Aneka Ragam Makalah

KRITIK SANAD: Dasar-Dasar Penelitian Sanad



Jika bermanfaat, Mohon di Share ya !. kalau sempat sumbang tulisannya ya !
Status dan kualitas hadis, apakah dapat diterima atau ditolak, tergantung kepada sanad dan matan. Apabila sanad hadis telah memenuhi syarat-syarat tertentu, maka hadis tersebut adalah sahih dari segi sanadnya, tetapi belum tentu dari segi matannya, sebaliknya, jika ternyata sanad dai’f, maka otomatis hadis itu menjadi da’if sekalipun matannya nanti sahih.  

Begitu pentingnya peranan sanad dalam menetapkan status dan kualitas suatu hadis, maka para ulama hadis telah melakukan upaya untuk mengetahui secara jelas mengenai keadaan sanad. Upaya untuk mengetahui secara jelas mengenai keadaan sanad. Upaya dan kegiatan ini berwujud dalam bentuk penelitian hadis. Penelitian sanad sering juga disebut dengan kritik ekstern atau an-Naqd al-Khariji atau an-Naqd az-Zahiri. Urgensi penelitian ini berkaitan dengan kedudukan hadis sebagai sumber ajaran Islam kedua setelah Alquran, dan karenanya, apabila syarat-syarat suatu hadis untuk dijadikan hujah tidak terpenuhi akan menyebabkan terjadinya atau tidak benarnya suatu hukum ajaran Islam yang dirumuskan.

Dalam makalah ini penulis akan membahas tentang dasar-dasar penelitian sanad, yang mencakup: Pengertian kritik sanad , kaedah dan langkah kegiatan kritik sanad, permasalahan kritik sanad dan contohnya.

B. Pengertian Kritik Sanad

Kegiatan penelitian sanad dipergununakan istilah an-Naqd, kata an-Naqd berasal dari kata masdar yang artinya menurut bahasa sama dengan yaitu: memisahkan sesuatu yang baik dan yang buruk.[1] Kata an-Naqd juga berarti memilih-milih dirham dengan mengeluarkan dirham yang asli dari yang palsu.[2] Kata an-Naqd dapat juga diartikan dengan kritik[3] Ulama hadis mendefinisikan an-Naqd menurut istilah yaitu membedakan hadis-hadis yang sahih dari yang daif, sekaligus menetapkan status siqah dan cacat bagi perawinya.[4]

Menurut bahasa, sanad berarti sandaran atau pegangan (al-Mu’tamad). Surat utang yang berfungsi sebagai pegangan untuk menagihnya kembali disebut sanad. Secara istilah, dalam ilmu hadis sanad berarti jajaran orang-orang yang menyampaikan seseorang kepada matan hadis atau silsilah (urutan) oarang-orang yang membawa hadis dari Rasul, sahabat, tabiin, tabi’ at- Tabiin, dan seterusnya sampai kepada orang yang membukukan hadis tersebut.[5].Jadi penelitian sanad (an-Naqd al-Khariji) adalah kritik eksternal hadis yang merupakan telaah atas prosedur periwayatan (sanad) dari sejumlah rawi yang secara runtun menyampaikan matan hingga rawi terakhir.[6]

D. Kaedah Kesahihan Sanad

Tujuan utama dari kaedah kesahihan penelitian sanad adalah untuk mengetahui kualitas suatu hadis apakah hadis tersebut diterima (maqbul) atau ditolak (mardud).[7] Hadis yang kualitasnya tidak memenuhi syarat-syatrat tertentu, yang dalam hal ini adalah syarat-syarat yang diterima (maqbul) nya suatu hadis, maka hadis tersebut tidak dapat digunakan sebagai hujah. Syarat-syarat yang diterima (maqbul) nya suatu hadis, hadis tersebut harus sahih yaitu:

Sanad bersambung
Seluruh periwayat dalam sanad bersifat ‘adil
Seluruh periwayat dalam sanad bersifat dabit
Sanad hadis itu terhindar dari syuzzuz
Sanad hadis terhindar dari ‘illat[8]

Pemenuhan syarat itu diperlukan, karena hadis merupakan salah satu sumber ajaran Islam. Penggunaan hadis yang tidak memenuhi syarat akan mengakibatkan ajaran Islam tidak sesuai dengan apa yang seharusnya.[9] Dengan dilakukannya penelitian sanad, maka akan dapat diketahui apa yang dinyatakan sebagai Hadis Nabi itu benar-benar dapat dipertanggungjawabkan kesahihannya berasal dari beliau ataukah tidak.[10]

