemoderatan beliau ini ditunjukkan dengan tanpa ada paksaan kepada orang lain untuk mengikuti pola pikir yang beliau anut. Ada kebebasan untuk berfikir, begitulah yang ditanamkan oleh tokoh moderat ini.

Dengan keluasan ilmunya yang diakui oleh banyak tokoh-tokoh keilmuan medan, beliau tidak menyimpang dari arus utama pemikiran ummat Islam. Beliau menguasai dengan baik beberapa pemikiran mazhab hukum Islam yang kemudian ia bandingkan untuk ia sampaikan kepada masyarakat yang bergaul dengannya.

Salah satu yang akan sering diingat oleh masyarakat intelek tentang Abdul Halim Hasan adalah aktivitasnya di dua ormas besar di Sumatera Utara, yakni al-Washliyah dan Muhammadiyah pada waktu yang bersamaan, padahal ke-dua ormas ini merupakan dua organisasi yang mempunyai corak pemikiran yang sungguh berbeda. Akan tetapi beliau menempatkan dirinya dengan baik di kedua ormas ini.

Singkatnya, para tokoh-tokoh yang mengenalnya langsung, atau yang hanya membaca karyanya menyatakan bahwa Abdul Halim Hasan adalah seorang tokoh moderat yang luas wawasan pengetahuan keilmuannya, produktif dan mempunyai andil besar dalam perubahan dan pencerahan pemikiran ummat Islam di Sumatera Utara yang ia lakoni sebagai da’i dan penulis.

C. Latar Belakang Penerbitan Tafsir al-Ahkam.

Karya Tafsir al-Ahkam ini tidak diterbitkan semasa hidup Abdul Halim Hasan. Gagasan untuk menerbitkan buku ini, berdasarkan sambutan Azhari Akmal Tarigan, muncul dari Azhari Akmal Tarigan yang kemudian bekerjasama dengan Agus Khair.[3] Keduanya merupakan editor buku ini.

Gagasan untuk menerbitkan karya Abdul Halim Hasan yang masih dalam bentuk script inipun lalu di sambut dengan baik oleh putra Abdul Halim Hasan, Amru Daulay, S.H. Ternyata, penerbitan buku ini juga disambut baik oleh kalangan intelek di Sumatera Utara, hal ini terlihat pada seminar peluncuran buku Tafsir al-Ahkam ini.[4]

Prof. H. M. Yassir, salah seorang narasumber dalam seminar peluncuran buku Tafsir al-Ahkam menyatakan bahwa salah satu tujuan yang tampak sangat jelas pada diri Abdul Halim Hasan Binjai adalah menjembatani perbedaan perbendapat ummat Islam dalam banyak hal. Tujuan ini tentu saja kemudian sangat kental terlihat dalam corak penafsiran beliau di dalam Tafsir al-Ahkam.[5]

Dalam kehidupan, sehari-hari saja, usaha untuk menjembatani perbedaan paham di dalam kalangan ummat Islam terlihat dengan sikap beliau yang mau berpartisipasi dalam dua ormas besar Islam yang relatif pemahamnya tidak sama. Perbedaan memang harus disikapi dengan arif, dengan begitu tidak akan muncul fanatisme terhadap sebuah golongan akan tetapi moderatisme akan menggantikan fanatisme tersebut.

Adalah merupakan sebuah kecenderungan umum bagi semua manusia, bahwa pandangan sempit akan mengkungkung pemikiran. Pandangan dan wawasan yang sempit akan menyuburkan fanatisme, sebaliknya wawasan dan pandangan yang luas dan mendalam akan melahirkan moderatisme.

Moderatisme tampkanya tidak bisa dilupakan sebagai salah satu tujuan dalam penulisan Tafsir al-Ahkam ini. Pemahaman beliau tentang metodologi pengambilan hukum beberapa mazhab hukum telah mengantarkannya kepada sikap yang sangat menghormati kesimpulan hukum yang dianut seseorang asalkan didasarkan pada sumber yang jelas.

Dalam kata pengantar Abdul Halim Hasan disebutkan bahwa beliau menyatakan bahwa tidaklah salah bila kemudian seseorang mencermati kesimpulan hukum dan metodologi mazhab, lalu membandingkannya dengan yang lainnya. Dengan rendah hati kemudian ia menyatakan bahwa dia hanya mentarjih beberapa pendapat hukum beberapa mazhab sesuai dengan kajiannya.

