Aneka Ragam Makalah

Makalah Motivasi Belajar dalam Perspektif Islam



Jika bermanfaat, Mohon di Share ya !. kalau sempat sumbang tulisannya ya !
Makalah Motivasi Belajar dalam Perspektif Islam
Oleh: Dr. Siti Zubaidah, M.Ag

BAB I
PENDAHULUAN

Dalam al-Qur’an dan al-Hadits, dapat dijumpai berbagai ungkapan yang menunjukkan dorongan kepada setiap orang muslim dan mukmin untuk selalu rajin belajar. Anjuran menuntut ilmu tersebut dibarengi dengan urgennya faktor-faktor pendukung guna makin meningkatkan semangat belajar bagi setiap orang. Salah satu faktor yang utama adalah motivasi, baik itu motivasi yang datang dari dalam diri sendiri, maupun motivasi yang ditumbuhkan dari peranan lingkungan sosialnya.

Motivasi belajar (menuntut ilmu) bagi setiap penuntut ilmu memang dibutuhkan, bahkan begitu banyak hadits-hadits yang memberikan pemahaman tentang manfaat menuntut ilmu dan perintah yang menganjurkan untuk belajar. Semua ungkapan dalam hadits-hadits tersebut merupakan dalil-dalil yang dapat menjadi pedoman sebagai alat untuk memotivasi setiap umat Islam untuk terus menuntut ilmu.

Sumber-sumber yang digunakan dalam penulisan artikel ini ialah Kitab-Kitab hadits, buku-buku hasil karya tulis dari beberapa ahli dan sejarawan pendidikan serta ulama-ulama hadits.

Adapun pendekatan yang digunakan untuk membahas cakupan materi di artikel ini ialah dengan menggunakan metode analisa hadits, yakni memilih hadits-hadits yang sesuai dan punya kaitan dengan motivasi belajar/menuntut ilmu, merangkumnya, kemudian menganalisanya berdasarkan pemahaman penulis dan juga berdasarkan ulasan pendapat beberapa ulama tentang hadits-hadits tersebut.

Dalam artikel ini akan dibahas perihal motivasi belajar, mencakup: Apa pengertian Motivasi Belajar? Apa Jenis-Jenis Motivasi Belajar? Apa Fungsi Motivasi Belajar? Dan Bagaimana Motivasi Belajar dalam Perspektif Islam?


BAB II
PENDAHULUAN

A. Pengertian Motivasi Belajar

Secara terminologi, motivasi[1] adalah dorongan (dengan sokongan morel);[2] dorongan yang timbul pada diri seseorang secara sadar atau tidak sadar untuk melakukan sesuatu tindakan sesuai tujuan tertentu.[3]

Secara etimologi, motivasi merupakan dorongan yang mendasari dan mempengaruhi setiap usaha serta kegiatan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan.[4]

Dalam kegiatan belajar, maka motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai.[5]


B. Jenis-Jenis Motivasi Belajar

Seseorang akan berhasil dalam belajar kalau pada dirinya sendiri ada keinginan untuk belajar. Keinginan atau dorongan untuk belajar inilah yang disebut dengan motivasi. Motivasi dalam hal ini meliputi dua hal: (1) mengetahui apa yang akan dipelajari, dan (2) memahami mengapa hal tersebut patut dipelajari. Tanpa motivasi, kegiatan belajar sulit untuk berhasil.

Secara umum, ada 2 jenis motivasi yang mempengaruhi kegiatan belajar seseorang:

a. Motivasi Intrinsik, yaitu motif-motif[6] yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu.