Hadis Nabi yang menjadi objek penelitian ulama hadis ialah berbagai hadis yang katagori ahad, yaitu hadis yang berstatus zanni al-wurud, tidak sampai kepada status katagori mutawatir, sedangkan hadis yang berkatagori mutawatir, ulama menganggap tidak menjadi objek penelitian, sebab hadis mutawatir tidak lagi diragukan kesahihannya berasal dari Nabi.[11]

Pernyataan ulama tersebut tidaklah berarti bahwa terhadap hadis mutawatir tidak dapat dilakukan penelitian lagi. Penelitian tetap saja dapat dilakukan, namun yang menjadi penelitian bukanlah untuk mengetahui kualitas sanad yang bersangkutan, melainkan untuk mengetahui atau membuktikan apakah benar hadis tersebut berstatus mutawatir. Apabila hasil penelitian telah menyatakan bahwa hadis tersebut mutawatir, maka kegiatan penelitian sanad sebagaimana terhadap hadis ahad tidak perlu dilakukan.[12]

E. Langkah-langkah Yang Harus Dilakukan Dalam Penelitian Sanad

Pada dasarnya yang menjadi objek penelitian hadis adalah sanad hadis, pembahasan sanad hadis merupakan sandaran yang sangat prinsipil dalam ilmu hadis dan merupakan jalur utama untuk mencapai tujuan yang luhur yakni untuk membedakan antara hadis yang diterima (maqbul) dan hadis yang ditolak (mardud)[13]

Untuk mengetahui hadis yang maqbul dan mardud, para ulama telah menciptakan kaedah kesahihan sanad hadis, yaitu segala syarat dan kriteria yang harus dimiliki oleh hadis yang bersangkutan. M.Syuhudi Ismail dalam bukunya “Kaedah Kesahihan Sanad Hadis” mengatakan bahwa suatu hadis dinyatakan sahih apabila memenuhi syarat atau kriteria sebagai berikut :

Sanad bersambung
Seluruh periwayat dalam sanad bersifat adil
Seluruh periwayat dalam sanad bersifat dabit
Sanad hadis terhindar dari syazz

a) Sanad bersambung Sanad hadis terhindar dari illat.[14]

Maksud sanad bersambung ialah tiap-tiap periwayat dalam sanad hadis, menerima riwayat hadis dari periwayat terdekat sebelumnya, keadaan itu berlangsung demikian sampai akhir sanad dari hadis tersebut.[15] Tata cara yang harus ditempuh untuk mengetahui bersambung atau tidaknya suatu sanad hadis, adalah dengan penelitian sebagai berikut :

Pertama, mencatat semua nama periwayat dalam sanad yang diteliti. Kedua, mempelajari sejarah hidup masing-masing periwayat. Ketiga, meneliti kata-kata yang menghubungkan antara periwayat dengan periwayat yang terdekat dalam sanad, yaitu kata-kata seperti haddasany, haddasana, dan lain-lainnya.[16]

b). Periwayat bersifat adil

Keadilan seorang rawi, menurut Syuhudi Ismail, harus memenuhi syarat :
beragama Islam
Mukallaf
Melaksanakan ketentuan Agama
Memelihara muru’ah.[17]

Fathur Rahman mengutip pendapat yang dikemukakan oleh al-Radi, ‘adalah ialah

tenaga jiwa yang mendorong untuk selalu bertaqwa, menjauhi dosa-dosa besar, menjauhi kebiasaan-kebiasaan melakukan dosa kecil dan meninggalkan perbuatan-perbuatan mubah yang menodai muru’ah.[18] Ada beberapa cara yang dipedomani ulama hadis, untuk menetapkan periwayat yang bersifat adil yaitu : Pertama, popularitas keutamaan periwayat dikalangan ulama hadis. Kedua, penilaian dari para kritikus periwayat hadis, yang berisi pengungkapan kelebihan dan kekurangan yang ada pada diri periwayat hadis, Ketiga, penetapan kaedah al-jarh wa al-ta’dil, yang dipakai ketika para kritikus periwayat hadis, tidak sepakat dalam menilai pribadi periwayat tertentu.[19]

c) Periwayat bersifat dabit

Periwayat yang bersifat dabit adalah periwayat yang hafal dengan baik riwayat yang telah didengarnya, dan mampu menyampaikan riwayat yang telah dihafalnya itu tanpa penambahan dan pengurangan.[20] Para ulama hadis membagi periwayat yang bersifat dabit ini kepada dua macam, yaitu: Pertama, dabit sadri, yakni seorang mempunyai ingatan yang kuat, sejak dari menerima sampai kepada menyampaikan kepada orang lain dan ingatannya itu sanggup dikeluarkan kapan dan di mana saja dikehendaki. Kedua, dabit kitab yaitu terpeliharanya periwayatan melalui tulisan yang dimilikinya dengan mengingat betul hadis yang ditulis, menjaga dengan baik dan meriwayatkannya kepada orang lain dengan benar.[21]

