Dimensi Mistik dalam Islam Kebatinan merupakan hal yang tidak tabu lagi didengar. dimensi mistik mengambarkan corak yang selalu dikaitkan dengan hal yang ghaib. dalam islam kebatinan dimensi mistik selalu melekat dengan orang-orang yang cendrung dan mngerah kepad hal mistik. apa sebenarnya makna Dimensi Mistik dalam Islam Kebatinan. diantara maknanya adalah bahwa mistik berasal berasal dari bahasa Yunani mystikos yang artinya rahasia, serba rahasia, tersembunyi, gelap, atau terselubung dalam kekelaman. jadi kesimpulan yang dapat ditarik adalah Dimensi Mistik dalam Islam Kebatinan bermakana sesuatu yang ghaib yang hanya dapat dirasakan dengan jiwa dan perasaan.
Aliran Kebatinan dan Ajaran-ajarannya |
Menurut Prof. Muhammad Muhsin Jayadiguna, aliran kebatinan di Indonesia dapat dibedakan dalam empat golongan:
Golongan pertama yang mementingkan ilmu gaib dapat disebut dengan science occultes atau lebih singkat occultisme. Golongan kedua yang berusaha mempersatukan jiwa manusia dengan Tuhan dinamakan dengan mystic atau mistisisme. Golongan ketiga yang membahas “paran sangkaning dumadi” dinamakan ahli metafisik, yakni tentang hal-hal di luar alam. Golongan keempat yang mementingkan budi luhur, dinamakan moralist, alirannya adalah morale atau ethics.[14]
Pembedaan aliran kebatinan daalam empat golongan ini, mungkin memberi kesan bahwa empat bagian itu terpisah, satu daripada lainnya, tiap-tiap bagiannya berdiri sendiri. Menurut Rasjidi, jika sesuatu golongan hanya memikirkan moral saja, atau metafisik saja, atau mistik saja, atau melulu mempraktekkan ilmu gaib, maka itu lebih bersifat khusus dan pengecualian. Yang terbanyak dan umum adalah orang-orang yang mencampurkan empat macam bidang tersebut di atas, hal ini mudah dimengerti, karena bidang-bidang metafisik, mistik, moral dan occultisme, memiliki hubungan satu sama lain. Metafisik atau sangkan paraning dumadi merupakan suatu dasar konsepsi. Dari situlah orang dapat mengatur penghidupan mistik, dapat membentuk tesis-tesis moral, dan dari situ juga ilmu gaib atau science occulte dapat timbul.[15]
Mengenai asal nama dari “kebatinan” di Indonesia, Rasjidi mengemukakan beberapa hipotesis,[16] yaitu:
Kata kebatinan mungkin sebagai salinan dari arti: approfondisement de la vie interiure yang artinya memperdalam hidup. Dengan begitu, istilah kebatinan itu merupakan suatu manifestasi dari pengaruh teosofi.
Kemungkinan kedua, ialah bahwa bahwa kata kebatinan merupakan salinan dari perkataan occultisme, yaitu yang tersembunyi dan rahasia, apalagi telah diketahui bahwa banyak dari praktek-praktek kebatinan yang disebut ilmu gaib. Kemungkinan ketiga, bahwa kebatinan merupakan salinan dari kata Arab: bathiniyah yang berarti “di dalam”.
