Makalah Tafsir Tematik
Oleh: Yusmami
BAB I
PENDAHULUAN
Makalah Tafsir Tematik
Oleh: Yusmami
BAB I
PENDAHULUAN
Makalah Tafsir Tematik
Alquran sebagai kumpulan kalam Allah yang diturunkan dalam bentuk wahyu kepada Nabi Muhammad saw yang berfungsi sebagai petunjuk (huda) dan pedoman hidup bagi ummat manusia di dunia mau pun di akhirat. Kesemuannya itu dapat diwujudkan jika kandungan ajaran Alquran dapat dipahami oleh manusia itu sendiri yang selanjutnya diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam kerangka memahami Alquran upaya yang dilakukan adalah melalui penafsiran-penafiran. Dengan cara ini diharapkan segala kandungan makna Alquran yang masih terselubung dalam teks (lafa§) dapat terbuka sehingga menjadi sesuatu yang jelas. Bila ditinjau dari sudut pandang sejarah penafsiran Alquran tentunya beraneka ragam metode serta bentuk dalam penafsirannya. Para ulama telah membagi metode penafsiran Alquran kepada empat metode, yaitu : metode tahlili (analitik), metode ijmal³ (umum), metode muqar³n (komparasi), dan metode Maudu’i (tematik)
Maka dalam Makalah yang sederhana ini penulis mencoba untuk menyajikan satu di antara empat metode Tafs³r tersebut, yaitu metode Mau«ui (tematik) dan penulis menyajikan dari segi Maknanya, sejarah, bentuk, langkah-langkah yang ditempuh, keistemewaan dan keterbatasannya.[1]
A. Pengertian Tafsir tematik
Banyak pengertian yang dapat diberikan terhadap tafsir tematik. secara etimologi maudhu`i berarti tema atau pembicaraan.[2] Menurut Ali Hasan Al-Aridh, Tafsir Tematik adalah suatu metode yang ditempuh oleh seorang mufassir dengan jalan menghimpun seluruh ayat-ayat Alquran ynag berbicara tentang suatu pokok pembicaraan atau tema (maudhu`i) yang mengarah kepada satu pengertian atau tujuan.[3] Al-Farmawi juga memberikan pengertian tentang terhadap Tafsir Tematik yaitu suatu metode menghimpun ayat-ayat Alquran yang memiliki kesamaan tema dan arah serta menyusunnya berdasarkan turunnya ayat-ayat tersebut, kemudian merangkainya dengan keterangan-keterangan serta mengambil suatu kesimpulan.[4] Sedangkan menurut Zahir bin Awadh, Tafsir Maudu’i yaitu : suatu metode pengeumpulan ayat-ayat Alquran yang terpisah-pisah dari berbagai surat dalam Alquran yang berhubungan dengan opik (tema) yang sama baik secara lafa§ Maupun Hukum, dan menafsirkannya sesuai dengan tujuan-tujuan Alquran.[5]
Sementara itu Baqir Al-Sadr memberikan pengertian, bahwa Tafsir Tematik yaitu : suatu metode Tafsir yang berupaya menghimpun ayat-ayat Alquran dari berbagai surat dan yang berkaiatan pule dengan persoalan atau tema yang ditetapkan sebelumnya, kemudian membahas dan mengnalisa kandungan ayat-ayat tersebut sehingga menjadi suatu kesatuan yang utuh.[6] Dari berbagai pengertian yang dikemukakan tersebut diatas, maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa Tafsir Tematik yaitu suatu metode penafsiran Alquran dimana para mufassir berupay mengumpulkan ayat-ayat Alquran dari berbagai surat yang memiliki kesamaan tema, sehingga mengarah kepada suatu pengertian dan tujuan yang sama pula.