Cara penetapan ke-dabitan seorang periwayat adalah berdasarkan kesesuaian riwayat yang disampaikan oleh periwayat lain yang telah dikenal ke-dabitannya. Tingkat kesesuaiannya itu mungkin hanya sampai ke tingkat makna.[22]

d) Terhindar dari syazz

Kalimat syazz merupakan isim fail dari fiil Syazza yang berarti menyendiri dari kabar orang banyak.[23]

Ke-syazzan suatu hadis itu terletak kepada adanya perlawanan antara suatu hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang maqbul dengan hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang lebih rajih (kuat) daripadanya, disebabkan dengan adanya kelebihan jumlah sanad atau kelebihan dalam ke-dabitan rawinya.[24]

M.Syuhudi Ismail, mengatakan ke-syazzan sanad hadis baru dapat diketahui setelah diadakan penelitian sebagai berikut: Pertama, semua sanad yang mengandung matan hadis yang pokok masalahnya sama dihimpun dan diperbandingkan. Kedua, para periwayat diseluruh sanad diteliti kualitasnya. Ketiga, apabila seluruh periwayat bersifat siqah dan ternyata ada seorang periwayat yang sanadnya menyalahi sanad-sanad lainnya, maka sanad yang menyalahi itu disebut yang syazz sedang yang lainnya disebut dengan sanad mahfuz.[25]

e). Terhindar dari illat

Illat menurut istilah ilmu hadis ialah sebab yang tersembunyi yang merusakkan kualitas hadis, sehingga bisa mengakibatkan tidak sahihnya suatu hadis.[26]

Ulama hadis umumnya mengatakan, illat hadis kebanyakan berbentuk:

Pertama, sanad yang tampak muttasil dan marfu’, ternyata muttasil dan mauquf. Kedua, terjadi percampuran hadis dengan bagian hadis lain. Ketiga, terjadi kesalahan penyebutan riwayat, karena ada lebih dari seorang periwayat memiliki kemiripan nama sedang kualitasnya sama-sama siqat.[27]

Mahmud at-Tabhan berpendapat bahwa ada 4 langkah dalam melakukan kritik sanad yaitu:
Mencari biografi para perawi melalui kitab – kitab yang disusun oleh para ahli hadis
Mengevaluasi ke’adilan dan kedabitan perawi, dengan membaca dan mempelajari pendapat para ahli al-jarh dan ta’dil
Meneliti kemuttasilan sanad
Meneliti Syazz dan ‘illat hadis.

Pendapat lain tentang langkah-langkah dalam penelitian sanad adalah Syuhudi Ismail yang mengatakan bahwa ada 3 langkah penelitian sanad hadis, sebagai berikut:
Melakukan al-I’tibar
Meneliti pribadi periwayat dan metode periwayatannya
Menyimpulkan hasil penelitian sanad

Dari langkah-langkah penelitian sanad yang dikemukakan oleh kedua ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa yang dilakukan dalam tahapan-tahapan penelitian sanad adalah:

1. Mencari hadis pada sumber aslinya dengan segala jalur sanad

caranya:

Penelusuran hadis pada sumber aslinya disebut dalam bahasa arab dengan takhrij al-Hadis atau takhrij menurut pengertiannya yang sederhana. Takhrij dalam pengertian ini dapat dilakukan dengan berbagai cara. Pada dasarnya metode takhrij ada lima macam yaitu: [28]
Takhrij Melalui Periwayatan Sahabat

Metode ini hanya dapat dilakukan apabila nama sahabat yang diriwayatkan hadis dari Nabi telah diketahui. Jika nama sahabat yang meriwayatkan hadis yang sedang ditelusuri belum diketahui maka metode ini tidak dapat digunakan. Metode ini dapat diterapkan pada tiga jenis kitab hadis, yaitu kitab musnad, mu’jam dan al-athraf.
Takhrij Melalui Permulaan Kata Hadis