Dalam kepustakaan Islam kejawen, pengaruh ajaran tasawuf dan ajaran budi luhur sangat nyata terlihat. Demikian pula dengan istilah-istilah arab yang berkaitan dengan agama Islam dan ajaran tasawuf merupakan bagian dari kepustakaan Jawa. Tetapi pada umumnya, para sastrawan Jawa tidak banyak pengetahuannya tentang bahasa Arab dan agama Islam. Oleh karena itu, banyak istilah-istilah Islam yang diterjemahkan menurut tanggapan dan pemahaman para sastrawan itu sendiri. Ada yang jauh menyimpang dari pengertian yang sebenarnya, dan akibatnya, banyak terdapat uraian-uraian yang samar dan sulit dipahami. Dalam Serat Centini diuraikan sebgai berikut:
Ranakit pasangin dikir / setariah isbandiah / barjah jalalah suhule / tinokidken mring makrifat / pemancade maring kak / pemnacade maring kak / dedalan tarki tanajul / layaping panaul pana / (terdapat istilah-istilah tasawuf seperti zikir, Syatariah Isbandiah, barzah jalalah, ma`rifah, fana, yang tidak jelas maksud dan pengertiannya).[17]
Dengan bersamadi, para mistikus kebatinan merasai hadirnya Tuhan dalam dirinya. Bila semua rintangan telah ia lalui, ia merasakan kesatuan tak-mendua antara manusia dengan Tuhan yang istilahnya berbunyi: jumbuhing kawula-Gusti, pamor kawula-Gusti, ataupun tokid. Selanjutnya, ia menyadari dirinya sebagai Tuhan, pemikirannya bersifat wahyu, perkataannya dicatat oleh murid-murid, diciptakanlah kitab suci yang baru dan murid-murid jadi rasul baru. Missaalnya pemimpin aliran “Ilmu Sejati” di Jawa Barat menyatakan: “Aku menyaksikan tiada Allah selain aku dan bahwa rasaku adalah wakilku.”[18] Ucapan-ucapan sejenis ini sudah ada sejak zaman wali songo, dari mulai syeh Siti Jenar sampai para penyusun Suluk Centini.
Dalam tradisi Hindu disebutkan bahwa diri manusia (atman), bila beralih kepada tingkat mulia yang disebut paratman, merasa identik dengan Brahman. Adapaun ektase dalam mistikus kebatinan, kepribadiannya diganti oleh pribadi lain, yang disebut kerasukan atau majnun, dan suri. Usaha dan sarana untuk mencapai penggantian pribadi itu bermacam-macam: yoga, autosugesti, tari menari, kemenyan, kutug, rebana, zikir, ganja, gamelan dan lain sebagainya. Berkat latihan kebatinan, tercapailah identifikasi dengan yang maha kuasa, dan akhirnya menimbulkan kekuatan dan tenaga yang luar biasa dan tidak terdapat pada manusia normal. Segala hal ajaib sering terjadi, seperti, dapat bertelepati, meramal, bilokasi atau hadir dalam dua tempat pada waktu yang sama, dapat berbicara dengan bahasa yang tak dikenal (xenolali), daapat menggerakkan sesuatu tanpa menyentuhnya, dan sebagainya. Daya gaib seperti itulah yang sering ditonjolkan adalam aliran kebatinan. (subagya, 57)
Dalam Serat Saloka Jiwa disebutkan: membeberkan ilmu kesempurnaan, ajaran para guru masa lalu, sesungguhnya sebelum ada apa-apa, awang-uwung (keadaan kosong) ini, hanya Tuhan yang ada. Tuhan menciptakan cahaya nur ru`yah, lalu menjadi unsur-unsur, segera mengurai menjadi tanah, api, angin, (udara), dan air. Bumi (tanah) menjadi jasad, berkembang menjadi empat macam: darah, daging, tulang dan sumsum. Api berkembang menjadi empat macam nafsu: cahaya hitam (lawwamah), merah (amarah), kuning (sufiah), dan putih (mutmainnah). Angin berkembang menjadi 4 macam nafas, yakni; nafas, anfas, tanafas, nufus. Adapun air berkembang menjadi empat macam roh; roh-jasmani, roh-hewani, roh-nabati, dan roh-nurani. Sesungguhnya Tuhan itu, sebalum ada alam kososng ini, telah berada dalam nukat gaib, ibarat huruf alif bersifat wajibul wujud, berada pada manusia yang telah manunggal dengan Tuhan, tiada beda baginya di dunia dan di akhirat.[19]
Sejak semula, para ahli mistik dengan tegas membedakan antara ahli sufi sejati, yakni mutasawwif yang berusaha mencapai tingkat rohani yang lebih tinggi, dengan mustawif, yakni orang yang berpura-pura menjadi seorang sufi tetapi sebenarnya merupakan pengganggu yang tak berguna, dan bahkan membahayakan bagi orang yang mempercayainya.[20]
Dalam kepustakaan Jawa, kata wirid mendapat perhatian khusus, sesuai dengan pemahaman penulis Jawa. Dalam kepustakaan Jawa wirid adalah ajaran ilmu ma`rifat atau mistik, pada umumnya dituangkan dalam bentuk prosa. Sedangkan ajaran ilmu ma`rifat yang dituangkan dalam bentuk puisi atau sekar disebut suluk.