B. Sejarah Tafsir Tematik
Pada dasarnya kita tidak dapat menentukan secara pasti awal kelahiran metod Tafsir tematik ini dalam pengertian seperti kita pahami sekarang. Karena pada dasarnya walaupun corak penafsiran seperti ini telah dapat ditemukan pada penafsir-penafsir klasik, namun istilah Tafsir maudhu`i belum popular untuk mereka gunakan. Akan tetapi Zahir bin Awadh Al-Alamiy menyebutkan, setelah melakukan pengamatan pada kitabullah dan tema-tema yang terkandung di dalamnya, Maka menjadi jelas bahwa didalam kitabullah sendiri telah terkandung kecenderungan seperti Tafsir tematik atau Tafsir Maudhu`i ini.[7]
Hal ini juga dapat kita pahami bahwa pada Masa pembukuaannya, disamping metode tafsir bercorak biasa (klasik), metode Tafsir tematik atau Tafsir Maudhu`i yang mengkaji masalah-masalah khusus berjalan beriringan dengannya. Seperti Ibnul Qayyim menulis kitab At-°ibbiyah Pi aqs±mil Quran, Abu Ubaidah menulis kitab tentang Majazul Quran, Ar-Raqib al-Asfahani menyusun Mufrodatul Quran, Abu Ja’far an-Nahas menulis An-Nasikh wa al-Mansukh dan lain sebagainya. Sebenarnya kajian-kajian qurani pada masa modern tidak satupun yang terlepas dari penafsiran sebagian ayat-ayat Alquran.[8]
C. Bentuk Metode Tafsir tematik atau Tafsir Maudhu`i
Untuk lebih memudahkan kapada pemahaman tentang Tafsir tematik atau Tafsir Maudhu`i ini, maka akan kita kemukakan bentuk-bentuk pendekatan yang dilakukan dalam metode Tafsir tematik atau Tafsir Maudhu`i ini. Pertama dengan cara mengambil satu surat dari Alquran, kemudian surat tersebut dikaji secara eseluruhannya dari awal surat hingga akhir surat, lalu dijelaskan ujuan umum dan khusus, selanjutnya dicari hubungan antara masalah-masalah (tema) yang dikemukakan ayat-ayat tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh dan sempurna dengan sasaran yang satu pula.
Sebagai contoh dari bentuk pertama metode Tafsir tematik atau Tafsir Maudhu`i ini misalnya seorang mufassir mengkaji atau menafsirkan surat Yasin. berdasarkan kajiannya ia menyimpulkan bahwa surat Yasin tersebut dapat dibagi dalam tiga bagian yang saling berkaitan, bersambung dan mengarah kepada satu masalah. Katakanlah dari awal surat sampai pada ayat yang ke-32 mengarah kepada penjelasan tentang kerasulan Muhammad SAW. Bagian keduanya dari ayat 33 sampai ayat ke 44 menetengahkan tentang dalil-dalil pembuktian atas wujudnya Allah SWT dan keluasan akan ilmuNya. Sedangkan bagian ketiganya dari ayat 45 sampai akhir menjelaskan keadaan dan berbagai macam kejadian pada masa terjadinya hari kiamat.[9]. Maka pada tiga bagian dari surat tersebut pada dasarnya merupakan satu tema, yakni dorongan untuk beriman kepada Allah, RasulNya dan Hari Kiamat. Adapun Tafsir yang masyhur dengan corak metode yang pertama ini adalah :
Na§amud ¬oror Fi Tanasibil ²yati Wassuwar.
Oleh : Al-Baqa’i
An-Nabaul ‘A§³m.
