Makalah Kajian Epidemiologi Kesehatan Darurat Penyakit Flu Burung
(New Emerging Infectious Disease)
I. PENDAHULUAN
Kesehatan Darurat merujuk kepada masalah kesehatan masyarakat yang bersifat mendesak (emergency) dan mengenai masyarakat luas. Untuk menanganinya maka dapat dilakukan pendekatan epidemiologi dimana dilakukan pembicaraan mengenai masalah kesehatan masyarakat yang bersifat darurat dalam hal distribusi masalah, faktor risiko dan upaya pencegahan yang dapat dilakukan untuk menanggulangi masalah kesehatan darurat tersebut (Bustan,2000).
Sebagai salah satu bagian pembicaraan Epidemiologi Kesehatan Darurat adalah Wabah. Wabah itu kejadiannya relatif mendadak, mengenai masyarakat luas dan cenderung meluas, dapat menyebabkan gangguan kesehatan yang berat sampai kematian, memberikan kerugian ekonomi dan gangguan kehidupan sosial dan perlu tindakan khusus yang segera.
Wabah sudah menjadi istilah yang sangat erat dengan epidemiologi, karena asal – usul epidemiologi berakar dari penanggulangan masalah wabah (epidemi). Pengertian wabah kemudian berkembang sesuai dengan perkembangan masalah kesehatan masyarakat yang dihadapi oleh epidemiologi. Salah satu bentuk gangguan kesehatan yang merupakan kejadian epidemi adalah Penyakit Baru (Emerging Disease). Emerging Disease adalah beberapa penyakit yang baru diidentifikasi yang sebelumnya tidak diketahui dan menyebabkan masalah kesehatan masyarakat baik lokal maupun internasional. (WHO, 1997).
Salah satu jenis penyakit yang termasuk New Emerging Disease adalah Avian Influenza atau Flu Burung . Mengingat bahwa wabah flu burung memiliki dampak terhadap masyarakat luas dan bukan hanya peternak unggas, sudah saatnya kejadian wabah penyakit hewan menular (zoonosis) yang memiliki potensi ancaman terhadap kesehatan manusia ditetapkan pemerintah sebagai darurat bencana alam (natural disaster) (Naipospos,2001).
Wabah penyakit flu burung harus diakui memang merupakan pukulan yang sangat berat bagi sektor pertanian, industri perunggasan, dan perdagangan internasional di wilayah yang terjangkit. Namun, sebenarnya ada yang lebih ditakutkan dari sisi kesehatan masyarakat, yaitu pandemi Flu burung pada manusia yang mungkin akan berdampak jauh lebih luas dan lebih berat di bidang ekonomi, sosial, dan politik.
Laporan yang dibuat oleh WHO sejak bulan Desember 2003 menyatakan bahwa beberapa negara di Asia, seperti Indonesia, Vietnam, Kamboja, Hongkong, Jepang, Korea dan Taiwan, terjangkit wabah flu burung dan besar kemungkinan negara – negara yang terjangkit akan meningkat, seiring dengan semakin banyaknya unggas, burung dan manusia yang terdeteksi mengidap flu burung .
Kasus positif flu burung di Indonesia terdapat di 9 propinsi yaitu DKI Jakarta (18 kasus, 16 meninggal), Banten (9 kasus, 8 meninggal), Jawa Barat (25 kasus, 20 meninggal), Jawa Tengah (4 kasus, 3 meninggal), Jawa Timur (5 kasus, 3 meninggal), Sumatera Utara (7 kasus, 6 meninggal), Sulawesi Selatan (1 kasus meninggal), Lampung (3 kasus hidup) dan Sumatera Barat (2 kasus hidup) (www.depkes.go.id).
Berdasarkan laporan Depkes (2006) , sampai dengan 28 November 2006, jumlah kasus positif flu burung secara kumulatif mencapai 74 kasus, 57 diantaranya meninggal dunia. Kegagalan menangani flu burung yang sudah endemik di sebagian besar wilayah Indonesia berisiko munculnya kasus flu burung pada manusia dengan segala implikasinya termasuk yang paling ditakuti dunia yaitu pandemi influenza.
