Aneka Ragam Makalah

Mengenal Anatomi dan Desain Kurikulum



Jika bermanfaat, Mohon di Share ya !. kalau sempat sumbang tulisannya ya !
Kurikulum merupakan salah satu perangkat yang harus ada dalam suatu lembaga pendidikan. Kurikulum memegang peranan yang cukup strategis dalam mencapai tujuan pendidikan, baik itu pendidikan umum maupun pendidikan agama. Sedangkan Tujuan kurikulum dirumuskan berdasarkan perkembangan tuntutan, kebutuhan dan kondisi masyarakat serta didasari oleh pemikiran-pemikiran yang terarah pada pencapaian nilai-nilai filosofis, terutama falsafah negara.

Sedangkan Tujuan kurikulum dirumuskan berdasarkan perkembangan tuntutan, kebutuhan dan kondisi masyarakat serta didasari oleh pemikiran-pemikiran dan terarah pada pencapaian nilai-nilai filosofis, terutama falsafah negara. Kurikulum sebagai salah satu komponen pendidikan sangat berperan dalam mengantarkan pada tujuan pendidikan yang diharapkan. Untuk itu kurikulum merupakan kekuatan utama yang mempengaruhi dan membentuk proses pembelajaran. Kesalahan dalam penyusunan kurikulum akan menyebabkan kegagalan suatu pendidikan dan penzoliman terhadap peserta didik[1].

Dalam hal penyusunan kurikulum, Herman H. Horne[2] memberikan dasar bagi penyusunan kurikulum menjadi tiga bahagian, diantaranya adalah:

1. Dasar Psikologis, digunakan untuk memenuhi dan mengetahui kemampuan yang diperoleh dan kebutuhan       peserta didik (the ability and need of children).
2. Dasar sosiologis, digunakan untuk mengetahui tuntutan masyarkat (the legitimate demands of society)             terhadap pendidikan.
3. Dasar filosofis, digunakan untuk mengetahui nilai yang akan dicapai (the kind of universe in which we live).

Berdasarkan tiga dasar diataslah sebuah kurikulum disusun dan dikembangkan kembali. Namun demikian dalam hal penyusunan kurikulum pendidkan islam belumlah lengkap apabila hanya didasarkan pada tiga dasar diatas, sebab dalam pendidikan islam ada usaha-usaha yang dilakukan untuk mentransfer dan menanamkan nilai-nilai agama sebagai titik central tujuan dan proses pendidikan islam[3]. Dengan demikian usaha-usaha yang dilakukan untuk mencapai tujuan pendidikan islam akan dapat dilaksanakan dengan baik, serta tidak mengurangi nilai-nilai islam dalam kurikukulum tersebut. Usaha-usaha ini akan tercapai apabila adanya kesungguhan dari para pendidik dan tanpa mengurangi dasar-dasar penyusunan kurikulum yang sudah ada. Makalah ini akan dijelaskan tetang anatomi kurikulum, komponen-komponen kurikulum, dan desain kurikulum.

B. ANATOMI KURIKULUM

Anatomi berasal dari bahasa Yunani anatomia, dari anatemnein, yang berarti memotong atau kemudian akan lebih tepat dalam pokok bahasan ini kita sebut atau kita artikan dengan menggunakan arti struktur atau susunan atau juga bagian atau komponen[4]. Kurikulum merupakan salah satu komponen yang memiliki peran penting dalam system pendidikan, sebab dalam kurikulum bukan hanya dirumuskan tentang tujuan yang harus dicapai sehingga memperjelas arah pendidikan, akan tetapi juga memberikan pemahaman tentang pengalaman belajar yang harus dimiliki oleh setiap siswa. Oleh karena begitu pentingnya fungsi dan peran kurikulum, maka setiap pengembangan kurikulum pada jenjang manapun harus didasarkan pada azas-azas tertentu[5].

Anatomi kurikulum dapat dirumuskan menjadi empat bagian, yaitu, pertama, Tujuan yang akan dicapai, kedua Proses dalam pembelajaran, ketiga Materi yang akan disampaikan, keempat Evaluasi. Dari keempat rumusan ini salingketerkaitan antara satu dengan yang lainnya. Tujuan yang akan dicapai harus sesuai dengan dengan proses yang akan dilakukan, materi yang akan disampaikan juga tidak terlepas dari proses dan tujuan akan akan dicapai dalam suatu kurikulum. Dengan demikian evaluasi akhir dari rumusan tersebut terdapat timbal balik yang relevan terhadap pengembangan kurikulum selanjutnya.