Oleh : Dr. Muhammad Abdullah Darraj.[10]
Bentuk kajian yang kedua ialah dngan cara menghimpun seluruh ayat-ayat deri berbagai surat Alquran yang mempunyai sasasran yang sama, lalu menyusunnya berdasarkan tertib turunnya, disamping mengenal sebab-sebab ayat tersebut diturunkan. Setelah itu barulah memberikan penjelasan, keterangan-keterangan, catatan dan juga menetapkan Hukum darinya. Metode yang kedua inilah yang selalu dipakai dalam pengkajian ilmiah tematik. Jadi apabila kita mendengar istilah Tafsir tematik atau Tafsir Maudhu`i maka tidak lain yang dimaksud adalah meneliti satu tema diantara tema-tema Alquran menurut standar Alquran secara utuh.[11]
Maka jika kita melihat dari bntuk yang kedua ini, tentunya Tafsir tematik atau Tafsir Maudhu`i ini memberikan rung yang luas bagi para peneliti dari berbagai disiplin ilmu, sehingga mereka dapat mengungkapkan apa yang berhubungan dengan bidang mereka dalam Alquran secara mendalam. Katakanlah misalnya seorang ahli Hukum maka akan memfokuskan diri pada ayat-ayat yang berkenaan dengan hukum-hukum atau tasyri’, seorang ahli ekonom akan menggarap ayat-ayat yang berkenaan degan ekonomi, keuangan, produksi, bagi haasil dan juga infaq, demikian pula seperti ahli perbintangan, pendidikan dan berbagai spesialisasi lainnya.
D. Langkah-Langkah Yang di Tempuh
Ada beberapa langkah yang harus ditempuh bagi seorang mufassir dalam menggunakan metode tafsir maudhui, yaitu :
Dari berbagai langkah yang dikemukakan diatas, maka kita dapat melihat beberapa persamaan dan sedikit perbedaan yang harus ditempuh bagi seorang mufassir dalam menggunakan metode tafsir tematik atau tafsir maudhu`i ini. Persamaannya adalah :
E. Keistimewaan dan Keterbatasan Tafsir Tematik atau Tafsir Maudhu`i
Sebagai suatu metode penafsiran Alquran, Maka metode Mau«’i ini memiliki beberapa keistimewaan yang juga tidak terlepas dari beberapa keterbatasannya.
1. Keistimewaan
Metode ini akan jauh dari kesalahan-kesalahan karena ia menghimpun berbagai ayat yang berkaitan dengan satu topic bahasan sehingga ayat yang satu menafsirkan ayat yang lain. Dengan metode Mau«’i seseorang mengkaji akan lebih jauh mampu untuk memberikan sesuatu pemikiran dan jawaban yang utuh dan sempurna tentang suatu pokok permasalahan (tema) yang dikaji.[15] Kesimpulan-kesimpulan yang dihasilkan mudah untuk dipahami. Hal ini karena ia membawa pembaca kepada petunjuk Alquran yangmengemukakan berbagai pembahasan yang terperinci dalam satu disiplin ilmu.
Dengan metode ini juga dapat membuktikan bahwa persoalan-persoalan yang disentuh Alquran buka bersifat teoritis semata-mata atau yang tidak dapat itrapkan dalam kehidupan masyarakat. Namun ia dapat membawa kita kepada pendapat Alquran tentang berbagai problem hidup yang disertakan pula dengan jawaban-jawabannya. Ia dapat mempertegas fungsi Alquran sebagai kitab suci serta mampu membuktikan keistimewaan-keistimewaan Alquran. Metode ini memungkin seseorang untuk menolak adanya ayat-ayat yang bertentangan dalam Alquran. [16]
2. Keterbatasan
Masih memerlukan keterlibatan Tafsir-Tafsir klasik sekalipunn Tafsir tematik ini disebut juga Tafsir mutakhir modern), karena tidak ada metode Tafsir yang mandiri. Sesuai dengan terminologinya bahwa Tafsir maudhu`i ini hanya membahas satu topic atau tema dari sekian banyak tema dalam Alquran. Dalam menerapkan metode ini bukan hanya memerlukan waktu yang panjang tetapi juga ketekunan, ketelitian, keahlian serta kemampuan akademis.[17]
Jadi metode tafsir tematik ini pula pada hakekatnya belum mengemukakan seluruh kandungan ayat Alquran yang diTafsirkannya. Maka harus diingat pembahasan yang diuraikan atau ditemukan hanya menyangkut judul yang ditetapkan oleh mufassirnya, sehingga dengan demikian mufassir harus selalu mengingat hal ini agar ia tidak dipengaruhi oleh kandungan atau isyarat-isyarat yang ditemukannya dalam ayat-ayat tersebut dalam pokok bahasannya.[18]
