Pendidikan Keagamaan dalam Kebijakan Pendidikan
Nasional
(TPQ-Madrasah Diniyah)
Bab I. Pendahuluan
Kehidupan manusia tidaklah hanya membutuhkan akan materi belaka. Banyak hal yang menjadi urgen untuk di penuhi dalam rangka menjadikan manusia yang mempunyai kesantunan terhadap Tuhan dan alam semesta. Pendidikan agama adalah hal yang signifikan untuk membentuk kepribadian yang memiliki nalai-nilai agama Islam, memilih dan memutuskan serta berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam, dan bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai Islam. Manusia sempurna menurut Islam adalah jasmani yang sehat serta kuat dan berketerampilan, cerdas serta pandai.
Bab II. PEMBAHASAN
Pendidikan Keagamaan dalam Kebijakan Pendidikan
Nasional
(TPQ-Madrasah Diniyah)
A. Pengertian Pendidikan Keagamaan
Adapun pengertian pendidikan keagamaan dalam hal ini adalah pendidikan Islam, banyak pakar memberikan kaedah:
a) menurut Abdul Rahman Nahlawi ; Pendidikan Islam ialah pengaturan pribadi dan masyarakat yang karenanya dapat memeluk Islam secara logis dan sesuai secara keseluruhan baik dalam kehidupan individu maupun kehidupan kolektif[1]
b) Menurut Ahmad D. Marimba : Pendidikan Agama Islam adalah bimbingan jasmani, rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam. Dengan pengertian yang lain sering kali beliau mengatakan kepribadian yang memiliki nalai-nilai agama Islam, memilih dan memutuskan serta berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam, dan bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai Islam.[2]
c) Menurut M. Yusuf al-Qardhawi : Pendidikan Agama Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya, akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya, akhlak dan keterampilannya. Karena itu, pendidikan agama islam menyiapkan manusia untuk hidup baik dalam keadaan damai maupun perang, dan menyiapkannya untuk menghadapi masyarakat dengan segala kebaikan dan kejahatannya, manis dan pahitnya[3].
d) menurut Hasan Langgulung : Pendidikan Agama Islam ialah Pendidikan yang memiliki 4 macam fungsi, yaitu : Pertama, menyiapkan generasi muda untuk memegang peranan-peranan tertentu dalam masyarakat pada masa yang akan datang. Peranan ini berkaitan erat dengan kelanjutan hidup (survival) masyarakat sendiri, Kedua, memindahkan ilmu pengetahuan yang bersangkutan dengan peranan-peranan tersebut dari generasi tua kepada generasi muda. Ketiga, memindahkan nilai-nilai yang bertujuan memelihara keutuhan dan kesatuan masyarakat yang menjadi syarat mutlak bagi kelanjutan hidup (surviral) suatu masyarakat dan peradaban. Dengan kata lain, tanpa nilai-nilai keutuhan (integrity) dan kesatuan (integration) suatu masyarakat, maka kelanjutan hidup tersebut tidak akan dapat terpelihara dengan baik yang akhirnya akan berkesudahan dengan kehancuran masyarakat itu sendiri[4].
e) sedangkan menurut Zakiah Darajat : Pendidikan Agama Islam adalah Pendidikan melalui ajaran-ajaran agama islam, yaitu berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan itu ia dapat memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran-ajaran agama islam yang telah diyakininya secara menyeluruh, serta menjadikan ajaran agama islam sebagai suatu pandangan hidupnya demi keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia maupun di akhirat kelak[5].
a) menurut Abdul Rahman Nahlawi ; Pendidikan Islam ialah pengaturan pribadi dan masyarakat yang karenanya dapat memeluk Islam secara logis dan sesuai secara keseluruhan baik dalam kehidupan individu maupun kehidupan kolektif[1]
b) Menurut Ahmad D. Marimba : Pendidikan Agama Islam adalah bimbingan jasmani, rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam. Dengan pengertian yang lain sering kali beliau mengatakan kepribadian yang memiliki nalai-nilai agama Islam, memilih dan memutuskan serta berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam, dan bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai Islam.[2]
c) Menurut M. Yusuf al-Qardhawi : Pendidikan Agama Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya, akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya, akhlak dan keterampilannya. Karena itu, pendidikan agama islam menyiapkan manusia untuk hidup baik dalam keadaan damai maupun perang, dan menyiapkannya untuk menghadapi masyarakat dengan segala kebaikan dan kejahatannya, manis dan pahitnya[3].