Sikap moerat beliau telah menjadikannya sebagai seorang yang dihormati dan disukai di banyak kalangan dan di beberapa ormas yang yang berbeda. Moderatisme inilah tampkanya yang harus ditiru oleh ummat Islam, menghormati pendapat hukum, tidak menyalahkan bahkan tidak mematok yang mana yang benar.[6] Karena metodologi yang berbeda akan menghasilkan pendapat yang berbeda pula, dan pendapat atau kesimpulan hukum tersebut harus dihormati oleh orang lain yang mempunyai pendapat hukum berbeda.

Sebagai karya yang berjudul Tafsir al-Ahkam, maka tentu saja fokus utama karya ini adalah masalah hukum, baik aktual maupun klasik. Pendekatan yang diberikan dalam masalah hukumpun relatif aktual. Ini akan didapatkan pada penafsiran beliau yang banyak mengupas masalah-masalah aktual berangkat dari dalil-dalil yang dari dulu sudah dipakai oleh para ulama hukum untuk masalah yang berbeda.

Moderatisme seorang Abdul Halim Hasan tentu tidak akan terpisahkan dengan dasar wawasan dan pengetahuannya yang luas, mendasar dan mendalam. Sikap moderatisme yang dilandasi oleh pengetahuan yang dalam ini akan terlihat dalam kajian-kajian yang ada dalam kitab Tafsir al-Ahkam. Layaknya sikap moerat beliau, keluasan wawasan dan pengetahuan beliau dalam mengupas kajiannya diakui oleh tokoh-tokoh yang sudah mengenal beliau langsung atau hanya melalui tulisannya.

Sebagai seorang da’I, Abdul Halim Hasan Binjai dikenal seorang yang sangat bersemangat dan berperan dalam mencerahkan pemikiran keIslaman di Sumatera Utara. Baik melalui tulisan maupun lisan, peran besar beliau telah dikaji baik dengan kajian yang mendalam ataupun kajian singkat oleh beberapa tokoh intelektual. Kebanyakan, bahkan hampir seluruh kajian tersebut menyimpulkan bahwa Abdul Halim Hasan adalah seorang ulama yang sangat berperan dalam mencerahkan pemikiran ummat Islam di Sumatera Utara.

Tulisan, baik dalam bentuk buku maupun artikel-artikel di beberapa media merupakan sarana untuk menyampaikan gagasan-gagasan Alquran kepada masyarakat. hal ini merupakan salah satu tujuan Abdul Halim Hasan dalam karyanya ini. Keyakinan ini, seperti diuraikan sebelumnya telah tertanam kuat pada diri beliau, keinginan untuk memanfaatkan media tulisan sebagai sarana penyampai gagasan-gagasan Islam, dalam hal ini gagasan Alquran tampaknya disadari sepenuhnya oleh beliau. Ini dapat ditangkap oleh mereka yang mengkaji karya ini secara kritis.





D. Tafsir al-Ahkam: Kajian Kritis.

Pementingan Terhadap Metodologi

Kitab Tafsir al-Ahkam yang ditulis oleh Abdul Halim Hasan ini ditujukan untuk kalangan umum, bukan untuk kalangan terbatas. Meski demikian, tidak seperti karya tafsir al-ahkam pada umumnya, pada pembahasan awal dalam karyanya adalah metodologi. Metodologi, bagi kalangan umum sering dianggap tidak penting, tapi tidak demikian menurut beliau. Metodologi adalah cara yang akan mengantarkan seseorang kepada kesimpulan. Artinya corak metodologi yang dipakai akan mencoraki pendapat hukum.

Pembahasan pertama di Tafsir al-Ahkam adalah Segala Sesuatu Pada Dasarnya Adalah Halal Sepanjang Tidak Ada Nash Yang Melarangnya, ini merupakan landasan falsafi.[7] Menurut beliau kajian ini penting, karena akan mempengaruhi kajian segala sesuatu yang berkenaan dengan hukum. Ini merupakan kaedah usul fikih, atau kaidah dasar pengambilan hukum. Hal ini merupakan salah satu bukti bahwa Abdul Halim Binjai sangat mementingkan metodologi bagi para pembacanya.

Mengenal konsep dan hukum dasar adalah sangat penting untuk memahami kajian selanjutnya. Beliau sangat menginginkan bahwa masyarakat juga harus bisa memahami hal-hal dasar yang bersifat filosofis dan fundamental.

Setelah mengenalkan hukum dasar yang diambil dari dalil-dalil yang kuat, barulah kemudian beliau memaparkan beberapa pendapat hukum yang berbeda tentang suatu masalah yang sama, sehingga para pembaca mendapatkan wawasan yang luas. Ini merupakan salah satu keistimewaan karya ini.