Tujuan Akan mengarahkan semua kegiatan pengajaran dan mewarnai komponen-komponen kurikulum lainnya. Sedangkan rumusan tujuan didasarkan kepada, pertama, Perkembangan tuntutan, kebutuhan, dan kondisi masyarakat, kedua, Pencapaian nilai-nilai filosofis terutama falsafah negara (Tujuan Pendidikan Nasional).

Lias Hasibuan[6] mengemukakan beberapa prinsip dalam pengembangan kurikulum, yaitu:

1. Prinsip berorientasi pada tujuan
2. Prinsip Relevansi
3. Prinsip Efesiensi.
4. Prinsip Fleksibilitas.
5. Prinsip Integritas.
6. Prinsip Kontinuitas.
7. Prinsip Sinkronisasi.
8. Prinsip Obyektivitas.
9. Prinsip Demokratis.

C. KOMPONEN KURIKULUM

Komponen adalah bagian integral dan fungsional yang tidak bisa dipisahkan dari suatu system kurikulum, karena komponen itu sendiri mempunyai peranan dalam pembentukan system kurikulum. Sebagai sebuah system, kurikulum memiliki komponen-komponen. Komponen-komponen kurikulum dari suatu sekolah dapat didentifikasi secara mudah dengan mengkaji buku atau dokumen kurikulum itu sendiri. Dari isi dokumen kurikulum dapat diketahui komponen-komponen apa saja yang membentuk system kurikulum[7].

Wina Sanjaya[8] mengemukakan bahwa kurikulum merupakan suatu system yang memiliki komponen-komponen tertentu. Manakala salah satu komponen yang membentuk system kurikulum terganggu atau tidak berkaitan dengan komponen lainnya, maka system kurikulumpun akan terganggu pula. Komponen-komponen yang membentuk system kurikulum dapat dilihat pada gambar dibawah ini.


Evaluasi
Isi
Tujuan
Metode

Dari gambar diatas dapat jelaskan bahwa, komponen kurikulum terdiri dari empat bagian yang saling terhubung dan terkait satu sama lainnya. Bagian tersebut adalah komponen tujuan, isi kurikulum, motode atau strategi pencapaian kurikulum, dan komponen evaluasi.

1. Komponen Pengembangan tujuan kurikulum.

Komponen tujuan merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam pengembangan kurikulum. Kurikulum menurut Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang system pendidikan nasional adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan dan isi atau bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar[9].

Wina Sanjaya[10] mengemukakan beberapa alasan mengapa tujuan perlu dirumuskan dalam kurikulum. Pertama, Tujuan erat kaitannya dengan arah dan sasaran yang harus dicapai oleh setiap upaya pendidikan. Kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan, dengan demikian perumusan tujuan merupakan salah satu komponen yang harus ada dalam sebuah kurikulum. Kedua, melalui tujuan yang jelas, maka dapat membantu pengembang kurikulum dalam mendesain model kuriukulum yang dapat digunakan bahkan akan membantu guru dalam mendesain system pembelajaran. Ketiga, tujuan kurikulum yang jelas dapat digunakan sebagai control dalam menentukan batas-batas dan kualitas pembelajaran.

Pencapaian komponen tujuan kurikulum akan menjadi sangat penting karena pencapaian komponen tujuan ini berakibat langsung terhadap pencapaian tujuan-tujuan pendidikan selanjutnya[11].

a. Klasifikasi Tujuan.

Menurut Bloom[12] bentuk prilaku sebagai tujuan yang harus dirumuskandapat digolongkan kedalam tiga klasifikasi atau tiga domain (bidang), yaitu domain kognitif, domain afektif, dan domain psikomotor.

1) Domain kognitif.

Domain kognitif adalah tujuan pendidikan yang berhubungan dengan kemampuan intelektual atau kemampuan berfikir seperti kemampuan mengingat dan kemampuan memecahkan masalah, domain kognitif terdiri dari enam tingkatan yaitu:

a) Pengetahuan (knowledge).
b) Pemahaman.
c) Penerapan.
d) Analisa.
e) Sintesis.
f) Evaluasi.

2) Domain afektif.

Domain afektif berkenaan dengan sikap, nilai-nilai dan apresiasi. Domain ini merupakan kelanjutan dari domain kognitif. Krathwohl[13] mengemukakan bahwa domain afektif memiliki beberapa tingkatan, yaitu:

a) Penerimaan.
b) Merespon.
c) Menghargai.
d) Mengorganisasi.
e) Karakterisasi nilai.

3) Domain psikomotor.