Secara singkat Tafsir Tematik atau tafsir maudhu`i dapat diformulasikan sebagai suatu Tafsir yang berusaha mencari jawaban-jawaban Alquran tetang suatu masalah dengan jalan menghimpunkan ayat-ayat yang berkaitan dengannya, serta menganalisa melalui ilmu-ilmu Bantu yang relevan dengan masalah-masalah yang dibahas, sehingga dapat melahirkan konsep-konsep yang utuh dari Alquran tetang berbagai masalah. Metode yang relative baru dan dianggap aktual dalam penafsiran Alquran brangkat dari suatu kesatuan yang logis dan saling berkaitan antara satu sama lainnya. Jadi tidak ada satupun kontradiksi ayat-ayat Alquran, hal ini semakin jelas sebagaimana yang ditegaskan pula didalam Alquran itu sendiri. Asumsi dasar ini berkaitan dengan prinsip yang amat masyhur dikalangan mufassir yaitu Alquran يفسر بعضه بعضا yaitu bahwa sebagian ayat Alquran diTafsirkan dengan ayat yang lain.
Dalam kerangka memahami Alquran upaya yang dilakukan adalah melalui penafsiran-penafiran. Dengan cara ini diharapkan segala kandungan makna Alquran yang masih terselubung dalam teks (lafa§) dapat terbuka sehingga menjadi sesuatu yang jelas. Bila ditinjau dari sudut pandang sejarah penafsiran Alquran tentunya beraneka ragam metode serta bentuk dalam penafsirannya. Para ulama telah membagi metode penafsiran Alquran kepada empat metode, yaitu : metode tahlili (analitik), metode ijmal³ (umum), metode muqar³n (komparasi), dan metode Maudu’i (tematik)
Maka dalam Makalah yang sederhana ini penulis mencoba untuk menyajikan satu di antara empat metode Tafs³r tersebut, yaitu metode Mau«ui (tematik) dan penulis menyajikan dari segi Maknanya, sejarah, bentuk, langkah-langkah yang ditempuh, keistemewaan dan keterbatasannya.[1]
BAB II
PEMBAHASAN
Makalah Tafsir Tematik
PEMBAHASAN
Makalah Tafsir Tematik
A. Pengertian Tafsir tematik
Banyak pengertian yang dapat diberikan terhadap tafsir tematik. secara etimologi maudhu`i berarti tema atau pembicaraan.[2] Menurut Ali Hasan Al-Aridh, Tafsir Tematik adalah suatu metode yang ditempuh oleh seorang mufassir dengan jalan menghimpun seluruh ayat-ayat Alquran ynag berbicara tentang suatu pokok pembicaraan atau tema (maudhu`i) yang mengarah kepada satu pengertian atau tujuan.[3] Al-Farmawi juga memberikan pengertian tentang terhadap Tafsir Tematik yaitu suatu metode menghimpun ayat-ayat Alquran yang memiliki kesamaan tema dan arah serta menyusunnya berdasarkan turunnya ayat-ayat tersebut, kemudian merangkainya dengan keterangan-keterangan serta mengambil suatu kesimpulan.[4] Sedangkan menurut Zahir bin Awadh, Tafsir Maudu’i yaitu : suatu metode pengeumpulan ayat-ayat Alquran yang terpisah-pisah dari berbagai surat dalam Alquran yang berhubungan dengan opik (tema) yang sama baik secara lafa§ Maupun Hukum, dan menafsirkannya sesuai dengan tujuan-tujuan Alquran.[5]
Sementara itu Baqir Al-Sadr memberikan pengertian, bahwa Tafsir Tematik yaitu : suatu metode Tafsir yang berupaya menghimpun ayat-ayat Alquran dari berbagai surat dan yang berkaiatan pule dengan persoalan atau tema yang ditetapkan sebelumnya, kemudian membahas dan mengnalisa kandungan ayat-ayat tersebut sehingga menjadi suatu kesatuan yang utuh.[6] Dari berbagai pengertian yang dikemukakan tersebut diatas, maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa Tafsir Tematik yaitu suatu metode penafsiran Alquran dimana para mufassir berupay mengumpulkan ayat-ayat Alquran dari berbagai surat yang memiliki kesamaan tema, sehingga mengarah kepada suatu pengertian dan tujuan yang sama pula.