Kajian lain yang merupakan landasan filosofis adalah uraian tentang nasikh dan mansukh dalam Alquran. Ini juga tentu menjadi penting, sebab memahami nash-nash Alquran membutuhkan pengetahuan tentang hal tersebut, paling tidak untuk meyakinkan apa memang di Alquran ada nasikh dan mansukh atau tidak.[8]

Jenis Tafsir al-Ahkam.

Dilihat dari jenis Tafsir al-Ahkam karya Abdul Halim Hasan ini, maka sepintas dapat dikatakan bahwa tafsir ini merupakan salah satu bentuk tafsir Muqarin. Defenisi tafsir Muqarin adalah metode tafsir yang membandingkan suatu ayat dengan ayat lain. Sementara yang dibandingkan oleh Abdul Halim Hasan di sini adalah pendapat para ulama dalam sebuah masalah. Memang tidaklah seluruhnya tepat untuk mengatakan bahwa Tafsir al-Ahkam adalah tafsir al-muqarin.[9]

Tafsir ini juga tidak dapat dikatakan sebagai tafsir Maudhu’I, karena tafsir Maudhu’I adalah tafsir yang mengkaji sebuah tema dengan kajian seluruh ayat yang berhubungan dengannya yang terdapat dalam Alquran.[10] Sementara Tafsir al-Ahkam ini memulai kajian dengan mencari materi hukum yang terdapat dalam sebuah ayat. Dengan begitu, titik beratnya bukan mencari ayat untuk sebuah tema, tapi mencari masalah hukum yang terkandung dalam suatu ayat.

Sumber Informasi Tafsir

Bila ditinjau dari sumber-sumber yang digunakan dalam menafsirkan ayat, maka tafsir ini menggunakan sumber baik yang ma’tsur maupun birra’yi. Beliau menggunakan riwayat-riwayat dari sahabat ataupun yang lainnya untuk menjelaskan materi hukum, juga mengutip pendapat para ulama fikih terdahulu. Jadi tafsir ini tidak murni tafsir bil ma’tsur ataupun bir ra’yi, tapi lebih kepada kombinasi antara keduanya.

Penulisan Sumber Informasi.

Dalam penulisan, DR. Lahmuddin Nasution, sebagai pentashih, menyatakan bahwa pencatatan pengutipan Tafsir al-Ahkam sangat detil dan cermat meskipun tidak semua kutipan diberikan catatan kaki.[11]

Moderatisme.

Seperti diuraikan sebelumnya, hampir semua tokoh yang mengkaji Tafsir al-Ahkam ini menyatakan bahwa moderatisme sangat kental di dalam kajian tafsir ini. Moderatisme itu ditunjukkan dengan memaparkan beberapa pendapat-pendapat hukum yang beliau anggap penting tentang suatu masalah, lalu kemudian tidak mematok di mana yang benar dan mana yang salah.

Adalah Ibnu Rusydi dalam karyanya Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtasid yang juga menggunakan metode yang sama dalam menyajikan sebuah masalah.[12] Dalam sebuah masalah yang ia kaji, Ibnu Rusydi selalu memaparkan pendapat-pendapat hukum yang layak dipertimbangkan serta menguraikan akar masalah bagi para pembaca.

Meski tidak dalam semua masalah, Abdul Halim Hasan juga sangat getol untuk memaparkan pendapat-pendapat hukum yang berbeda tentang suatu masalah. Kemoderatannya terlihat ketika ia menyatakan bahwa ia hanya merajih beberapa pendapat menurut pengetahuan yang ia ketahui.

Bahasa Sederhana.

Menyoal bahasa dan ekspresi yang ditampilkan oleh Abdul Halim Hasan dalam Tafsir al-Ahkamnya, beliau menggunakan bahasa yang sederhana dan sangat mudah dipahami. Kalimat-kalimat yang dipakai dalam daftar isi saja banyak berupa pertanyaaan yang seseorang bisa mengetahui apa fokus kajian sub-bab tersebut.