d) menurut Hasan Langgulung : Pendidikan Agama Islam ialah Pendidikan yang memiliki 4 macam fungsi, yaitu : Pertama, menyiapkan generasi muda untuk memegang peranan-peranan tertentu dalam masyarakat pada masa yang akan datang. Peranan ini berkaitan erat dengan kelanjutan hidup (survival) masyarakat sendiri, Kedua, memindahkan ilmu pengetahuan yang bersangkutan dengan peranan-peranan tersebut dari generasi tua kepada generasi muda. Ketiga, memindahkan nilai-nilai yang bertujuan memelihara keutuhan dan kesatuan masyarakat yang menjadi syarat mutlak bagi kelanjutan hidup (surviral) suatu masyarakat dan peradaban. Dengan kata lain, tanpa nilai-nilai keutuhan (integrity) dan kesatuan (integration) suatu masyarakat, maka kelanjutan hidup tersebut tidak akan dapat terpelihara dengan baik yang akhirnya akan berkesudahan dengan kehancuran masyarakat itu sendiri[4].
e) sedangkan menurut Zakiah Darajat : Pendidikan Agama Islam adalah Pendidikan melalui ajaran-ajaran agama islam, yaitu berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan itu ia dapat memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran-ajaran agama islam yang telah diyakininya secara menyeluruh, serta menjadikan ajaran agama islam sebagai suatu pandangan hidupnya demi keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia maupun di akhirat kelak[5].
Dari uraian tersebut di atas dapat diambil kesimpulan bahwa para ahli didik Islam berbeda pendapat mengenai rumusan Pendidikan Agama Islam. Ada yang menitik beratkan pada segi pembentukan akhlak anak, ada pula yang menuntut pendidikan teori pada praktek, sebagian lagi menghendaki terwujudnya kepribadian muslim dan lain-lain. Namun dari perbedaan pedapat tersebut dapat di ambil kesimpulan, bahwa adanya titik persamaan yang secara ringkas dapat di kemukakan sebagai berikut: pendidikan agama Islam ialah bimbingan yang dilakukan oleh seorang dewasa kepada terdidik dalam masa pertumbuhan agar ia memiliki kepribadian muslim yang sejati.
Dalam pendidikan keagamaaan Islam terdapat kelembagaan sebagai komponen dasar yang meliputi personalia, kesiswaan, kurikulum, keuangan dan sarana prasarana[6] dan komponen penyempurna yang meliputi masyarakat, layanan, mutu, perubahan, struktur, konflik dan komunikasi.[7] Adapun analisis pendidikan keagamaan dalam kebijakan pemerintah difokuskan personalia yang dikhususkan pada guru atau ustad dan juga kurikulum TPQ dan Madrasah Diniyah.[8]
B. Dasar Hukum Kebijakan Guru/Ustadz dan Kurikulum Pendidikan Keagamaan Madrasah Diniyah & TPQ
Indonesia adalah negara sekuler dalam arti tidak menjadikan agama sebagai dasar negara. Seperti kita ketahui bahwa pancasila adalah satu-satunya dasar negara yang telah dipakai selama ini. Kendatipun demikian Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk pemeluk agama Islam terbesar di dunia.[9] Hal ini tentunya landasan keagamaan sangat kental dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di republik Indonesia, sebagaimana tercermin dalam pembukaan UUD 1945 : “Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan didorong oleh keinginan luhur…..” kalimat ini menandakan ada pendasaran yang kuat dari segala tindakan yang dilakukan terhadap Allah swt. Juga dalam ungkapan “ Mencerdaskan kehidupan bangsa …. Hal ini sangat erat kaitannya dengan tugas Lembaga madrasah diniyah yang tidak hanya beriman kepada Tuhan, tetapi juga memberikan bekal ilmu dan ketrampilan terhadap santrinya yang berguna untuk bermasyarakat. Sehingga pembangunan nasional akan terwujud. Di dalam Pancasila sila pertama disebutkan : “Ketuhanan Yang Maha Esa”, hal ini menunjukkan akan Tuhan senantiasa di kedepankan dalam jati diri bangsa Indonesia. Secara lebih rinci pembukaan UUD 45 tersebut bisa dilihat pada pasal 29 UUD 45 ayat ayat (1) dan (2):
(1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
(2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Dua ayat tersebut memberikan jaminan kepada guru madrasah diniyah maupun TPQ untuk melakukan peribadatan yang bisa berwujud pengabdian pada pendidikan diniyah. Lebin lanjut diatur dalam UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional [10]pasal (3):
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Sesuai dengan pasal tersebut tujuan dan tujuan pendidikan nasional, maka guru TPQ dan Madin mempunyai tujuan untuk mencerdaskan manusia secara keilmuan dan membekali santri dengan akhlak mulia yang kelak manjadi pribadi yang mandiri dengan kelebihan penguasaan keagamaan. Hal ini sangat di butuhkan di tengah kemerosotan moralitas anak bangsa. Sehingga diharapkan lulusan dari TPQ dan Madin mampu mengungguli dari lulusan lembaga lain melalui karakter yang telah dibangun sejak masa pendidikan. Tujuan itu hanya dapat di capai hanyalah dengan peningkatan pendidikan TPQ dan Madin mulai dari kualifikasi ustadz, mutu siswa, kurikulum, alokasi dana, maupun sarana prasana.