Siswa yang memiliki motivasi intrinsik akan memiliki tujuan menjadi orang yang terdidik, yang berpengetahuan, yang ahli dalam bidang studi tertentu. Satu-satunya jalan untuk menuju ke tujuan yang ingin dicapai ialah belajar, tanpa belajar tidak mungkin mendapat pengetahuan, tidak mungkin menjadi ahli. Dorongan yang menggerakkan itu bersumber pada suatu kebutuhan, kebutuhan yang berisikan keharusan untuk menjadi orang yang terdidik dan berpengetahuan. Jadi memang motivasi itu muncul dari kesadaran diri sendiri dengan tujuan secara esensial, bukan sekedar simbol dan seremonial.

b. Motivasi Ekstrinsik, adalah motif-motif yang aktif dan berfungsinya karena adanya perangsang dari luar.[7]

Motivasi ekstrinsik dapat juga dikatakan sebagai bentuk motivasi yang didalamnya aktifitas belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan dorongan yang tidak secara mutlak berkaitan dengan aktifitas belajar.


C. Fungsi Motivasi dalam Belajar

Motivasi merupakan hal yang essensial dalam belajar. Hasil belajar akan menjadi optimal kalau ada motivasi. Makin tepat motivasi yang diberikan, akan makin berhasil pula pelajaran itu. Jadi motivasi akan senantiasa menentukan intensitas usaha belajar.sehubungan dengan hal tersebut, ada tiga fungsi motivasi:[8]

1. Mendorong manusia untuk berbuat. Dalam hal ini motivasi merupakan motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan.

2. Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai.

3. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan yang sesuai, guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut.

Di samping itu, ada juga fungsi-fungsi lain. Motivasi dapat berfungsi sebagai pendorong usaha dan pencapaian prestasi. Seseorang melakukan suatu usaha karena adanya motivasi. Adanya motivasi yang baik dalam belajar akan menunjukkan hasil yang baik.


D. Motivasi Belajar dalam Perspektif Islam

Islam menganggap bahwa agama tidak akan mendapat tempat yang baik apabila orang-orang Islam tidak mempunyai pengetahuan yang matang dan fikiran yang sehat. Oleh karena itu pengetahuan bagi Islam bagaikan ruh (nyawa) bagi manusia.[9]

Dalam belajar (menuntut ilmu), Islam tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan, sebagaimana sabdanya:

“Dari Anas ra, ia berkata: Rasulullah saw bersabda: Menuntut ilmu itu adalah kewajiban bagi setiap muslim[10]” (HR. Baihaqi)

Menuntut ilmu itu adalah suatu kewajiban bagi setiap insan yang beriman kepada Allah, dan orang Islam yang menuntut ilmu berarti ia telah mentaati perintah Allah dan Rasul-Nya, karena Allah memerintahkan kepada setiap mukmin untuk menuntut ilmu.[11] Tanpa ada pembedaan, agama Islam menganjurkan setiap lelaki dan perempuan belajar serta menggunakan ilmu yang dimilikinya, juga untuk mengembangkan dan menyebarkan ilmunya. Islam tidak saja membatasi pada anjuran supaya belajar, bahkan menghendaki supaya seseorang itu terus menerus melakukan pembahasan, research dan studi.[12] Nabi bersabda:

“Seseorang itu dapat dianggap seorang yang alim dan berilmu, selama ia masih terus belajar, apabila ia menyangka bahwa ia sudah serba tahu, maka ia sesungguhnya seorang jahil”.

Sangat popular apa yang oleh sementara orang dianggap sebagai hadits Nabi saw yang berbunyi: “Tuntutlah ilmu dari buaian hingga ke liang lahat!”. Terlepas dari benar tidaknya penisbahan ungkapan tersebut kepada Nabi, yang jelas ia sejalan dengan konsepsi al-Qur'an tentang keharusan menuntut ilmu dan memperoleh pendidikan sepanjang hayat.[13]

Pendidikan seumur hidup yang dikemukakan ini tentunya tidak hanya terlaksana melalui jalur-jalur formal, tetapi juga jalur informal dan nonformal, atau dengan kata lain pendidikan yang berlangsung seumur hidup menjadi tanggungjawab bersama keluarga, masyarakat, dan pemerintah.[14]