E. Pendidikan Dalam Tafsir al-Ahkam.

Dalam penelusuran kami mencari materi-materi pendidikan di dalam Tafsir al-Ahkam karya Abdul Hasan Binjai, tercatat ada delapan ayat yang kami gunakan sebagai dasar-dasar falsafah pendidikan. Delapan ayat tersebut adalah:

وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ(78)

Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur. (QS an-Nahl: 28)

وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حُسْنًا وَإِنْ جَاهَدَاكَ لِتُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ(8)

Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu-bapaknya. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya. Hanya kepada-Ku-lah kembalimu, lalu Aku kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (QS al-Ankabut: 8)

إِنَّ فِي ذَلِكَ لَعِبْرَةً لِأُولِي الْأَبْصَارِ(13)

Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai mata hati.(QS Ali Imran: 13)
لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِأُولِي الْأَلْبَابِ

Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. (QS Yusuf: 111)

إِنَّ فِي ذَلِكَ لَعِبْرَةً لِأُولِي الْأَبْصَارِ(44)

Sesungguhnya pada yang demikian itu, terdapat pelajaran yang besar bagi orang-orang yang mempunyai penglihatan. (QS an-Nur: 44)

فَاعْتَبِرُوا يَاأُولِي الْأَبْصَارِ(2)

Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai pandangan.(QS al-Hasyr: 2)

Dan beberapa ayat tentang ibrah lainnya.

Layaknya kitab kitab tafsir al-Ahkam lainnya, secara eksklusiv dan implisit buku ini tidak memuat apalagi menjelaskan materi-materi pendidikan. Malam memang akan sangat aneh apabila kitab Tafsir al-Ahkam karya Abdul Halim Hasan Binjai ini memuat materi-materi pendidikan. Karena, sesuai dengan judulnya kitab ini hanyalah menguraikan dan menafsirkan materi-materi hukum saja.

Pencarian kami lanjutkan dengan mencari konsep ibrah dalam hubungannya dengan pendidikan, dan seperti yang kami duga hasilnya adalah nihil. Delapan ayat dan beberapa ayat lain yang memuat kata ibrah tidak ditemukan dalam tafsir ini.

Namun, bila materi pendidikan yang dicari adalah bersifat extradionary, artinya meluas, maka ada beberapa ayat hukum, pada dasarnya, yang bisa diaplikasikan ke dalam materi pendidikan atau bersangkutan dengan pendidikan. Dalam pencarian kami di daftar isi kitab Tafsir al-Ahkam karya Abdul Halim Hasan Binjai ini, hanya ada dua sub-bab yang mungkin bisa ditarik ke dalam kajian pendidikan.

1. Pertama adalah tentang manajemen yang baik untuk menghindari permasalah.(al-Baqarah: 202).[13]

Kajian ini pada dasarnya merupakan suruhan untuk mencatat hutang sebagai bukti bila terjadi sengketa. Seperti kami katakan sebelumnya, bahwa ini dapat dijadikan sebagai landasan yang sangat bagus untuk pencatatan administrasi pendidikan demi kelancaran operasi pendidikan.

Tidak dapat diragukan lagi, bahwa pencatatan kehadiran guru dan siswa, pencatatan honorium, dan sebagainya sangatlah penting dalam dunia pendidikan.

2. Laki-laki mengatur perempuan (an-Nisa: 34).[14]

Dalam hal ini, pendapat Abdul Hasan Binjai tentang alasan mengapa laki-laki harus bisa memimpin perempuan dalam rumah tangga, yakni: pertama bahwa laki-laki pada umumnya memiliki watak yang lebih kuat dibanding perempuan dan kedua adalah bahwa laki-laki wajib membiayai perempuan, bila ditarik ke dalam kajian pendidikan maka akan menghasilkan aturan dalam pendidikan rumah tangga, baik terhadap istri maupun anak-anak dalam pendidikan pertama yakni pendidikan rumah.

Pendidikan di rumah mendapat peranan penting dalam dunia pendidikan Islam dikarenakan: pertama bahwa pendidikan pertama yang didapatkan oleh anak adalah pendidikan di rumah, kedua bahwa kehormatan anak terhadap orang-tuanya lebih dari bila dibandingkan dengan gurunya, ketiga bahwa keluarga adalah orang yang pertama dikenal oleh anak dan terakhir adalah waktu yang dihabiskan oleh anak jauh lebih banyak di rumah daripada di sekolah.[15]

Maka dalam hal ini tentu saja, suami harus bisa mengarahkan isterinya yang merupakan aktor utama pendidkan rumah, pada umumnya, ke arah yang lebih baik dalam mendidik keturunan.