Perhatian pemerintah terhadap pendidikan TPQ dan Diniyah haruslah lebih ditingkatkan, mengingat lembaga ini merupakan cikal bakal pendidikan di Indonesia. Dukungan anggaran dari pemerintah diharapkan akan meningkatkan pendidikan keagamaan tersebut baik berupa fisik maupun non fisik.
Dalam UU no 20/2003 tentang Sisdiknas pada pasal 30 ayat (1) sampai dengan (5) di sebutkan:1. Pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau kelompok masyarakat dari pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
1. Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama.
2. Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal.
3. Pendidikan keagamaan berbentuk pendidikan diniyah, pesantren, pasraman, pabhaja samanera, dan bentuk lain yang sejenis.
4. Ketentuan mengenai pendidikan keagamaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pada pasal 39 ayat (1) dan (2) terkait Pendidik dan tenaga Kependidikan disebutkan :
(1) Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan.
(2) Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.
Dari pasal-pasal tersebut diatas memberikan kesempatan akan penyelenggaraan pendidikan keagamaan yang dilakukan oleh kelompok masyarakat yang berkompeten dengan tetap mengindahkah porosionalisme dalam penyelenggaraannya. Karena bagaimanapun pendidikan TPQ dan Diniyah merupakan salah satu bagian dari pendidikan nasional, tentu harus mengacu standar minimal yang tetapkan pemerintah melalui UU dan PP.
Tenaga pendidik atau ustads haruslah profesional, yang bertugas mulai merencanakan sampai mengevaluasi pembelajaran. Tugas ini hanyalah dapat dikerjakan oleh tenaga terlatih yang kerja tanpa pamrih yang mampu menciptakan suasana kependidikan yang sarat dengan makna, yang mempunyai komitmen untuk terus berusaha meningkatkan mutu pendidikan di madin, dan menjadi guru seutuhnya yang selalu memberikan teladan baik di sekolah maupun dimanapun berada. Hal ini dapat dilihat dari UU no 20/2003 tentang sisdiknas pasal 40 ayat (2). (2) Pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban :
a) menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis;
b) mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan; dan
c) memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya.
Dalam UU no 14/2005 tentang Guru dan Dosen pada pasal 1 ayat(1) di sebutkan :
(1) Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
(2) Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
Dalam PP 55/2007 tentang pendidikan agama dan keagamaan pasal (8) ayat (1) dan (2) di sebutkan
(1) Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama.
(2)Pendidikan keagamaan bertujuan untuk terbentuknya peserta didik yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama yang berwawasan luas, kritis, kreatif, inovatif, dan dinamis dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia.
Dalam PP 55/2007 tentang pendidikan agama dan keagamaan pasal 11 ayat (2) di sebutkan Hasil pendidikan keagamaan nonformal dan/atau informal dapat dihargai sederajat dengan hasil pendidikan formal keagamaan/umum/kejuruan setelah lulus ujian yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi yang ditunjuk oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.