Kalau diperhatikan dengan seksama, dalam al-Hadits akan dijumpai berbagai ungkapan yang menunjukkan dorongan kepada setiap orang muslim dan mukmin untuk selalu rajin belajar. Beberapa ungkapan yang dapat menjadi motivasi belajar, antara lain:
Perbandingan orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu.[15] Perbedaan antara keduanya, di antaranya sebagaimana dijelaskan oleh Rasulullah saw dalam hadits:

“Dari Abu Umamah ra: Sesungguhnya Rasulullah saw bersabda: Kelebihan orang yang berilmu dari orang yang beribadah (tanpa ilmu) itu seperti seperti kelebihan saya dari orang yang paling rendah dari para shahabatku”. (HR. At-Tarmidzi, hadits Hasan)

Juga seperti yang disebutkan dalam hadits berikut ini:

“Dari Abi Darda’ ra, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah saw bersabda: …dan sesungguhnya kelebihan orang yang berilmu dari orang yang beribadah (tanpa ilmu) bagaikan kelebihan bulan pada malam purnama dari semua bintang-bintang yang lain”.

Maksudnya bahwa tidak sama antara orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu.
Mendorong orang menuntut ilmu dengan janji pemberian beberapa derajat bagi orang-orang yang berilmu dan beriman.[16]

Di antara derajat yang diperoleh orang yang berilmu itu ialah mereka termasuk pewaris para Nabi. Ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Abu Darda’, katanya Rasulullah saw bersabda:

“Ulama itu pewaris para Nabi”. (HR. Abu Dawud, at-Tarmidzi, Ibnu Majah, dan Ibnu Hibban)
Orang yang beriman dan berilmu itu termasuk orang terdekat kepada derajat para Nabi.[17]

Dasarnya adalah hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas, beliau berkata: Rasulullah saw bersabda:

“Manusia yang paling dekat kepada derajat kenabian itu ialah orang-orang yang berilmu dan orang-orang yang berjihad. Adapun orang-orang yang berilmu, maka mereka itu memberi petunjuk kepada manusia berdasarkan apa yang dibawa oleh para Rasul. Sedangkan orang-orang yang berjihad itu berjuang dengan pedang-pedang mereka untuk membela apa yang dibawa oleh para Rasul itu”.

Status sosial yang sangat terhormat bagi orang-orang yang berilmu itu menjadi motivasi yang kuat bagi orang-orang yang beriman untuk terus menuntut ilmu pengetahuan yang berguna bagi kehidupan dunia dan akhirat kelak.
Menuntut ilmu itu mengandung nilai jihad yang tinggi.[18]

Ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Mu’adz yang bersambung sanadnya hingga Rasulullah saw, beliau bersabda:


“Pelajarilah ilmu, karena sesungguhnya mempelajarinya karena Allah adalah takut kepada Allah. Menuntutnya adalah ibadah; mengulang-ulangnya adalah tasbih; pembahasannya adalah jihad; mengajarkannya kepada orang yang tidak tahu menjadi sedeqah; memberikannya kepada ahlinya adalah pendekatan diri kepada Allah. Ilmu itu teman sewaktu sendirian, dan sahabat sewaktu kesepian, …”. (HR. Ibnu Hibban dan Mu’adz)
Ilmu yang bermanfaat itu termasuk salah satu (dari tiga) amalan yang terus berguna hingga mati.[19]

Dasarnya hadits berikut ini:

“Dari Abu Hurairah ra, katanya: Sesungguhnya Rasulullah saw bersabda: Apabila manusia sudah mati, maka putuslah pahala amalnya selain dari tiga yaitu: sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan dan anak yang shaleh yang mendo’akan”. (HR. Muslim)

Selain beberapa point motivasi belajar yang telah dipaparkan tersebut, perlu ditekankan kembali bahwa di antara ajaran Islam yang mengajak masyarakat untuk melahirkan berbagai pemikiran dan karya ilmiah ialah memasyarakatkan pendidikan dan memberantas kebodohan.