Jika Anda Tertarik untuk mengcopy Makalah ini, maka secara ikhlas saya mengijnkannya, tapi saya berharap sobat menaruh link saya ya..saya yakin Sobat orang yang baik. selain Tafsir al-Ahkam Karya Abdul Halim Hasan, anda dapat membaca Makalah lainnya di Aneka Ragam Makalah. dan Jika Anda Ingin Berbagi Makalah Anda ke blog saya silahkan anda klik disini.
Daftar Pustaka dan Footnote

Daftar Pustaka



Binjai, Abdul Hasan, Tafsir al-Ahkam. Jakarta: Kencanan Pranada Group, 2006.



Lahmuddin Nasution pada kata sambutan, Tafsir al-Ahkam. Jakarta: Kencanan Pranada Group, 2006.



Lubis, N. A. Fadhil, Hukum Islam dan Perubahan Sosial; Makalah yang disampaikan pada peluncuran buku Tafsir al-Ahkam karya Abdul Halim Hasan, tgl. 17 Juni 2006.



Nasution, M. Yassi,r Tafsir Al-Ahkam H. Abdul Halim Hasan; Makalah yang disampaikan pada peluncuran buku Tafsir al-Ahkam karya Abdul Halim Hasan, tgl. 17 Juni 2006.



Syah, H. Abdullah, Pemikiran Hukum Dalam Bidang Ibadah Dalam Tafsir al-Ahkam Karya Tuan Syekh H. Abdul Halim Hasan Binaji; Makalah yang disampaikan pada peluncuran buku Tafsir al-Ahkam karya Abdul Halim Hasan, tgl. 17 Juni 2006.



Shihab, Quraisy, Bebeberapa Aspek Ilmiyah dalam Alquran. Jakarta: Perguruan Tinggi Ilmu Alquran, 1986.



Wahab, Chaidir Abdul, Membedah Metodologi Tafsir Ahkam. Bandung: Citapustaka Media, 2005.



Yunus, Mahmud, at-Tarbiyah, juz. II. Ponorogo: Darussalam Press, 1995.


Footnote

[1] N. A. Fadhil Lubis, Hukum Islam dan Perubahan Sosial; Makalah yang disampaikan pada peluncuran buku Tafsir al-Ahkam karya Abdul Halim Hasan, tgl. 17 Juni 2006.



[2] M. Yassir Nasution, Tafsir Al-Ahkam H. Abdul Halim Hasan; Makalah yang disampaikan pada peluncuran buku Tafsir al-Ahkam karya Abdul Halim Hasan, tgl. 17 Juni 2006.

[3] Azhari Akmal Tarigan, Syekh Abdul Halim Hasan; Moderatisme dalam Pemikiran Hukum Islam, Prolog pada, Tafsir al-Ahkam (Jakarta: Kencanan Pranada Group, 2006),

[4] Amru Daulay pada kata sambutan, Tafsir al-Ahkam (Jakarta: Kencanan Pranada Group, 2006),

[5] M. Yassir Nasution, Tafsir Al-Ahkam H. Abdul Halim Hasan; Makalah yang disampaikan pada peluncuran buku Tafsir al-Ahkam karya Abdul Halim Hasan, tgl. 17 Juni 2006.



[6] H. Abdullah Syah, Pemikiran Hukum Dalam Bidang Ibadah Dalam Tafsir al-Ahkam Karya Tuan Syekh H. Abdul Halim Hasan Binaji; Makalah yang disampaikan pada peluncuran buku Tafsir al-Ahkam karya Abdul Halim Hasan, tgl. 17 Juni 2006.



[7] Abdul Hasan Binjai, Tafsir al-Ahkam (Jakarta: Kencanan Pranada Group, 2006), h. 1.

[8] Ibd, h. 6.

[9] Quraisy Shihab, Bebeberapa Aspek Ilmiyah dalam Alquran (Jakarta: Perguruan Tinggi Ilmu Alquran, 1986), h. 35.

[10] Chaidir Abdul Wahab, Membedah Metodologi Tafsir Ahkam (Bandung: Citapustaka Media, 2005), h. 61.

[11] Lahmuddin Nasution pada kata sambutan, Tafsir al-Ahkam (Jakarta: Kencanan Pranada Group, 2006), h. 1.

[12] Ibnu Rusydi, Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid (Beirut: Dar Fikr, 1985).

[13] Abdul Halim, Tafsir al-Ahkam, h. 174.

[14] Ibid, h. 261.

[15] Mahmud Yunus, at-Tarbiyah, juz. II (Ponorogo: Darussalam Press, 1995), h. 11.


Makalah atau artikelnya sudah di share, makasih ya !

Mau Makalah Gratis! Silahkan Tulis Email Anda.
Print PDF
Previous
Next Post »
Copyright © 2012 Aneka Makalah - All Rights Reserved