II. PEMBAHASAN
Makalah Kajian Epidemiologi Kesehatan Darurat Penyakit Flu Burung
A. Tinjauan Tentang New Emerging Infectious Disease
New Emerging Infectious Disease (NIED) merupakan panyakit yang newly identified or previously unknown infections, sedangkan Re-Emerging Infectious Disease (REID) merupakan reappearance of, or increase in number of, infections from a disease previously known (Achmadi.2005).
Sedangkan dalam Patz dkk (1996) didefinisikan Emerging dan Re-emerging Infectious Diseases sebagai semua penyakit infeksi yang menunjukkan gejala peningkatan pada masa-masa terakhir dan sekaligus menunjukkan gejala kemungkinan ancaman peningkatan dalam waktu mendatang (Emerging and Re-emerging Infectious Diseases re-defined as those increasing in incidence in the recent past or threatening to increase in the near future). Dengan demikian, New Emerging Infectious Disease (NEID) merupakan ancaman di masa mendatang yang harus diantisipasi kehadirannya.
Emerging Disease adalah beberapa penyakit yang baru diidentifikasi yang sebelumnya tidak diketahui dan menyebabkan masalah kesehatan masyarakat baik lokal maupun Internasional ( WHO, 1997 dalam Leida. 2006).
B. Tinjauan tentang Flu Burung (Avian Influenza)
1. Penyebab
Penyebab flu burung adalah virus influenza tipe A. Virus influenza termasuk famili Orthomyxoviridae. Virus influenza tipe A dapat berubah- ubah bentuk (Drift, Shift), dan dapat menyebabkan epidemic dan pandemi. Virus influenza tipe A terdiri dari Hemaglutinin (H) dan Neuramidase (N), kedua huruf ini digunakan sebagai identifikasi kode suptipe flu burung yang banyak jenisnya. Pada manusia hanya terdapat jenis H1N1, H2N2, H3N3, H5N1, H9N2, H1n2,H1N2, H7N7. Sedangkan pada binatang H1-H5 dan N1-N9.
Strain yang sangat virulen/ganas dan menyebabkan flu burung adalah dari subtype A H5N1. Virus tersebut dapat bertahan hidup di air sampai empat hari pada suhu 220C dan lebih dari 30 hari pada 00C. Virus akan mati pada pemanasan 600 C selama 30 menit atau 560C selama 3 jam dan dengan detergent, desinfektan, misalnya formalin, serta cairan yang mengandung iodine.
2. Gejala - gejala
Gejala flu burung dapat dibedakan pada unggas dan manusia.Gejala pada Unggas antara lain jengger berwarna biru, borok dikaki, kematian mendadak. Sedangkan pada manusia seperti demam ( suhu badan diatas 38º C), batuk dan nyeri tenggorokan, radang saluran pernapasan atas, pneumonia, Infeksi mata, dan nyeri otot.
3. Masa Inkubasi
Masa inkubasi pada unggas selama 1 minggu dan pada manusia : 1 – 3 hari, masa infeksi 1 hari sebelum sampai 3-5 hari sesudah timbul gejala. Pada anak sampai 21 hari.
4. Penularan
Flu burung menular dari unggas ke unggas, dan dari unggas ke manusia. Penyakit ini dapat menular melalui udara yang tercemar virus H5N1 yang berasal dari kotoran atau sekreta burung/unggas yang menderita flu burung. Penularan dari unggas ke manusia juga dapat terjadi jika manusia telah menghirup udara yang mengandung virus flu burung atau kontak langsung dengan unggas yang terinfeksi flu burung.