Kemudian di antara ajaran terpenting untuk mewujudkan suasana ilmiah ialah belajar bahasa asing jika dipandang perlu –khususnya bila pemilik bahasa itu mempunyai ilmu yang harus dipelajari, atau memiliki hikmah yang bisa dipetik manfaatnya– sehingga tidak ada jalan lain untuk memanfaatkan kelebihan mereka tanpa memahami bahasa mereka. Islam tidak hanya tidak melarang umatnya mempelajari bahasa asing, bahkan menganjurkan mempelajari berbagai bahasa, karena bahasa merupakan sarana terpenting untuk menyebarkan dakwah ke seluruh dunia.[20]

Demikian beberapa hal mengenai motivasi belajar yang dapat dirangkum berdasarkan penafsiran yang dapat dipahami secara umum dan dianggap bisa mewakili perspektif Islam tentang motivasi dalam menuntut ilmu.

Daftar Pustaka dan Footnote
  • al-Abrasyi, Muhammad ‘Athiyah, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, Terj. Bustami A. Gani dan Djohar Bahry (Jakarta: Bulan Bintang, 1974).
  • Ali, Maulana Muhammad, A Manual of Hadith (Lahore: The Ahmadiyya Anjuman Ishaat Islam, t.t.).
  • al-Barry, M.D.J., dkk., Kamus Peristilahan Modern dan Populer (Surabaya: Indah, 1996).
  • Dagun, Save M., Kamus Besar Ilmu Pengetahuan (Jakarta: Lembaga Pengkajian Kebudayaan Nusantara, 2000).
  • Deighton, Lee C., The Encyclopedia of Education, Vol. 6 (USA: The Macmillan Company & the Free Press, t.t.).
  • al-Ghazali, Muhammad, Akhlaq seorang Muslim, Terj. Moh. Rifa’i (Semarang: Wicaksana, 1993).
  • Lengrand, Paul, Pengantar Pendidikan Sepanjang Hayat, Terj. Kelompok LSIK (Jakarta: Gunung Agung, 1981).
  • Muhammad, Abubakar, Hadits Tarbiyah I (Surabaya: al-Ikhlas, 1995).
  • Purwanto MP., M. Ngalim, Psikologi Pendidikan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994).
  • Sardiman A.M., Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2000).
  • Shihab, Quraish, Membumikan al-Qur'an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat (Bandung: Mizan, 1994).
  • Sudarsono, Kamus Filsafat dan Psikologi (Jakarta: Rineka Cipta, 1993).
  • Syureich, M., Persiapan Menghadapi Hari Esok (Jakarta: Pondok Pesantren Asshiddiqiyah, 1991).
  • al-Qaradlawi, Yusuf, Fiqih Peradaban: Sunnah sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan, Terj. Faizah Firdaus (Surabaya: Dunia Ilmu, 1997).
______________
[1] Tidak ada kesepakatan umum di antara para ahli psikologi tentang bagaimana “motivasi” dan “faktor-faktor motivasi” seharusnya didefenisikan atau dianalisa secara teoritis. Istilah tersebut secara umum digunakan berkaitan dengan tiga pertanyaan yang saling terkait yang harus dijawab sebelum perilaku dipaparkan untuk menjadi suatu keterangan. Pertama, pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan faktor-faktor yang menentukan perubahan-perubahan dalam intensitas perilaku (pada istilah ini masuk dalam kategori perilaku internal, seperti berpikir). Kedua, adalah pertanyaan tentang aturan berperilaku. Perilaku ditentukan bersamaan dengan adanya dorongan eksternal dirasakan melalui alat panca indera dan oleh kondisi-kondisi dalam diri organism. Ketiga, pertanyaan yang berhubungan dengan bantuan perilaku belajar. Semua bentuk belajar memerlukan dua atau lebih rangsangan-rangsangan yang terjadi dalam kesinambungannya. Lebih lanjut baca Lee C. Deighton, The Encyclopedia of Education, Vol. 6 (USA: The Macmillan Company dan the Free Press, t.t.), h. 408.