Domain psikomotor dalah tujuan yang berhubungan dengan kemampuan keterampilan seseorang. Domain ini dapat dibagi kedalam enam bangian, 1. Gerak reflex. 2. Keterampilan dasar. 3. Keterampilan perceptual. 4. Keterampilan fisik. 5. Gerakan keterampilan. 6. Komunikasi nondiskursif.

b. Hirarkis Tujuan.

Dilihat dari hirakisnya tujuan pendidikan terdiri atas tujuan yang sangat umum sampai dengan tutjuan khusus yang bersifat spesifik dan dapat diukur. Tujuan yang bersifat umum sampai dengan bersifat khusus dapat diklasifikasikan menjadi emapat bagian yaitu: pertama, Tujuan Pendidikan Nasional (TPN), mencakup tujuan jangka panjang, tujuan ideal pendidikan Bangsa Indonesia[14]. Kedua, Tujuan Institusional (TI), mencakup sasaran pendidikan sesuatu lembaga pendidikan. Ketiga, Tujuan Kurikuler (TK), mencakup tujuan yang ingin dicapai oleh sesuatu program studi. Keempat, Tujuan Instrkuksional atau tujuan pembelajaran (TP), mencakup target yang harus dicapai oleh sesuatu mata pelajaran[15]. Hubungan tujuan umum sampai ke tujuan khusus dapat dilihat dibawah ini:

Tujuan Pendidikan Nasional
Tujuan Institusional
Tujuan Pembelajaran
Tujuan Kurikuler
Arah Pencapaian Tujuan
Arah Penjabaran Tujuan

2. Komponen Pengembangan materi kurikulum.

Pengembangan materi kurikulum pada hakikatnya adalah mengembangkan materi pembelajaran yang diarahkan untuk mencari tujuan pembelajaran. Materi pembelajaran merupakan perangkat untuk mempermudah pemahaman suatu materi pembelajaran. Kekeliruan dalam memilih materi pembelajaran dapat menghamabt proses pembelajaran dan pencapaian tujuan pembelajaran. Dengan demikian komponen pengembangan materi kurikulum sangat berpengaruh kepada tujuan pembelajaran yang akan dilakukan dalam kelas. Pemilihan materi ajar dalam kurikulum merupakan hal mutlak dalam komponen ini.

Materi pembelajaran (instructional materials) adalah pengethuan, sikap, dan keterampilan yang harus diketahui dan dimiliki peserta didik dalam rangka mencapai kemampuan atau kompetensi yang telah ditentukan[16].

Wina Sanjaya[17] mengemukakan bahwa bahan atau materi kurikulum (curriculum materials) adalah isi atau muatan kurikulum yang harus dipahami siswa dalam uapay mencapai tujuan kurikulum. Komponen materi merupakan bahan-bahan kajian yang terdiri dai ilmu pengetahuan, nilai, pengalaman, dan keterampilan yang dikembangkan kedalam proses pembelajaran guna mencapai komponen tujuan[18]. Kompenen pengembangan materi yang akan dikembangkan dalam bahan ajar merupakan factor penting dalam mencapai tujaun yang telah ditentukan. Ini bertujuan untuk memberikan pemahaman terhadap siswa tentang apa yang disampaikan oleh seorang guru dalam mencapai tujuan pembelajaran yang terdapat didalam kurikulum yang sudah tersusun.

Dalam mengembangkan komponen materi, perlu diperhatikan sumber-sumber pengembangan materi yang dimaksudkan dalam suatu kurikulum.

1. Sumber-sumber materi kurikulum.

a. Masyarakat sebagai sumber kurikulum.

Sekolah berfungsi untuk mempersiapkan anak didik agar dapat hidup ditenagah-tengah masyarakat. Kebutuhan masyarakat yang harus diperhatikan dalam pengembangan kurikulum meliputi masyarakat dalam lingkungan sekitar (local), masyarakat dalam tatanan nasional dan masyarakat global. Sumber-sumber materi kurikulum selain bersumber dari tatanan kehidupan global dan nasional, materi juga harus bersumber dari masyarakat sekitar. Secara khusus masyarakat local memiliki budaya (kearifan local) tersendiri dimana kurikulum tersebut diberlakukan. Hal ini cukup penting, karena bagaimanapun juga kearifan local merupakan bahagian penting dalam memajukan proses pendidikan yang akan diselenggarakan. Disamping itu juga mengajarkan kepada peserta didik akan pentingnya kearifan local sebagai Soko Guru kebudayaan nasional[19].

b. Siswa sebagai sumber kurikulum.