5. Pencegahan
Pada Unggas yaitu dengan pemusnahan unggas/ burung yang terinfeksi flu burung dan Vaksinasi pada unggas yang sehat. Sedangkan pada manusia kelompok berisiko tinggi (pekerja peternakan dan pedagang) adalah mencuci tangan dengan desinfektan dan mandi sehabis bekerja, Hindari kontak langsung dengan ayam atau unggas yang terinfeksi Flu Burung, Menggunakan alat pelindung diri (contoh: masker dan pakaian kerja), Meninggalkan pakaian kerja di tempat kerja, Membersihkan kotoran unggas setiap hari, Imunisasi. Pencegahan pada masyarakat umum seperti menjaga daya tahan tubuh dengan memakan makanan bergizi dan istirahat cukup, Mengolah unggas dengan cara yang benar, yaitu (a). Pilih unggas yang sehat (tidak terdapat gejala–gejala penyakit pada tubuhnya); (b). Memasak daging ayam sampai dengan suhu ± 80 ºC selama 1 menit dan pada telur sampai dengan suhu 64ºC selama 4,5 menit.
6. Pemecahan Masalah Flu Burung
Pemecahan masalah flu burung perlu dilakukan pada tingkat Instansi pemerintah (Departemen Kesehatan dan Departemen Pertanian), maupun di masyarakat. Kegiatan yang dilakukan Depkes dalam pencegahan dan penanggulangan kasus flu burung adalah:
- Mengembangkan 8 laboratorium diagnostic regional dan laboratorium badan Litbangkes menjadi BSL-3 ( Bio safety Level- 3) sehingga dapat memeriksa virus hidup
- Meneruskan sosialisasi kebijakan dan intensifikasi pelaksanaan kasus serta rujukan kecepatan rujukan kasus, serta menyediakan oseltamivir (kapsul Tamiflu) di Unit terdepan yaitu Puskesmas.
- Memperkuat deteksi dini (Early Warning Sistem ) dan Surveilans.
- Melengkapi alat–alat perawatan intensif di 44 Rumah sakit rujukan.
- Mengintensifkan komunikasi risiko dalam membangun kesadaran seluruh lapisan masyarakat.
- Mengembangkan Desa Siaga di bidang kesehatan termasuk pencegahan dan penanggulangan Flu Burung.
- Mengembangkan pilot project untuk pencegahan dan penanggulangan Avian Influenza di Kota Tangerang sebagai model, bekerjasama dengan pemerintah Singapura dan akan diperluas ke kabupaten Tangerang.
- Memperkuat koordinasi lintas sektoral terutama dengan Deptan yang kompeten dalam menangani sumber infeksi pada unggas/hewan.
- Penelitian epidemiologi, klinis dan virologist.
- Pemerintah, atas perintah Presiden dan dikoordinir Kementrian Kesejahteraan rakyat, akan melakukan gerakan Tumpas Flu Burung di 6 Propinsi ( DKI jakarta, Banten, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan ) yang dimulai 24 Februari 2006.
Dalam pencegahan dan penanggulangan flu burung, masyarakat diharapkan untuk: (a)Selalu menjaga kebersihan perorangan dengan mencuci tangan menggunakan sabun atau detergen. (b)Menjaga kebersihan lingkungan, terutama dengan memastikan pembersihan kotoran atau tinja unggas, serta kandang unggas dengan menggunakan desinfektan (penyucihama) sesuai petunjuk Dinas peternakan atau Pertanian. (c)Apabila badan terasa panas atau demam, batuk, pilek, serta memiliki kontak langsung dengan ayam/unggas sakit atau mati mendadak 2 minggu sebelumnya, atau berada di tempat/wilayah yang terinfeksi flu burung, segera berobat ke tempat pelayanan kesehatan baik puskesmas atau rumah sakit. Bila terkena penyakit flu burung maka akan cepat menjadi sesak nafas karena terjadi radang paru – paru. (d)Apabila terdapat kematian ayam atau unggas mendadak, segera bangkainya dibakar atau dikubur. Pada saat membakarnya, tangan harus dilindungi dengan sarung tangan atau kantung plastik. Mulut, hidung, harus ditutup dengan masker atau sapu tangan. Setelah itu mencuci tangan dengan desinfektan, sabun atau detergen. (e)Melaporkan kasus ayam atau unggas yang mati mendadak atau sakit kepada Dinas Peternakan atau Pertanian setempat. (f)Berperan aktif dalam gerakan “Tumpas Flu Burung” dan rela berkorban demi memutus rantai penularan flu burung dari unggas ke unggas, dan dari unggas ke manusia.