Penelusuran hadis dalam metode ini dilakukan terhadap awal kata dari matan hadis. Metode ini dapat dilakukan dengan bantuan sebagian kitab athraf yang susunannya menurut urutan alfabet awal kata dari matan hadis sebagaimana tersebut diatas. Athraf jenis ini misalnya adalah kitab Mausu’ah Athraf al-Hadis an-Nabawi asy-Syarif karya Zaglul.Metode ini dapat juga dilakukan dengan bantuan kitab-kitab hadis masyhur yang banyak beredar dan dikenal di masyarakat Islam, baik statusnya sahih, hasan, daif maupun maudu’

3. Takhrij Melalui Tema Pokok

Metode ini membutuhkan pengetahuan tentang kajian Islam secara umum, dan kajian fiqih secara khusus sehingga penelitian dapat mendeteksi pokok bahasan yang terkait dengan hadis yang sedang ditelusurinya. Metode ini dapat dilakukan melalui kitab Miftah Kunuz as-Sunnah karya A.J. Wensinck.
Metode Melalui Keadaan Hadis

Metode ini dapat dilakukan setelah mengetahui keadaan hadis, sanad atau matannya. Misalnya sanad hadis yang diteliti sudah diketahui daif atau mursal. Hadis ini dapat diperiksa dalam kitab-kitab yang menghimpun hadis daif seperti Silsilah al-Ahadis adh-Dha’ifah wa al-Maudud as-Sijistani.
Takhrij Melalui Kata dari Matan

Penulusuran hadis ini dilakukan melalui satu kata yang menjadi bagian dari teks atau matan hadis. Metode ini dapat digunakan dengan bantuan kitab al-Mu’jam al-Mafahrats li Alfazh al-Hadis an-Nabawi karya A.J. Wensinck dkk. Buku ini sangant bermanfaat dijadikan pedoman mencari hadis.

Mencari kata di Kitab Mu’jam al-Mufahras li Alfaz al-Hadis an-Nabawi. Misalnya hadis

Kata terdapat di Kitab mu’jam halaman 441, dengan rumus

Artinya: hadis ini terdapat di sahih Bukhari kata Mawakitu as-Salah nomor 38 dan sahih Bukhari Muslim kitab Masajid nomor 309,314,315. Sunan Abi Daud bab salah hadis nomor 11, Sunan at-Tirmizi bab as-Salah hadis nomor 16 17. Sunan an-Nasa’i bab mawaqit hadis nomor 52-54. Sunan Ibn Majah bab as-Salah hadis nomor 10. Sunan ad-Darimi bab as-Salah hadis nomor 26. Muatta’ Malik bab as-Salah hadis nomor 25 dan bab safar hadis nomor 77. Musnad Ahmad Ibn Hanbali hadis nomor 3, 100,242,267,269,282,225.

2. membuat skema sanad

3. Mengidentifikasi setiap periwayat tentang:

- nama lengkapnya

- tahun wafat

- guru dan murid

- penilaian para kritikus

- tarjih

Caranya:

- Mempelajari sejarah hidup masing-masing periwayat:

a. Melalui kitab-kitab Rijal al-Hadis, misalnya kitab Tahzib al-Tahzib susunan Ibn Hajar al-‘Asqalany, dan kitab al-Kasyif susunan Muhammad bin Ahmad al-Zahaby

b. Dengan maksud untuk mengetahui:

1). Apakah setiap periwayat dalam sanad itu dikenal sebagai orang yang adil dan dabit, serta tidak suka melakukan penyembunyian cacat (tadlis)

2). Apakah antara para periwayat dengan periwayat yang terdekat itu terdapat hubungan antara : a) kesezamanan pada masa hidupnya dan 2) guru-murid dalam periwayatan hadis.

- Penilaian para kritikus; setelah menilai periwayat maka para kritikus metetapkan stutus siqah, dhaif atau labaksa bih terhadap periwayat.

- Tarjih; setelah mengidentifikasi periwayat dan melihat penilaian para kritikus hadis maka peneliti menetapkan status hadis tersebut, apakah sahih, hasan, da’if atau maudu’

4. Meneliti ittisal, syuzuz, ‘iilat

5. Menyimpulkan nilai sanad.

F. Beberapa Masalah dalam Kegiatan Kritik Sanad dan Contohnya

Dalam kritik sanad sering timbul permasalahan dalam penilaian akhir dari sanad yang dikaji, dimana sebagian ulama menilai periwayat hadis tertentu positif dan yang lainnya menilai negatif. Maka jalan keluar untuk masalah ini adalah satu dari tiga kemungkinan.