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam perumusan isi kurikulum yang berkaitan dengan siswa, yakni:

1) Kurikulum sebabaiknya disesuaikan dengan perkembangan anak.
2) Isi kurikulum sebaikanya mencakup keterampilan, pengetahuan dan sikap yang dapat digunakan siswa dalam pengalamannya sekarang dan juga berguna menghadapi kebutuhannya pada masa yang akan datang.
3) Siswa hendakany didorong untuk belajar berkat kegiatannya sendiri.
4) Apa yang dipelajari siswa hendaknya sesuai dengan minat dan keinginan siswa[20].

c. Ilmu pengetahuan sebagai sumber kurikulum.

2. Tahap penyeleksian materi kurikulum.

Penyeleksian merupakan langkah-langkah yang harus dilaksanakan dalam pengembangan materi kurikulum. Penyeleksian dimaksud mencakuap, Pertama, Identifikasi kebutuhan (need assesement), Kedua, mendapatkan bahan kurikulum (assess the curriculum materials), Ketiga, Analisis bahan (analyze the materials), Keempat, penilaian bahan kurikulum (appraisal of curriculum materials), Kelima, membuat keputusan mengadopsi bahan (make anadoption decision)[21].

3. Jenis-jenis materi kurikulum.

Jenis materi kurikulum yang haru sdipelajari siswa terdiri dari fakta, konsep, prinsip, hokum, dan keterampilan. Fakta adalah sifat atau suatu gejala, peristiwa, benda, yang wujudnya dapat ditangkap oleh panca indra, sedangkan fakta merupakan pengetahuan yang berhubungan dengan data-data spesifik (tunggal) baik yang telah maupun yang sedang terjadi yang dapat diuji atau diobservasi[22].

4. Kriteria Penetapan materi kurikulum.

Ada beberapa pertimbangan dalam menetapkan materi kurikulum yang ditinjau dari sudut siswa, yakni: Pertama, Tingkat kematangan siswa, Kedua, Tingkat pengamalan anak, Ketiga, tahap kesulitan materi[23].

3. Komponen Metode.

Komponen metode dapat dibagai kedalam dua bahaagian, (a). metode dalam pengertian luas tidak hanya sekedar metode mengajar saja akan tetapi menyangkut strategi pembelajaran, serta membangun nilai, pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan pada diri anak didik, (b). metode dalam pengertian sempit adalah berupa penggunaan salah satu cara dalam mengajar atau belajar[24].

4. Komponen Evaluasi.

Evaluasi adalah tindakan yang dilakukan untuk mengetahui hasil pengajaran pada khususnya dan hasil pendidikan pada umumnya. Selain itu evaluasi juga berguna bagi perbaikan pengajaran (evaluasi sebagai feed back)[25].

Untuk melihat sejauh mana keberhasilan dalam pelaksanaan kurikulum diperlukan evaluasi. Komponen evaluasi merupakan satu komponen yang berhubungan erat dengan komponen lainnya, maka cara penilaian atau evaluasi akan menentukan tujuan kurikulum, materi atau bahan, serta proses belajar mengajar.

Penilaian sangat penting, tidak hanya untuk memperlihatkan sejauh mana tingkat prestasi anak didik, tetapi juga suatu sumber input dalam upaya perbaikan dan pembaharuan kurikulum. Penilaian dalam arti luas, tidak hanya dapat dilakukan oleh pendidik, namun juga kalangan masyarakat luas[26].

D. DESAIN KURIKULUM

Desain kurikulum adalah rancangan, pola atau model. Mendesain kurikulum berarti menyusun rancangan atau menyusun model kurikulum sesuai dengan visi dan misi sekolah. Mendesain kurikulum tidak terlepas dari perencanaa yang matang dan baik sehingga tujuan yang akan direncanakan dapat dicapai dengan baik pula. Mike Threlfall menyebutkan, bahwa: “aim of planning across the curriculum is to balance the needs of children and those of staff with the necessary systems, procedures and policies in relation to planning. I have indicated a need to plan thoroughly and carefully but you will also need to find a place for flexibility, spontaneity and imagination”[27].

Dengan demikian, desian kurikulum tidak terlepas dari tujuan perencanaan kurikulum yang menyeimbangkan kebutuhan anak dan orang-orang yang terlibat dengan sistem yang diperlukan, prosedur dan kebijakan dalam kaitannya dengan perencanaan. Saya telah menunjukkan kebutuhan untuk merencanakan teliti dan hati-hati tetapi Anda juga akan perlu menemukan tempat untuk fleksibilitas, spontanitas dan imajinasi.