B. Sejarah Tafsir Tematik
Pada dasarnya kita tidak dapat menentukan secara pasti awal kelahiran metod Tafsir tematik ini dalam pengertian seperti kita pahami sekarang. Karena pada dasarnya walaupun corak penafsiran seperti ini telah dapat ditemukan pada penafsir-penafsir klasik, namun istilah Tafsir maudhu`i belum popular untuk mereka gunakan. Akan tetapi Zahir bin Awadh Al-Alamiy menyebutkan, setelah melakukan pengamatan pada kitabullah dan tema-tema yang terkandung di dalamnya, Maka menjadi jelas bahwa didalam kitabullah sendiri telah terkandung kecenderungan seperti Tafsir tematik atau Tafsir Maudhu`i ini.[7]
Hal ini juga dapat kita pahami bahwa pada Masa pembukuaannya, disamping metode tafsir bercorak biasa (klasik), metode Tafsir tematik atau Tafsir Maudhu`i yang mengkaji masalah-masalah khusus berjalan beriringan dengannya. Seperti Ibnul Qayyim menulis kitab At-°ibbiyah Pi aqs±mil Quran, Abu Ubaidah menulis kitab tentang Majazul Quran, Ar-Raqib al-Asfahani menyusun Mufrodatul Quran, Abu Ja’far an-Nahas menulis An-Nasikh wa al-Mansukh dan lain sebagainya. Sebenarnya kajian-kajian qurani pada masa modern tidak satupun yang terlepas dari penafsiran sebagian ayat-ayat Alquran.[8]
C. Bentuk Metode Tafsir tematik atau Tafsir Maudhu`i
Untuk lebih memudahkan kapada pemahaman tentang Tafsir tematik atau Tafsir Maudhu`i ini, maka akan kita kemukakan bentuk-bentuk pendekatan yang dilakukan dalam metode Tafsir tematik atau Tafsir Maudhu`i ini. Pertama dengan cara mengambil satu surat dari Alquran, kemudian surat tersebut dikaji secara eseluruhannya dari awal surat hingga akhir surat, lalu dijelaskan ujuan umum dan khusus, selanjutnya dicari hubungan antara masalah-masalah (tema) yang dikemukakan ayat-ayat tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh dan sempurna dengan sasaran yang satu pula.
Sebagai contoh dari bentuk pertama metode Tafsir tematik atau Tafsir Maudhu`i ini misalnya seorang mufassir mengkaji atau menafsirkan surat Yasin. berdasarkan kajiannya ia menyimpulkan bahwa surat Yasin tersebut dapat dibagi dalam tiga bagian yang saling berkaitan, bersambung dan mengarah kepada satu masalah. Katakanlah dari awal surat sampai pada ayat yang ke-32 mengarah kepada penjelasan tentang kerasulan Muhammad SAW. Bagian keduanya dari ayat 33 sampai ayat ke 44 menetengahkan tentang dalil-dalil pembuktian atas wujudnya Allah SWT dan keluasan akan ilmuNya. Sedangkan bagian ketiganya dari ayat 45 sampai akhir menjelaskan keadaan dan berbagai macam kejadian pada masa terjadinya hari kiamat.[9]. Maka pada tiga bagian dari surat tersebut pada dasarnya merupakan satu tema, yakni dorongan untuk beriman kepada Allah, RasulNya dan Hari Kiamat. Adapun Tafsir yang masyhur dengan corak metode yang pertama ini adalah :
Na§amud ¬oror Fi Tanasibil ²yati Wassuwar.