Mendahulukan jarh atas ta’dil secara mutlak, karena orang yang memberi penilaian jarh memiliki pengetahuan lebih atas yang menilai ta’dil.

Mendahulukan ‘adil atas jarh secara mutlak dengan alasan asal dari seorang perawi adalah ‘adil.
Mendahulukan jarh atas ta’dil dengan syarat kelemahan yang menjadi sebab cacat dijelaskan

Dari ketiga alternatif ini, nampaknya pilihan ketiga lebih bisa diterima. Selain perawi yang sering dinilai berbeda, para kritikus juga memiliki kriteria yang berbeda-beda, yang ini menimbulkan permasalahan dalam kritik sanad.

Az-Zahabi ( w 245 H ) seperti dikutib oleh Ibn as- Salah (w 634 H), para kritikus hadis terbagi kepada 3 kelompok, yaitu:

1. Periwayat yang sangat ketat (Mutasyaddid) dalam memberikan penilaian, baik at-Tarjih maupun at-Ta’dil (Muta’annit fi al-Jarh wa mutasyaddid fi at-Ta’dil). Apabila mereka menilai seseorang periwayat dengan penilaian siqah, maka penilaian mereka bisa dipedomani, akan tetapi apabila mereka menta’dilkan periwayat maka penilaian mereka tidak bisa dipedomani bila ada kritikus mu’tadil memberikan penilaian yang berbeda memberi penilaian positif. Diantara periwayat yang termasuk didalam kelompok ini adalah: al-Jauzajani , Abu Hatim ar-Razi, an-Nasa’i , Syu’bah bin al-Hajjaj , Ibn al-Qattan, Ibn Ma’in , Ibn Madini dan Yahya al-Qattan .

2. Periwayat yang bersifat longgar ( muttasahil ) dalam memberikan penilaian al-Jarh dan at-Ta’dil. Apabila mereka memberi penilaian daif kepada seseorang periwayat, maka memberikan penilaian siqah, maka penilaian mereka tidak dapat diperpegangi selama ada penilaian yang berbeda dari kritikus lain. Diantara yang termasuk dalam kelompok ini adalah: at- Tirmizi, al-Hakim, Ibn Hibban, al-Bazzar, asy-syafi’i, at-Tabarani, Abu bakar al- Haisami, al-Munziri, at-Tahawi, Ibn Khuzaimah, Ibn Sakan, Ibn al-Baihaqi , al-Baqawi, al-‘isyami, as-Sayuti.

3. Periwayat bersifat moderat (Mu’tadil). Apabila terjadi kontradiksi penilaian dikalangan al-Mutasyaddidun dan mutasahilun, maka penilaian mereka selalu menjadi pegangan. Diantara kritikus yang termasuk dalam kelompok ini adalah al-Bukhari, ad-Dar al-Qutni, Abu Daud, Ahmad bin Hanbal, az-Zahabi, dan Ibn Hajar al-Asqalani [29]

Untuk menghadapi suatu hadis yang sanadnya banyak, tetapi semuanya daif, maka dalam hal ini perlu ditelaah letak ke-daifannya. Sanad yang daif tetap saja daif bila ke-daifannya itu terletak pada periwayat yang sama tanpa ada mutabi’ yang mampu “menolongnya”.

Hadis yang berisi dialog antara Nabi dan Mu’az bin Jabal tentang urutan sumber hukum Islam tatkala diutus ke Yaman merupakan salah satu contoh; Sanad hadis tersebut cukup banyak. Mukharrij-nya selain Abu Dawud dan at-Turmuzi, juga Ahmad bin Hanbal dan al-Darimi. Seluruh sanad hadis tersebut da’if dan letak ke-daifannya Ahmad bin Hanbal adalah sama, yakni sama-sama melalui al-Haris bin ‘Amr yang berkualitas sangat lemah, ditambah lagi al-Haris itu menyandarkan riwayatnya kepada periwayat yang mubham (tidak jelas individunya). Dalam pada itu, keadaan sanadnya Abu Dawud dan salah satu sanadnya Ahmad lebih parah lagi sebab kelemahan-kelemahan tersebut masih ditambah lagi dengan kelemahan sanad yang brstatus mursal.[30]

Untuk mengatasi masalah sanad yang keadaannya seperti contoh diatas, diperlukan kecermatan dalam melakukan i’tibar, disamping takhrij al- Hadis untuk hadis-hadis yang semakna dan tahqiq dengan metode muqaranah.