Dalam mendesain kurikulum, ada beberapa model desain kurikulum yang dapat diutarakan dalam makalah ini, yaitu:

1. Desain Kurikulum Disiplin Ilmu.

Longstreet[28] mendefinisikan desain kurikulum merupakan desain kurikulum yang berpusat kepada pengetahuan (the knowledge centered desain) yang dirancang berdasarkan struktur disiplin ilmu, oleh karena itu model desain ini jiga dinamakan model kurikulum subjek akademis yang penekananny diarahkan untuk pengembangan intelektual siswa.

Ada tiga bentuk organisisi kurikulum yang berorientasi pada disiplin ilmu, yaitu: subject centered desain, learned centered desain, problem centered desain. Setiap desain kurikukum memberikan teknik atau cara yang efektif dalam proses pembelajaran agar berjalan dengan efektif dan efisien. Tetapi tidak setiap desain kurikulum dapat dijadikan pedoman dalam melaksanakn proses pembelajaran, karena setiap desain kurikulum memiliki kelebihan dan kekurangan dalam pelaksanannya.

a. Subject Centered Curriculum.

Pada subjek ini, bahan atau isi kurikulum disusun dalam bentuk mata pelajaran yang terpisah, mata pelajaran-mata pelajaran tersebut tidak berhubungan antara satu dengan yang lainnya. Organisasi bahan atau isi kurikulum pada subjek ini berpusat pada mata pelajaran secara terpisah, kurikulum ini juga dinamaka separated subject curriculum[29]

b. Subject Correlated Curriculum.

Pada organisasi kurikulum ini mata pelajaran tidak disajikan secara terpisah, akan tetapi mata pelajaran-mata pelajaran yang memiliki kedekatan atau mata pelajaran sejenis dikelompokkan sehingga menjadi suatu bidang studi (broadfield). Mengkorelasikan bahan atau isi materi kurikulum dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan, yaitu; 1). Pendekatan struktural, yaitu pendekatan kajian suatu pokok bahasan ditinjau dari berapa mata pelajaran sejenis. 2). Pendekatan Fungsional, yaitu pendekatan yang didasarkan pada pengkajian masalah yang berarti dalam kehidupan sehari-hari, dan 3). Pendekatan Daerah, yaitu pendekatan mata pelajaran ditentukan berdasarkan lokasi atau tempat[30].

c. Integreted Curriculum.

Model organisasi kurikulum ini tidak lagi menampakkan nama-nama mata pelajaran atau bidang studi, tetapi belajar berangkat dari suatu pokok masalah yang harus dipecahkan, selanjutnya masalah tersebut dinamakan unit. Subject Correlated Curriculum berfungsi untuk mengembangkan siswa dari segi intelektual dan seluruh aspek yang berkaitan dengan sikap, emosi, dan keterampilan. Organisasi kurikulum ini berfungsi untuk mengembangkan proses kognitif atau pengembangan kemampuan berfikir siswa melalui latihan menggunakan gagasan dan melakukan proses penelitian ilmiah[31].

2. Desain Kurikulum Berorientasi pada Masyarakat.

Beauchamp[32] merumuskan desian kurikulum yang berorientasi pada masyarakan merupakan sebuah desian kelompok social untuk dijadikan pengalaman belajar anak didalam kelompok. Artinya, permasalahan yang dihadapi dan dibutuhkan oleh suatu kelompok social, harus menjadi bahan kajian anak didik di sekolah.

Ada tiga perspektif desain kuriukulum yang berorientasi pada kehidupan masyarakat, yaitu:

a. Perspektif Status Quo (the status quo perspective).
Rancangan kurikulum ini diarahkan untuk melestarikan nilai-nilai budaya masyarakat
b. Perspektif Pembaharuan (the reformist perspective).
Kurikulum dikembangkan untuk lebih meningkatkan kwalitas masyarakat itu sendiri.
c. Perspektif Masa Depan (the futurist perspective).

Perspektif ini sering dikaitkan dengan kurikulum rekonstruksi social, yang menekankan kepada proses mengembangkan hubungan antara kurikulum dan kehidupan social, politik, dan ekonomi masyarakat. Model kurikulum ini lebih mengutamakan kepentingan social dari pada kepentingan individu[33].