Oleh : Al-Baqa’i
An-Nabaul ‘A§³m.
Oleh : Dr. Muhammad Abdullah Darraj.[10]
Bentuk kajian yang kedua ialah dngan cara menghimpun seluruh ayat-ayat deri berbagai surat Alquran yang mempunyai sasasran yang sama, lalu menyusunnya berdasarkan tertib turunnya, disamping mengenal sebab-sebab ayat tersebut diturunkan. Setelah itu barulah memberikan penjelasan, keterangan-keterangan, catatan dan juga menetapkan Hukum darinya. Metode yang kedua inilah yang selalu dipakai dalam pengkajian ilmiah tematik. Jadi apabila kita mendengar istilah Tafsir tematik atau Tafsir Maudhu`i maka tidak lain yang dimaksud adalah meneliti satu tema diantara tema-tema Alquran menurut standar Alquran secara utuh.[11]
Maka jika kita melihat dari bntuk yang kedua ini, tentunya Tafsir tematik atau Tafsir Maudhu`i ini memberikan rung yang luas bagi para peneliti dari berbagai disiplin ilmu, sehingga mereka dapat mengungkapkan apa yang berhubungan dengan bidang mereka dalam Alquran secara mendalam. Katakanlah misalnya seorang ahli Hukum maka akan memfokuskan diri pada ayat-ayat yang berkenaan dengan hukum-hukum atau tasyri’, seorang ahli ekonom akan menggarap ayat-ayat yang berkenaan degan ekonomi, keuangan, produksi, bagi haasil dan juga infaq, demikian pula seperti ahli perbintangan, pendidikan dan berbagai spesialisasi lainnya.
D. Langkah-Langkah Yang di Tempuh
Ada beberapa langkah yang harus ditempuh bagi seorang mufassir dalam menggunakan metode tafsir maudhui, yaitu :
- Tentukan terlebih dahulu masalah/topic (tema) yang akan dikaji, untuk menetapkan masalah ini dianjurkan melihat “Kitab Tafsir Alquran Al-Karim karya sekelompok orientalis yang diterjemahkan oleh Muhammad Fuad Al-Baqi.
- Inventarisir (himpun) ayat-ayat yang berkenaan dengan tema/topic yang telah ditentukan, (selain dibantu kitab diatas, dapat pula di baca Al-Mu’jam Al-Mufahras Li Al-Fa§il Quran “karangan M. Fuad Al-Baqi”.
- Rangkai urutan ayat sesuai dengan masa turunnya baik Makiyah maupun Madaniyahnya, hal ini dapat juga dilihat pada “al-Itqon” karya Al-Suyu¯I dan “Al-Burh±n” karya Al-Zarkasyi.
- pahami korelasinya (mun±sabahnya) ayat-ayat dalam masing-masing suratnya.
- Susun bahasan didalam kerangka yang tepat, sistematis, sempurna dan utuh.
- Lengkapi bahasan dengan Hadis. Sehingga uraiannya menjadi jelas dan semakin sempurna.
- Pelajari ayat-ayat tersebut secara sistematis dan menyeluruh dengan cara menghimpun ayat-ayat yang mengandung pengertian yang serupa, menyesuaikan antara pengertian yang umum dan yang khusus, antara Mu¯allaq dan Muqayyad, atau ayat-ayat yang kelihatannya kontradiksi, sehingga semua bertemu dalam satu muara sehingga tidak ada pemaksaan dalam penafsiran.[12]
- Himpun seluruh ayat-ayat Alquran yang terdapat pada seluruh surat yang berkaitan dengan tema yang hendak dikaji.
- Tentukan urutan ayat-ayat yang dihipun itu sesuai dengan masa turunnya dan mengemukakan sebab-sebab turunnya jika hal itu dimungkinkan.