[2] M.D.J.al-Barry, dkk., Kamus Peristilahan Modern dan Populer (Surabaya: Indah, 1996), h. 273.

[3] Save M. Dagun, Kamus Besar Ilmu Pengetahuan (Jakarta: Lembaga Pengkajian Kebudayaan Nusantara, 2000), h. 688.

[4] M. Ngalim Purwanto MP., Psikologi Pendidikan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994), h. 104.

[5] Sardiman A.M., Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2000), h. 73.

[6] Motif diartikan sebagai suatu kekuatan atau daya pendorong yang menyebabkan orang mulai bergerak atau mengambil suatu tindakan. Sudarsono, Kamus Filsafat dan Psikologi (Jakarta: Rineka Cipta, 1993), h. 160. Motif juga dapat dikatakan sebagai daya penggerak dari dalam dan di dalam subjek untuk melakukan aktifitas-aktifitas tertentu demi mencapai sutau tujuan. Bahkan motif dapat diartikan sebagai suatu kondisi intern (kesiapsiagaan). Lihat Sardiman, Interaksi dan Motivasi, Op.cit., h. 71.

[7] Selanjutnya lihat Sardiman, Interaksi dan Motivasi, Op.cit., h. 37, 87-89.

[8] Sardiman, Interaksi dan Motivasi, Op.cit., h. 83.

[9] Muhammad al-Ghazali, Akhlaq seorang Muslim, Terj. Moh. Rifa’i (Semarang: Wicaksana, 1993), h. 445.

[10] Kata setiap muslim menunjukkan laki-laki dan perempuan, sementara versi (hadits) yang lain menambahkan dan muslimah. Otoritas (penambahan kata dan muslimah) justru cenderung menjadikan hadits ini dhaif (lemah). Bagaimanapun, hadits tersebut lebih otentik dengan anjuran bagi seluruh muslim, laki-laki dan perempuan untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Lihat Maulana Muhammad Ali, A Manual of Hadith (Lahore: The Ahmadiyya Anjuman Ishaat Islam, t.t.), h. 39.

[11] M. Syureich, Persiapan Menghadapi Hari Esok (Jakarta: Pondok Pesantren Asshiddiqiyah, 1991), h. 46.

[12] Muhammad ‘Athiyah al-Abrasyi, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, Terj. Bustami A. Gani dan Djohar Bahry (Jakarta: Bulan Bintang, 1974), h. 44.

[13] Selanjutnya lihat Quraish Shihab, Membumikan al-Qur'an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat (Bandung: Mizan, 1994), h. 178.

[14] Baca Paul Lengrand, Pengantar Pendidikan Sepanjang Hayat, Terj. Kelompok LSIK (Jakarta: Gunung Agung, 1981), h. 41-55.

[15] Abubakar Muhammad, Hadits Tarbiyah I (Surabaya: al-Ikhlas, 1995), h. 221.

[16] Abubakar Muhammad, Hadits Tarbiyah I, Op.cit., h. 227.

[17] Abubakar Muhammad, Hadits Tarbiyah I, Op.cit., h. 228.

[18] Abubakar Muhammad, Hadits Tarbiyah I, Op.cit., h. 229.

[19] Abubakar Muhammad, Hadits Tarbiyah I, Op.cit., h. 233.

[20] Selanjutnya baca Yusuf al-Qaradlawi, Fiqih Peradaban: Sunnah sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan, Terj. Faizah Firdaus (Surabaya: Dunia Ilmu, 1997), h. 233, 235-236.


Makalah atau artikelnya sudah di share, makasih ya !

Mau Makalah Gratis! Silahkan Tulis Email Anda.
Print PDF
Previous
Next Post »
Copyright © 2012 Aneka Makalah - All Rights Reserved