Wirid Hidayat Jati karya Ranggawarsita di dalamnya memuat ajaran ilmu ma`rifat dan ajaran martabat tujuh. Karya ini dipengaruhi oleh ajaran martabat tujuh dari Syamsuddin Pasai dan Abdul Rauf Singkel. Selain itu, Wirid Hidayat Jati dipengaruhi oleh kepustakaan Jawa lainnya, yaitu Serat Centini dan Serat Dewa Ruci.ajaran martabat tujuh yang sebenarnya bersumber dari Kitab al-Tuhfah al-Mursalah ila Ruhi Nabi, karya Muhammad ibn Fadh Allah dari Gujarat. Ajaran ini sampai di Jawa meungkin melalui komentar Syamsuddin Pasai, atau melalui penyebaran tarekat Syatariyah oleh murid-murid Abdul rauf Singkel. Tarekat Syatariyah di Jawa disebarkan oleh Abdul Muhyi, seorang murid dari Abdul Rauf, yakni di Priyangan. Pengikut tarekat Syatariyah segera menyebar ke cirebon dan tegal. Di daerah Tegal inilah muncul Serat Tuhfah, yang digubah dalam bahasa Jawa.
Martabat tujuh adalah suatu ajaran tentang penciptaan manusia dan alam semesta, dari tajalli Tuhan sebanyak tujuh martabat. Ajaran ini diambil sebagai kerangka pemikiran dalam Wirid Hidayat Jati, untuk menjelaskan tentang asal usul manusia. Ada tujuh unsur pembentuk manusia, dan ada tujuh martabat penghayatan gaib untuk kembali bersatu dengan Tuhan. Bahkan perkembangan janin dalam kandungan, hingga berbentuk manusia secara utuh, juga melalui tujuh martabat. Dalam serat ini disebutkan:
/marquee
Dari Hadis Qudsi, Hadis yang dimulai dari kata: Allah bersabda .., sabda Allah kepada Rasulullah: “Aku mendirikan istana dalam perut manusia yang Ku-sebut dada. Dalam dada kalbu, dalam kalbu jantung, dalam jantung budi, dalam budi jinem, dalam jinem sukma, dalam sukma rahasya (rasa), yaitu: Aku. Arti sabda Allah; anugerah Allah yang datang dalam rasa.[21]
Seorang mistikus santri menjelaskan bahwa salat malam (tahajjud) dapat membawa seseorang merasakan pengalaman mistis dan bisa mendekatkan jiwa kepada Allah. Salat malam yang dilakukan di masjid merupakan suatu bentuk meditasi, dan hal seperti ini lebih efektif dan aman daripada yang dilakukan para mistikus kejawen. Sementara kalangan mistik kejawen, berusaha menjadi ‘kosong’ dan mereka sering bermeditasi di hutan atau di pinggir kali. Menurut kalangan santri, hal ini berbahaya karena setan-setan justru hidup di daerah-daerah seperti ini dan bisa mengubah jiwa dalam badan spiritual. Bahaya ini akan tidak mungkin atau sangat sulit terjadi pada meditasi yang dilakukan di masjid karena setan tidak berani mengganggu di masjid.[22]
Wirid Hidayat Jati mengajarkan paham kesatuan antara manusia dengan Tuhan. Paham ini mengajarkan bahwa manusia berasal dari Tuhan, dan oleh karena itu, harus berusaha untuk dapat bersatu dengan Tuhan. Kesatuan kembali antara manusia dengan Tuhan di dunia bisa dicapai melalui penghayatan mistis, seperti pada umumnya dalam setiap ajaran mistis. Akan tetapi kesatuan yang sempurna antara manusia dengan Tuhan menurut Wirid Hidayat Jati sesudah datangnya masa ajal atau maut.