- Jelaskan munasabah antara ayat-ayat itu pada masing-masing suratya dan kaitkan antara ayat-ayat tersebut dengan ayat-ayat yang ada sesudahnya.
- Buat sistematika kajian dalam kerangka yang sistimatis dan lengkap dengan outlinenya yang mencakup semua segi dari tema kajian tersebut.
- Kemukakan Hadis-Hadis Rasulullah SAW yang berbicara tentng tema kajian serta menerangkan derajat Hadis-Hadis tersebut untuk lebih meyakinkan kepada orang lain yang memperlajari tema itu.
- Rujuk kepada kalam (ungkapan-ungkapan Bangsa Arab dan syair-syair mereka) dalam menjelaskan lafa§-lafa§ yang terdapat pada ayat-ayat yang berbicara tentang tema kajian dalam menjelaskan maknanya.
- Kajian terhadap ayat-ayatyang berbicara tentang tema kajian dilakukan secara Mau«’i terhadap segala segi dan kandungannya, bail lafa§ ‘Am, Khas, muqayyad, mu¯allaq, syarat, jawab, Hukum-hukum fiqih, nasakh dan Mansukh (bila ada), unsur balaghoh dan I’jaz, berusaha memadukan ayat-ayat lain yang diduga kontradiktif dengannya atau dengan Hadis-Hadis Rasulullah SAW yang tidak sejalan dengannya, menolak kesamaran yang sengaja ditaburkan oleh pihak-pihak lawan Islam, juga menyebut berbagai macam qira’ah, menerapkan makna ayat-ayat terhadap kehidupan masyarakat dan tidak menyimpang dari sasaran yang dituju dalam tema kajian.[13]
- Menafsirkan ayat-ayat tersebut yang dapat dipahami dari padanya hikmah didatangkannya ayat-ayat yang tersebut dantujuan dari syari’at yang dibawanya.
- Melahirkan tema tersebut dalam satu bentuk uraian yang sempurna dan lengkap yang berpedoman pada syarat-syarat penelitian ilmiah.[14]
Dari berbagai langkah yang dikemukakan diatas, maka kita dapat melihat beberapa persamaan dan sedikit perbedaan yang harus ditempuh bagi seorang mufassir dalam menggunakan metode tafsir tematik atau tafsir maudhu`i ini. Persamaannya adalah :
- Bagi seorang mufassir harus terlebih dahulu menentukan topic yang akan dikaji, kemudian menghimpun ayat-ayat yang berkenaan dengan tema yang telah ditentukan dan menentukan pula urutan ayat sesuai dengan masa turunnya.
- Menentukan munasabah antara satu ayat dengan ayat lainnya den menentukan pula bahasan dalam suatu kerangka yang tepa dan sistematis yang mencakup semua segi dari tema kajian.
- Mengemukakan Hadis-Hadis Rasulullah SAW yang juga menerangkan tema yang telah ditentukan.
E. Keistimewaan dan Keterbatasan Tafsir Tematik atau Tafsir Maudhu`i
Sebagai suatu metode penafsiran Alquran, Maka metode Mau«’i ini memiliki beberapa keistimewaan yang juga tidak terlepas dari beberapa keterbatasannya.
1. Keistimewaan
Metode ini akan jauh dari kesalahan-kesalahan karena ia menghimpun berbagai ayat yang berkaitan dengan satu topic bahasan sehingga ayat yang satu menafsirkan ayat yang lain. Dengan metode Mau«’i seseorang mengkaji akan lebih jauh mampu untuk memberikan sesuatu pemikiran dan jawaban yang utuh dan sempurna tentang suatu pokok permasalahan (tema) yang dikaji.[15] Kesimpulan-kesimpulan yang dihasilkan mudah untuk dipahami. Hal ini karena ia membawa pembaca kepada petunjuk Alquran yangmengemukakan berbagai pembahasan yang terperinci dalam satu disiplin ilmu.