3. Desain Kurikulum Berorientasi pada Siswa.

Hal yang mendasari desain ini adalah bahwa pendidikan diselenggarakan untuk membantu anak didik. Selanjutnya Muhaimin[34] menyebutkan bahwa sebagai objek utama dalam pendidikan, terutama dalam proses belajar mengajar, peserta didik memegang peranan yang sangat dominan. Dalam proses belajar mengajar, peserta didik dapat menentukan keberhasilan belajar melalui penggunaan intelegensia, daya motorik, pengelaman, kemauan dan komitmennya yang timbul dalam diri mereka tanpa paksaan. Jadi kurikulum harus dapat menyesuaikan dengan irama perkembangan anak didik. Dalam mendesain kurikulum yang berorientasi pada siswa perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a. Kurikulum haru sdisesuaikan dengan perkembangan anak.

b. Isi kurikulum harus mencakup keterampilan, pengetahuan dan sikap yang dianggab berguna untuk masa sekarang dan masa yang akan datang.

c. Anak hendaknya ditempatkan sebagai subjek belajar yang berusaha untuk belajar sendiri. Artinya siswa harus didorong untuk melakukan berbagai aktivitas belajar, bukan hanya sekedar menerima informasi dari guru.

d. Diusahakan apa yang dipelajari siswa sesuai dengan minat, bakat dan tingkat perkembangan mereka. Artinya, apa yang seharusnya dupelajari bukan ditentukan dan dipandang baik dari sudut guru atau dari sudut lain akan tetapi ditentukan dari sudut anak didik itu sendiri[35].

Desain kurikulum yang berorientasi pada siswa, dapat dilihat dalam dua perspektif, yaitu:

a. Perspektif kehidupan anak dimasyarakat.

Siswa sebagi sumber kurikulum percaya bahwa hakikat belajar bagi siswa adalah apabila siswa belajar secara riil dari kehidupan mereka di masyarakat. Kurikulum yang berorientasi pada anak didik dalam perspektif kehidupan di masyarakat, mengharapkan materi kurikulum yang dipelajari disekolah serta pengalaman belajar, disesain sesuai dengan kebutuhan anak anak sebagai persiapan agar mereka dapat hidup ditengah masyarakat.

b. Perspektif Psikologis.

Perspektif ini adalah desain kurikulum yang didasarkan atas pertimbangan terhadap jiwa peserta didik. Desain kurikulum ini ditujukan untuk kepentingan peserta didik, karena itu pertimbangan-pertimbangan terhadap kejiwaan peserta didik diabadikan sebagai salah satu yang penting untuk dipahami dalam proses pelaksanaan kurikulum[36]. Dalam persepktif psikologis, desain kurikulum yang berorientasi pada siswa, sering juga diartikan sebagai kurikulum yang bersifat humanistic, yang muncul sebagai reaksi terhadap proses pendidikan yang hanya mengutamakan segi intelektual. Kurikulum humanistic sanagt menekankan kepada adanya hubungan emosional yang baik antara guru dan siswa. Guru harus mampu membangun suasana yang hangat dan akrab yang memungkinkan siswa dapat mencurahkan segala perasannya dengan penuh kepercayaan[37]. Sedangkan dalam sudut pandang Pendidikan Agama Islam pendekatan humanistic dalam pengembangan kurikulum bertolak dari ide “memanusiakan manusia”. Penciptaan konteks yang akan member peluang manusia untuk menjadi lebih human, untuk mempertinggi harkat manusia merupakan dasar filosofi, dasar teori, dasar evaluasi dan dasar pengembangan program pendidikan[38]

4. Desain Kurikulum Teknologis.

Pendekatan teknologis dalam menyusun kurikulum atau program pendidikan bertolak dari analisis kompetensi yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu. Materi yang diajarkan, criteria evaluasi sukses, dan strategi belajarnya ditetapkan sesuai dengan analisis tugas (job analysis)[39]. Model desain kurikulum teknologi difokuskan kepada efektivitas program, metode, dan bahan-bahan yang dianggab dapat mencapai tujuan. Teknologi mempengaruhi kurikulum dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sisi penerapan hasil-hasil teknologi dan penerapan teknologi sebagai suatu sistem[40].

Kurikulum teknologi, banyak dipengaruhi oleh psikologi belajar behavioristik. Salah satu cirri dari belajar ini adalah menekankan pada pola tingkah laku yang bersifat mekanis seperti yang digambarkan dalam teori Stimulus Respon. Kurikulum ini memiliki karakteristuk sebagai berikut:

a. Belajar dipandang sebagai proses respons terhadap rangsangan.
b. Belajar diatur berdasarkan langkah-langkah tertentu dengan jumlah tugas yang harus dipelajari.
c. Secara khusus siswa belajar secara individual, meskipun dalam hal-hal tertentu, bisa saj belajar secara kelompok[41].
Selanjutnya untuk efektivitas dan keberhasilan implementasi teknologi kurikulum hendaklah memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Kesadaran akan tujuan, artinya siswa perlu memahami bahwa pembelajaran diarahkan untuk mencapai tujuan.
b. Dalam pembelajaran siswa diberi kesempatan mempraktekkan kecakapan sesuai dengan tujuan.
c. Siswa perlu diberi tahu hasil yang telah dicapai. Dengan demikian siswa perlu menyadari apakah pembelajaran sudah dianggab cukup atau masih perlu bantuan[42].