Dalam pasal ini jelas menunjukkan bahwa pendidikan keagamaan akan mendapatkan hak yang sama dengan pendidikan formal, baik perhatian pemerintah maupun pengakuan kesetaraan ijasah. Hal ini akan melahirkan sebuah bentuk baru tentang kependidikan di negara Indonesia yang sarat dengan muatan keagamaan yang resmi di akui oleh pemerintah . ada madrasah diniyah formal dan madrasah diniyah non formal. Madrasah diniyah dasar ula disetarakan dengan SD untuk umum dan MI yang madrasah formal, Madrasah diniyah menengah pertama (wustha) disetarakan dengan SMP dan MTS dan madrasah Diniyah menengah atas (Ulya) di setarakan dengan SMA dan MA[11]. Inilah bentuk lembaga pendidikan yang sarat dengan muatan agama, yang lulusannya punya kesempatan yang sama dalam berkarir dan mencari penghidupan dunia tanpa harus terganjal masalah ijasah.
Untuk mengukur tingkat lulusan, lembaga pendidikan diniyah juga harus menyelenggakan ujin nasional sesuai dengan amanat pada pasal 19 ayat (1) dan (2)
(1) Ujian nasional pendidikan diniyah dasar dan menengah diselenggarakan untuk menentukan standar pencapaian kompetensi peserta didik atas ilmu-ilmu yang bersumber dari ajaran Islam.
(2) Ketentuan lebih lanjut tentang ujian nasional pendidikan diniyah dan standar kompetensi ilmu-ilmu yang bersumber dari ajaran Islam sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan peraturan Menteri Agama dengan berpedoman kepada Standar Nasional Pendidikan.
Khusus mengenai Taman Pendidikan Al Qur’an dalam pasal 24 ayat (1) sampai (6) di sebutkan :
(1) Pendidikan Al-Qur’an bertujuan meningkatkan kemampuan peserta didik membaca, menulis, memahami, dan mengamalkan kandungan Al Qur’an.
(2) Pendidikan Al-Qur’an terdiri dari Taman Kanak-Kanak Al-Qur’an (TKQ), Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ), Ta’limul Qur’an lil Aulad (TQA), dan bentuk lain yang sejenis.
(3) Pendidikan Al-Qur’an dapat dilaksanakan secara berjenjang dan tidak berjenjang.
(4) Penyelenggaraan pendidikan Al-Qur’an dipusatkan di masjid, mushalla, atau ditempat lain yang memenuhi syarat.
(5) Kurikulum pendidikan Al-Qur’an adalah membaca, menulis dan menghafal ayat-ayat Al Qur’an, tajwid, serta menghafal doa-doa utama.
(6) Pendidik pada pendidikan Al-Qur’an minimal lulusan pendidikan diniyah menengah atas atau yang sederajat, dapat membaca Al-Qur’an dengan tartil dan menguasai teknik pengajaran Al-Qur’an.
C. Problematika Pendidikan Keagamaan Madrasah Diniyah dan TPQ.
Dalam proses pendidikan TPQ dan madin dan semua pendidikan tentunya, guru adalah salah satu faktor penting yang menentukan. Proses pendidikan tidak akan berhasil dengan baik tanpa adanya peran guru/ustadz yang senantiasa memberikan pengajaran setiap hari pada santri-santrinya. Dalam proses pembelajaranpun peran guru masih sangat menentukan daripada metode. Peranan guru sangat penting ini menjadi potensi sangat besar untuk memajukan pendidikan diniyah. Karena guru yang baik akan mendorong terciptanya proses pembelajaran yang baik mulai perencanaan, pelaksanaan dan pengevaluasian. Guru madin adalah sosok yang menjadi totalitas panutan bagi santri. Sehingga kualitas guru akan menentukan kualitas santri, karena guru tersebut akan senantiasa mewujudkan pendidikan yang berkualitas.
Demikian pentingnya tugas guru madrasah diniyah sehingga guru di sebutkan ahammu min al maddah (lebih penting dari metode). Sehingga era sekarang lembaga pendidikan mempunyai tugas yang penting untuk mendorong kualitas guru dalam memberikan peningkatan mutu pendidikan keagamaan di masa depan. Guru madrasah diniyah harusnya merupakan tenaga profesional yang melakukan tugas pokok dan fungsi meningkatkan pengetahuan agama dan ketrampilan serta membentuk kepribadian santri sebagai aset bangsa.