Jika Anda Tertarik untuk mengcopy Makalah ini, maka secara ikhlas saya mengijnkannya, tapi saya berharap sobat menaruh link saya ya..saya yakin Sobat orang yang baik. selain Makalah KRITIK SANAD: Dasar-Dasar Penelitian Sanad
Oleh: Tasrip, anda dapat membaca Makalah lainnya di Aneka Ragam Makalah. dan Jika Anda Ingin Berbagi Makalah Anda ke blog saya silahkan anda klik disini.
Daftar Pustaka dan Footnote
[1] Lois Ma’luf, Al-Munjid fi al-Lughat wa al-A’lam, cet. 34, (Beirut: Dar al-Masyriq,, 1994),h. 830.



[2] Ibn Manzur Muhammad ibn Mukarram, Lisan al-‘Arab, Juz XIV (Beirut: Dar Ihy al-Turas al-‘Arabi, 1995), h. 254.



[3]Kritik memiliki arti penting yaitu pertimbangan yang membedakan antara yang benar dan yang tidak benar, yang indah dan yang jelek, yang bernilai dan yang tidak bernilai, Lihat Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Ensiklopedi Indonesia, cet. 4 (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve, 1992) h. 1981.



[4] M.M.Azmi, Manhaj al-Naqd inda al-Muhaddisin, Nasy’atun wa tarikuhu (Riyad: Maktabat al-Kausar, 1410H/1990), h.5. Lihat juga Ahmad Syayb, Usul al-Naqd al-Adabi, (Mesir: Maktabat Nahdat al-Misriyyah, 1964),h.116.



[5] Ramli Abdul Wahid, Studi Ilmu Hadis,cet.1 (Medan: PP2-IK, 2003),h. 25.



[6] Husein Yusuf, Kriteria Hadis Sahih (Kritik Sanad dan Matan), (Yokyakarta, Universitas Muhammadiyah, 1996),h. 30-35.



[7] Nur al-Din ‘Atay. Manhar al-naqd fi Ulum al-Hadis (Beirut: Dar al-Fikr, 1988), h.5.



[8] Syuhudi Ismail, KaedahKesahihan Sanad Hadis (Jakarta: Bulan Bintang ,1988),h.126



[9] Nawir Yuslem, Ulumul Hadis (Jakarta: Mutiara sumber Widya, 2001) h.343



[10] Syuhudi Ismail, Kaedah Kesahihan sanad, h. 5



[11] Ibid, h.4



[12] Syuhudi, Metodologi , h. 24



[13] Nur al-Din , Manhar al-Naqd, h. 123



[14] Syuhudi, Kaedah , h, 126



[15] Subhi as-Salih, Ulumul al-Hadis wa Mustalahuhu (Beirut: Dar al-Ilmi al-Malayin,1977), h.45. Lihat Fathur Rahman,Ikhtisar Musthalahul Hadis , Bandung: al-Ma’arif .1974), h.122



[16] Syuhudi, Kaedah , h. 128.



[17] Ibid, h. 134



[18] Rahman,Ikhtisar Mustalahul, h. 120. Lihat Ajjaj ,Usul al-Hadis, h. 305



[19] Syuhudi, Kaedah , h. 134



[20] Ibid, h,135-136



[21] Rahman, Ikhtisar Mustalahul, h. 121, lihat Suparta dan Ranuwijaya, Ilmu Hadis,(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), h. 141



[22] Ajjaj al-Khatib, Usul al-Hadis, (Beirut: Dar al-Fikr, tt)), h.232



[23] Ma’luf, Al-Munjid, h.379







[24] Ajjaj, Usul al-Hadis, h 291



[25] Syuhudi, Kaedah , h. 144



[26] Ajjaj, Usul, h. 291



[27] Syuhudi, Kaedah, h. 149



[28] Ramli, Studi Ilmu hadis, h. 259-264.



[29] Abd al- Maujud Muhammad ‘Abd al-Latif, Ilm al-Jarh wa at-Ta’dil Dirasah wa Tatbiq ( Kairo: Jami’ah al azhar, tt) h. 47-48.



[30] Syuhudi, Metodologi, h. 24.


Makalah atau artikelnya sudah di share, makasih ya !

Mau Makalah Gratis! Silahkan Tulis Email Anda.
Print PDF
Previous
Next Post »
Copyright © 2012 Aneka Makalah - All Rights Reserved