Manusia yang sanggup mencapai penghayatan kesatuan dengan Tuhan, akan menjadi orang yang waskitha dan menjadi manusia yang sempurna hidupnya. Yaitu orang yang tingkah lakunya mencerminkan perbuatan-perbuatan Tuhan, lantaran Tuhan bersabda, mendengar, melihat, merasakan segala rasa serta berbuat mempergunakan tubuh manusia. Dalam keadaan kesatuan seperti itu manusia berhak mengakui sebagai Tuhan, karena tuhanlah yang berbicara melalui mulut manusia. Maka dalam Wirid Hidayat Jati, penjelasan tentang Tuhan tidak dapat dipisahkan dengan uraian tentang manusia. Dalam arti, manusia yang telah mencapai tingkat kesatuan dengan Tuhan. Dengan demikian, penjelasan tentang Tuhan dan tentang manusia selalu berkaitan satu dengan yang lain.
Jalan untuk mencapai kesatuan antara manusia dengan Tuhan adalah melakukan manekung amuntu samadi. Selain itu juga dapat dicapai dengan membaca suatu rumusan kata-katauntuk mengumpulkan kawula Gusti, yaitu sejenis rumusan kata-kata yang dipandang mempunyai daya magis. Rumusan kata-kata yang punya daya magis tersebut adalah sebagai berikut: Aku zat Tuhan yang bersifat Esa, meliputi hamba-Ku, manunggal-lah menjadi satu keadaan, sempurna lantaran kodrat-Ku.[23]
Konsepsi tentang Tuhan dalam Islam Kejawen berbeda dengan ajaran Alqur’an. Qur’an secara tegas mengatakan bahwa Tuhan adalah zat yang trancendent (berada di luar dan mengatasi alam semesta). Sebaliknya Wirid Hidayat Jati mengetengahkan konsepsi tentang Tuhan yang bersifat immanent. Tuhan dikatakan berada dalam diri manusia. Selain itu Alqur’an mengajarkan tentang paham tanzih, yaitu menyucikan Tuhan dari keserupaan dengan makhluk-Nya. Sebaliknya dalam paham Islam kejawen, cenderung kepada paham tasybih, yaitu keserupaan antara manusia dengan Tuhan. Dalam istilah yang lain disebut panteisme.
Di dalam pertunjukan, stace juga membantah bahwa mistik Islam itu menjelma menjadi corak universal serupa ditemukan dalam paham Budha, Hindu, Yahudi, dan semacamnya. Bagaimanapun, perhatian teliti kepada status mistik Islam yang bertujuan fana kepada Allah akan mengungkapkan bahwa, sebagai contoh, bukan sama halnya, dengan nirwana, dan demikian juga, ketika mistik islam berbicara tentang ketiadaan dari pengalamannya dia tidak berarti hal yang sama dengan faham Cina ketika ia menyatakan Mu, atau ajaran Hinayanis dan Mahayanis ketika mereka menyatakan sun-yata. Yang dilibatkan dalam ketiadaan fana tidaklah hanya hilangnya identitas, tetapi juga baqa, hidup kekal di (dalam) allah. (Steven T. Katz, 53)
Dalam mistik kristen pada umumnya menyebutkan bahwa pengalaman mistik adalah penyatuan dengan tuhan. Sementara dalam agama hindu, salah satu dari pengalaman mistik adalah di mana individu identik dengan Brahman atau jiwa universal. Seorang Kristen mengatakan bahwa pengalamannya mendukung aliran ketuhanan dan bukanlah suatu pengalaman yang identik nyata dengan Tuhan, ia tidak memahami penyatuan sebagai penyertaan identitas tetapi beberapa hubungan lain seperti kemiripan. Orang hindu dengan tegas atas keidentikan tersebut, dan mengatakan bahwa pengalaman mistisnya menunjukkan apa yang oleh para penulis dalam mistisisme yang disebut panteisme.[24]
|