Kendati demikian guru di madrasah diniyah maupun TPQ belum banyak yang memenuhi persyaratan kualifikasi akademik. Juga masih rendahnya sence of science dari guru madrasah diniyah mempengaruhi peran guru sebagai pengajar untuk meningkatkan daya kreatifitas mereka, serta inovasi-inovasi dalam peningkatan mutu pendidikan di madarasah diniyah. Kualifikasi yang harus dipenuhi pendidik/ustad di madrasah diniyah adalah :
- Kualifikasi pendidik yang disebut guru wajib memiliki budi pekerti ahlaqul karimah, kualifikasi akademik, da kompetensi yang meliputi paedagogis, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional
- Pendidikan diniyah formal harus memiliki kualifikasi minimum sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan menhajar, sehat asmani dan rohani serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan masyarakat.
- Pendidikan untuk pedidikan diniyah formal pada jenjang pendidikan dasar , pendidikan mengah hars memnuhi kualifikasi ditentukan dengan ijazah dari Ma’had Aliy, perguruan tinggi yang terakreditasi, dan atau perguruan tinggi umum. Terakreditasi.
- Pendidik diniyah formal harus memiliki kualifikasi pendidikan serendah-rendahnya jenjang (DIV) atau (S1) atau pendidikan diniyah marhalah ulya.
D. Analisis Pendidikan Keagamaan dan pemecahannya.
Kelahiran PP 55/2007 tentang pendidikan agama dan keagamaan telah lama dinantikan oleh penyelenggara pendidikan keagamaan, karena melalui PP tersebut diharapkan dapat membantu peningkatan pendidikan di TPQ dan madrasah Diniyah. Masalah guru rupanya harus mendapatkan perhatian yang lebih. Karena guru/ustadz di madrasah diniyah adalah tenaga relawan yang kerja tanpa pamrih keduniaan hanya mengharapkan reward dari Allah kelak diakhirat. Guru sebagai penopang keberlangsungan pendidikan di madrasah diniyah dan TPQ seringkali diabaikan kesejahteraanya dan kepentingan mendasar mereka. Tidak adanya gaji bulanan bagi mereka akan memberikan dampak kekurang seriuasan mereka manakala himmah (semangat) mereka sedang down. Kesulitan anggaran selalu di kemukakan dalam menghadapi masalah ini.[12] Tidak banyak madrasah diniyah dan TPQ yang keluar dari kubangan ini, sehingga lembaga pendidikan tersebut berjalan seperti mengikuti arus air berjalan.
Guru diniyah mempunyai kompetensi yang tinggi dalam pendidikan agama, kendatipun secara formal mereka tidak mempunyai kualifikasi seperti pendidikan formal. Jika di lihat kulifikasi guru madrasah diniyah secara formal mereka sedikit saja yang kuliah S1 atau S2, apalagi Doktor maupun Professor. Maka perlu peningkatan kualifikasi guru diniyah dalam bidanga akademik, sehingga didapatkan kompetensi standar dalam pengelolaan lembaga pendidikan di madrasah diniyah.
Guru/ustadz merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut :
1. Memiliki bakat, minat, dan panggilan jiwa dan idealisme
2. Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia.
3. Memiliki kualigikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas.
4. Memiliki tanggung jawab atas tugas keprofesionalan.
5. Memperoleh penghasilan sesuai dengan prestasi kerja.
6. Memiliki kesempatan mengembangkan secara berkelanjutan dengan belajra sepanjang hayat.
7. Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.
8. Memiliki organisasi progeri yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkain degan tugas keprfesionalan guru.
Semua hal yang terkait dengan pendidikan haruslah ditoang oleh penganggaran yang memadai. Pemecahan dari masalah tersebut diatas adalah dengan keberanian melakukan terobosan yang berbeda untuk menopang pengganggaran dana, sehingga kebutuhan mendasar dari guru sebagai ujung tombak pendidikan dapat terpenuhi. Peningkatan SDM dari guru diniyah dapat dilakukan dengan mengadakan seminar-seminar dan pertemuan yang rutin dalam rangka peningkatan kualitas guru.
Dikutip dari komarodin
Jika Anda Tertarik untuk mengcopy Makalah ini, maka secara ikhlas saya mengijnkannya, tapi saya berharap sobat menaruh link saya ya..saya yakin Sobat orang yang baik. selain Makalah MADRASAH DINIYAH dan TPQ | PENDIDIKAN KEAGAMAAN DALAM KEBIJAKAN PENDIDIKAN NASIONAL, anda dapat membaca Makalah lainnya di Aneka Ragam Makalah. dan Jika Anda Ingin Berbagi Makalah Anda ke blog saya silahkan anda klik disini.Salam saya Ibrahim Lubis. email :ibrahimstwo0@gmail.com |