C. Epidemiologi Wabah Flu Burung (Avian Influenza)
Departemen Kesehatan RI (Depkes) memberlakukan status kejadian luar biasa (KLB) flu burung di Indonesia menyusul bertambahnya pasien yang diduga mengidap flu burung. Menteri Pertanian, Anton Apriantono menegaskan, Indonesia sudah dalam kondisi darurat flu burung, sehingga membutuhkan penanganan yang cepat untuk memutus rantai penyebaran penyakit tersebut (www.mediaindo-nesia.online,com)
Keterlambatan dalam penanganan wabah dapat berakibat meluasnya daerah penyebaran penyakit dan permasalahannya akan bertambah kompleks. Antisipasi datangnya bahaya atau kesiapsiagaan sangat diperlukan untuk peningkatan kewaspadaan, terutama kewaspadaan sedini mungkin sebelum semuanya menjadi terlambat (Akoso, 2006).
Oleh sebab itu, sistem kesiagaan darurat perlu dikembangkan, baik dalam hal manajemen penanganan-nya, kelembagaan dan infrastrukturnya, sumber daya manusianya, maupun operasionalisasinya di lapangan. Begitu pentingnya pengendalian dampak flu burung ini ditengah–tengah derap lajunya pembangunan bangsa Indo-nesia di segala bidang, sehingga Presiden menyatakan bahwa flu burung sebagai salah satu musuh bangsa Indonesia di samping musuh yang lain yaitu terorisme, narkoba, dan korupsi (Akoso, BT, 2006).
Wabah penyakit flu burung (highly pathogenic avian influenza) yang berjangkit di banyak negara Asia termasuk Indonesia sejak akhir tahun 2003 telah menimbulkan dampak negatif bagi sektor pertanian, industri perunggasan, dan perdagangan internasional di wilayah ini. Bahkan, dampaknya terhadap kesehatan manusia telah menjadi kekhawatiran masyarakat di wilayah Asia dan dunia pada umumnya (www.poultryindo-nesia.com).
Menyadari sifat alamiah dari penyakit flu burung yang mampu melewati batas wilayah (transboundary diseases) dan ancaman yang berkelanjutan terhadap kesehatan masyarakat, sangat kritikal bagi masyarakat di Asia untuk bekerja sama dalam mencegah dan mengendalikan penyakit ini guna meminimalkan kerugian yang terjadi.
Virus influenza H5N1 pada awalnya diperkirakan menyebar melalui burung–burung liar yang secara periodik melakukan migrasi pada setiap perubahan musim. Virus kemudian menular ke peternakan unggas. Pada awalnya virus itu hanya mampu menginfeksi dan menyebabkan kematian dalam waktu singkat pada sejumlah besar unggas. Pada kenyataannya virus kemudian juga mampu menginfeksi babi dan binatang–binatang lainnya. Kedekatan antara manusia dan ternak unggas adalah salah satu faktor yang menimbulkan genetic reassortment.
Perubahan itu memberi kemampuan pada H5N1 untuk menembus sel tubuh manusia dan menyebabkan sakit serta merusak sistem pernapasan dan pada kasus yang berat berakhir dengan kematian. Semakin banyak manusia yang berhubungan dengan unggas yang sakit, semakin besar kemungkinan terjadinya genetic reassortment. Semua memahami bahwa flu burung adalah penyakit yang mampu melintas batas wilayah (transboundary disease). Potensi pandemi di suatu wilayah sangat ditentukan oleh kerjasama regional di wilayah yang memilki potensi wabah. Rantai pandemi sangat mungkin dimulai dari mata rantai terlemah dimana kemungkinan terjadinya genetic reassortment paling tinggi, yaitu di wilayah dimana praktik biosecurity paling lemah (Soeroso. 2006).