Dengan memperhatikan hal-hal tersebut diatas, serta keterlibatan siswa secara penuh dlam proses belajar mengajar, maka tujuan yang telah ditetapkan akan tercapai sesuai dengan yang diinginkan. Namun disisi lain guru sebagai perencana dan pendesain kurikulum tentunya haarus mengetahui keadaan sekolah secara umum dan keadaan siswa secara khusus.


Jika Anda Tertarik untuk mengcopy Makalah ini, maka secara ikhlas saya mengijnkannya, tapi saya berharap sobat menaruh link saya ya..saya yakin Sobat orang yang baik. selain Makalah Mengenal Anatomi dan Desain Kurikulum, anda dapat membaca Makalah lainnya di Aneka Ragam Makalah. dan Jika Anda Ingin Berbagi Makalah Anda ke blog saya silahkan anda klik disini. Salam saya Ibrahim Lubis. email: ibrahimstwo0@gmail.com
Daftar Pustaka dan Footnote




DAFTAR PUSTAKA







Al-Syaibani, Oemar Muhammad Al-Toumy. Filsafat Pendidikan Islam. diterjemahkan Hasan Langgulung. Jakarta: Bulan Bintang, 1979.



Al Musanna. Revitalisasi Kurikulum Muatan Lokal untuk Pendidikan Karakter Melalui Evaluasi Responsif. dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan Nasional, 2010.



Beauchamp. Curriculum Theory. dalam Wina Sanjaya. Kurikulum dan Pembelajaran, Teori dan Praktek Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarata: Kencana Media Group, 2010.



Bloom, Benajamin S. Taxonomy of Education Objective: Cognitive Domain. New York: David McKay, 1964.



Faizin, Muhammad. Anatomi dan Desain Kurikulum. dalam http://faizhijauhitam.blogspot.com/2009/10/anatomi-kurikulum.html, tanggal 15 April 2011



Hasibuan, Lias. Kurikulum dan Pemikiran Pendidikan. Jakarta: Gaung Persada Press, 2010.



Idi, Abdullah. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Jogjakarta: Arruzz Media, 2007.



Krathwohl, dkk. Taxonomy of Education Objectives: Affective Domain. dalam Wina Sanjaya. Kurikulum dan Pembelajaran, Teori dan Praktek Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarata: Kencana Media Group, 2010.



Longstreet, Harold G., dkk. Curriculum for Millenium. dalam Wina Sanjaya. Kurikulum dan Pembelajaran, Teori dan Praktek Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarata: Kencana Media Group, 2010.



Maunah, Binti. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Jogjakarta: Teras, 2009.



Munir. Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi dan komunikasi. Bandung: Alfabeta, 2008.



Muhaimin. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2010.



Norne, Herman H. dalam. Ramayulis dan Samsul Nizar. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia, Cet. 2, 2010.







Ramayulis dan Samsul Nizar. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia, Cet. 2, 2010.



Sanjaya, Wina. Kurikulum Pembelajaran, Teori dan Praktek Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana Prenada Media Group, cet, 3, 2010.



Threfall, Mike. Planning Across the Curriculum. dalam Kate Ashcroft and David Palacio. Implementing the Primary Curriculum, A Teachers Guide. Washington DC: The Falmer Press, 1997.



Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Jakarta: Sinar Grafika.









[1] Ramayulis dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, Cet. 2, 2010), 194.



[2] Herman H. Norne, dalam Ramayulis dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, Cet. 2, 2010), 195.