Dengan metode ini juga dapat membuktikan bahwa persoalan-persoalan yang disentuh Alquran buka bersifat teoritis semata-mata atau yang tidak dapat itrapkan dalam kehidupan masyarakat. Namun ia dapat membawa kita kepada pendapat Alquran tentang berbagai problem hidup yang disertakan pula dengan jawaban-jawabannya. Ia dapat mempertegas fungsi Alquran sebagai kitab suci serta mampu membuktikan keistimewaan-keistimewaan Alquran. Metode ini memungkin seseorang untuk menolak adanya ayat-ayat yang bertentangan dalam Alquran. [16]
2. Keterbatasan
Masih memerlukan keterlibatan Tafsir-Tafsir klasik sekalipunn Tafsir tematik ini disebut juga Tafsir mutakhir modern), karena tidak ada metode Tafsir yang mandiri. Sesuai dengan terminologinya bahwa Tafsir maudhu`i ini hanya membahas satu topic atau tema dari sekian banyak tema dalam Alquran. Dalam menerapkan metode ini bukan hanya memerlukan waktu yang panjang tetapi juga ketekunan, ketelitian, keahlian serta kemampuan akademis.[17]
Jadi metode tafsir tematik ini pula pada hakekatnya belum mengemukakan seluruh kandungan ayat Alquran yang diTafsirkannya. Maka harus diingat pembahasan yang diuraikan atau ditemukan hanya menyangkut judul yang ditetapkan oleh mufassirnya, sehingga dengan demikian mufassir harus selalu mengingat hal ini agar ia tidak dipengaruhi oleh kandungan atau isyarat-isyarat yang ditemukannya dalam ayat-ayat tersebut dalam pokok bahasannya.[18]
BAB III
PENUTUP
Makalah Tafsir Tematik
PENUTUP
Makalah Tafsir Tematik
Secara singkat Tafsir Tematik atau tafsir maudhu`i dapat diformulasikan sebagai suatu Tafsir yang berusaha mencari jawaban-jawaban Alquran tetang suatu masalah dengan jalan menghimpunkan ayat-ayat yang berkaitan dengannya, serta menganalisa melalui ilmu-ilmu Bantu yang relevan dengan masalah-masalah yang dibahas, sehingga dapat melahirkan konsep-konsep yang utuh dari Alquran tetang berbagai masalah. Metode yang relative baru dan dianggap aktual dalam penafsiran Alquran brangkat dari suatu kesatuan yang logis dan saling berkaitan antara satu sama lainnya. Jadi tidak ada satupun kontradiksi ayat-ayat Alquran, hal ini semakin jelas sebagaimana yang ditegaskan pula didalam Alquran itu sendiri. Asumsi dasar ini berkaitan dengan prinsip yang amat masyhur dikalangan mufassir yaitu Alquran يفسر بعضه بعضا yaitu bahwa sebagian ayat Alquran diTafsirkan dengan ayat yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
- Al-Aridh,Ali Hasan. Sejarah metodologi Tafsir. Jakarta, PT. Raja Grapindo Persada, 1994.
- Al-Farmawiy,Abdul Al-Hayy. Al-Bidayah fi al-Tafsir al-Mau«’i. Kairo : al-¦a«oroh al-‘Arabiyah, 1977.
- Al-Ma’i,Zahir bin Awadh Dirasat fi al- Tafs³r al-Mau«’I, 1997.
- Al-Sadr, Muhammad Baqir. Tafsir Mau«’i wa Tafsir Al-Tajzi’i pi Al-Quran Al-Karim. Beirut : Ta’aruf al-Matb’at, 1980.
- Al-Qattan,Manna Khalil. Mab±his fi ‘Ulmil Quran. Raiyadh : D±r al-Ma’arif, 1973.
- Munawwir,Ahmad Warson. Kamus Al-Munawwar. Yogyakarta, 1984.
- Shihab,M. Quraish. Wawasan Alquran. Bandung : Mizan, 1996.