Kemungkinan terjadinya pandemi influenza merupakan masalah yang harus disikapi secara serius. Risiko akan terjadi lebih banyak lagi kasus pada manusia sangat mungkin selalu ada. Setiap tambahan kasus pada orang akan memberikan kesempatan pada virus untuk memperbaiki cara penularannya pada orang, dan seterusnya akan membentuk galur virus pandemik. Tersebarnya virus ke unggas atau burung liar akan memperluas kesempatan terjadinya kasus pada orang. Walaupun tidak dapat diprediksi kapan atau sejauh mana keganasan pandemi, tetapi kemungkinan akan terjadinya pandemi mengalami peningkatan.
Secara Epidemiologi, untuk terjadinya pandemi diperlukan beberapa tahapan atau fase perkembangan penyakit yang dilalui yaitu (Akoso. 2006) : (a)Fase I , Flu Burung atau Avian Influenza masih terbatas pada populasi hewan, khususnya unggas dan belum terjadi infeksi pada orang. Risiko yang terjadi karena penyakit ini masih rendah dan belum menimbulkan wabah yang meluas pada hewan. (b)Fase II, yaitu bila kejadian Flu Burung pada hewan telah semakin meluas dan menimbulkan wabah, dan berisiko tinggi terhadap kesehatan masyarakat tetapi belum terjadi penularan ke orang. (c)Fase III, yaitu kejadian Flu Burung yang telah menular dari hewan ke manusia tetapi belum ada penularan dari manusia ke manusia. (d)Fase IV, adalah fase dimana telah mulai terjadi penularan antar manusia pada sekelompok kecil di masyarakat. (e)Fase V, adalah bila telah terjadi penularan antar manusia dan terjadi pada sekelompok populasi di masyarakat yang lebih besar. Dalam keadaan ini telah terjadi risiko tinggi akan terjadinya pandemi. (f)Fase VI, adalah terjadinya pandemi dimana virus telah menular antar manusia dalam skala yang luas atau telah nyata terjadi pandemi di beberapa negara .
Mengingat hasil analisis menyimpulkan kemungkinan akan timbulnya pandemi flu burung, maka WHO telah mempersiapkan program antisipasi Pandemic Preparedness Plan atau ‘Rencana Persiapan Pandemi’ antara lain dengan memperkuat jaringan laboratorium dan membentuk team tanggap darurat dalam rangka persiapan terhadap segala kemungkinan terburuk (Akoso, 2006).
Disamping itu, WHO juga memetakan suatu rencana tanggap dengan tiga sasaran pokok, yaitu : mencegah terjadinya pandemi, mengendalikan wabah yang terjadi pada manusia, dan mencegah kemungkinan munculnya kasus selanjutnya.
Untuk mendukung program tersebut di atas, WHO juga menyelenggarakan penelitian untuk memonitor situasi dan meningkatakan kesiapsiagaan, termasuk diantaranya segera mengembangkan kemampuan produksi vaksin untuk mengantisipasi sekiranya keganasan penyakit tersebut berkambang dan meningkat menjadi pandemi(Akoso.2006).
Strategi Kesiapsiagaan pandemi Influenza pada manusia adalah suatu respon nasional yang terkoordinasi, efektif pada semua tingkat administrasi pemerintahan, untuk mengahadapi pandemi influenza dengan kegiatan–kegiatan pencegahan dan pengendalian untuk mengurangi kesakitan, kematian dan dampak sosio-ekonomik (Kandun. 2006).
Secara khusus strategi kesiapsiagaan pandemi pada manusia adalah : (1)Mengurangi infeksi virus dan kemungkinan infeksi pada manusia. (2)Memperkuat surveilans, peringatan dini untuk suatu respon dini yang terkoordinasi terhadap kejadian Luar biasa (KLB). (3)Memutuskan rantai penularan virus influenza dan penyebarannya. (4)Mengurangi dampak suatu pandemik yang mencakup kesakitan dan kematian juga meminimalkan dampak sosio ekonomik. (5)Memonitor dan mengevaluasi respon yang baru dan sudah dilakukan terhadap pandemi itu.
Donwload dalam Format DOC