[3] Lihat Oemar Muhammad Al-Toumy Al-Syaibani, Filsafat Pendidikan Islam, diterjemahkan Hasan Langgulung, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), 485; Al-Syaibani memberikan kerangka dasar yang jelas tentang kurikulum pendidikan islam; Pertama, Dasar agama, yang mebnjadi ruh dan target tertinggi dalam kurikulum. Dasar agama dalam kurikulum pendidikan islam jelas harus didasarkan pada Al-Qur’a>n, al-sunnah dan sumber-sumber yang bersifat furu’ lainnya, kedua, Dasar Falsafah, dasar ini memberikan pedoman bagi tujuan pendidikan islam secara filosofis, sehingga tujuan, isi dan organisasi kurikulum mengandung suatu kebenaran dan pandangan hidup dalam bentuk nilai-nilai yang diyakini sebagai suatu kebenaran, bai ditinjau dari segi ontology, epistimologi maupun aksiologi, ketiga Dasar Psikologis, dasar ini memberikan landasan dalam perumusan kurikulum yang sejalan dengan ciri-ciri perkembangan psikis peserta didik, sesuai dengan tahap kematangan dan bakatnya, memeperhatikana kecakapan pemikiran dan perbedaan perorangan antara satu peserta didik denngan yang lainnya, keempat, Dasar Sosial, dasar ini memberikan gambaran bagi kurikulum pendidikan islam yang tercermin pada dasar social yang mengandung cirri-ciri masyarakat islam dan kebudayaannya, baik dari segi pengetahuan, nilai-nilai ideal, cara berfikir dan adat kebiasaan, seni dan sebagainya. Ramayulis dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, 195.



[4] Muhammad Faizin, Anatomi dan Desain Kurikulum, dalam http://faizhijauhitam.blogspot.com/2009/10/anatomi-kurikulum.html, tanggal 15 April 2011.



[5] Wina Sanjaya, Kurikulum Pembelajaran, Teori dan Praktek Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, cet, 3, 2010), 31.



[6] Lias Hasibuan, Kurikulum dan Pemikiran Pendidikan, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2010), 86-87.



[7] Ibid, 37.



[8] Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, 99.



[9] Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), (Jakarta: Sinar Grafika).



[10] Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, 101.



[11] Lias Hasibuan, Kurikulum dan Pemikiran, 38.



[12] Benajamin S. Bloom, Taxonomy of Education Objective: Cognitive Domain, (New York: David McKay, 1964), 89.



[13] Krathwohl, dkk, Taxonomy of Education Objectives: Affective Domain, dalam, Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, Teori dan Praktek Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarata: Kencana Media Group, 2010), 104.



[14] Muhammad Faizin, Anatomi dan Desain, dalam http://faizhijauhitam.blogspot.com/2009/10/anatomi-kurikulum.html, tanggal 15 April 2011.



[15] Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, 106-113.



[16] Munir, Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi dan komunikasi, (Bandung: Alfabeta, 2008), 61.



[17] Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, 114.



[18] Lias Hasibuan, Kurikulum dan Pemikiran, 39.



[19] Al Musanna, Revitalisasi Kurikulum Muatan Lokal untuk Pendidikan Karakter Melalui Evaluasi Responsif, dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, (Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan Nasional, 2010), 245.



[20] Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, 116.



[21] Ibid, 120.



[22] Ibid, 120.



[23] Ibid, 121.



[24] Lias Hasibuan, Kurikulum dan Pemikiran, 39.



[25] Binti Maunah, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jogjakarta: Teras, 2009), 50.



[26] Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, (Jogjakarta: Arruzz Media, 2007), 57.



[27] Mike Threfall, Planning Across the Curriculum, dalam, Kate Ashcroft and David Palacio, Implementing the Primary Curriculum. A Teachers Guide, (Washington DC: The Falmer Press, 1997), 28.



[28] Harold G. longstreet, dkk, Curriculum for Millenium, dalam, Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, Teori dan Praktek Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarata: Kencana Media Group, 2010), 64.



[29] Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, 65.



[30] Ibid, 66.



[31] Ibid, 67.



[32] Beauchamp, Curriculum Theory, dalam, Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, Teori dan Praktek Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarata: Kencana Media Group, 2010), 67.



[33] Wina Sanajaya, Kurikulum dan Pembelajaran, 69.



[34] Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2010), 121.



[35] Wina Sanajaya, Kurikulum dan Pembelajaran, 71.



[36] Lias Hasibuan, Kurikulum dan Pemikiran, 54.



[37] Wina Sanjajya, Kurikulum dan Pembelajaran, 73.



[38] Muhaimin, Pengembangan Kurikulum, 142.



[39] Ibid, 164.



[40] Wina Sanjajya, Kurikulum dan Pembelajaran, 74.



[41] Ibid, 76.



[42] Ibid, 76.


Makalah atau artikelnya sudah di share, makasih ya !

Mau Makalah Gratis! Silahkan Tulis Email Anda.
Print PDF
Previous
Next Post »
Copyright © 2012 Aneka Makalah - All Rights Reserved