A. MEMBANGUN MANUSIA DENGAN MEMANUSIAKAN MANUSIA |
Terdapat sebuah cerita untuk dapat mempermudah dalam memahami materi ini. Seorang ahli bahasa terperosok ke dalam sebuah sumur hening, ia tak bisa naik. Lalu lewatlah seorang pemuda di sumur tersebut, ketika tampak olehnya pemuda melongok kebawah, ia berteriak minta tolong. “Tolonglah, keluarkan aku dari sini!” “Oke” jawab pemuda itu. Pemuda itu adalah seorang pengembara yang bermaksud mencari air minum, “Tunggulah sebentar, aku cari tali dan tangga,” kata pemuda pengembara lagi. “Huss, logika bahasamu salah” teriak si ahli bahasa, “Seharusnya kau bilang tangga, baru kemudian tali” katanya. Pengembara itu yang biasa berpikir tentang hakikat tertegun sejenak. Ia menyadari betapa tak mudah berurusan dengan orang yang biasa cerewet mengenai persoalan ‘kulit’ dan mengabaikan terhadap perkara ‘isi’. Kemudian pengembara itu menyahut lagi “Baiklah Bung, kalau dalam keadaan darurat begini kau masih lebih mengutamakan kaidah bahasa ketimbang keselamatan jiwamu, tunggulah lima tahun di situ sampai saya kembali sebagai ahli bahasa.” Pemuda pengembara kemudian melangkah menjahui tempat itu dan tinggalah ahli bahasa yang termenung-menung menyesali orientasinya yang sering kelewat teknis dalam menghadapi persoalan hidup yang kompleks dan warna-warni. Cerita tentang ahli bahasa dan pemuda pengembara tersebut boleh jadi tidak pernah ada atau hanya sebuah rekaan belaka. Tetapi perlu menjadi catatan bahwa manusia dengan sikap dan pemikiran seperti mereka itu ada di sekitar kita.[1] Contoh seperti inilah gambaran pendidikan yang mengabaikan ranah afeksi pendidikan itu sendiri. Secara teoritis ilmu pendidikan sangat komplit, tetapi domain nilai dari pendidikan itu sendiri dilupakan. Oleh karena itu, membumikan pendidikan nilai melalui pendekatan-pendekatan yang tepat perlu dirumuskan dan diamplikasikan.[2] Sebuah realita yang sudah mentradisi di kalangan pendidikan kita, ketika seorang guru matematika menginginkan nilai matematika siswanya tinggi, guru bahasa inggris juga menginginkan nilai bahasa inggris siswanya tinggi, dan begitu pula dengan guru-guru mata pelajaran lainnya. Hal ini merupakan suatu kewajaran, namun sangat disayangkan apabila seorang guru memaksakan muridnya untuk mendapatkan nilai tinggi, sedangkan paksaan tersebut tidak dilandasi dengan kemampuan seorang guru untuk memahami atas kemapuan muridnya. Akhirnya, ketika salah satu muridnya tidak menuruti kemauan gurunya, giliran guru yang memarahi dan menghukum sang murid, tanpa mengevaluasi kenapa murid-muridnya tidak menuruti kemauannya (guru) dan tanpa mau mengetahui keinginan dan kemampuan dari muridnya. Perlu disadari bahwa perkembangan seorang murid memiliki kapabilitas yang berbeda antara murid yang satu dengan murid lainnya. Ada kalanya seorang murid suka dengan suasana belajar yang penuh dengan puzzle, cafe-cafe learning, describing picture, dan sebagainya. Tetapi ada juga murid yang tidak suka dengan hal itu semua. Bukan hanya kesukaan murid terhadap suasana belajar saja yang berbeda, tetapi terhadap mata pelajaran pun kesukaan mereka juga tidak akan sama. Contoh, ada murid yang lebih suka mata pelajaran matematika, tetapi tidak suka mata pelajaran bahasa inggris. Hal seperti ini, tentulah harus benar-benar disadari dan dievaluasi oleh seorang guru atas tipe murid seperti contoh tersebut. Tugas guru disini tidak hanya sebagai seorang pendidik (educatif), tetapi juga seorang pembimbing, pengajar (transfer of knowledge), dan pengawas (keeping) atas kondisi jiwa murid-muridnya. Jika seorang guru mampu untuk menjalankan tugasnya tersebut dengan baik, maka tidak akan ada murid yang merasa takut dengan guru-guru yang mengajarnya. Dan guru pun akan menyadari bahwa tiap-tiap murid memiliki keunikan sendiri-sendiri. Sehingga kekerasan, pemaksaan, atau sikap lain yang tidak sepantasnya dilakukan di dunia pendidikan akan lebih terminimalisir. Karena pendidikan adalah untuk mencerdaskan bangsa dan membatu untuk mendewasakan bangsa, sehingga bangsa bisa memiliki karakter yang berpendidikan moral. Secara mendasar pendidikan ada karena ada manusia. Pendidikan ada hanya untuk manusia, bukan untuk hewan atau sejenisnya. Hal mendasar inilah yang perlu kita catat di kepala kita, khususnya bagi mereka yang menjadi seorang guru. Sebab, kita sering kali melupakan bahwa orang yang menjadi amanat kita adalah manusia yang memiliki keragam dan keseragaman yang begitu kompleks. Realita yang terjadi, kadang murid dianggap sebagai sebuah robot. Murid yang masuk pada salah satu sekolah yang sudah memiliki visi, misi dan tujuan, seketika itu juga, pemilik lembaga langsung men-set up murid-murid tersebut menurut lembaga mereka. Pendidikan adalah untuk manusia, begitu juga dengan sekolah. sekolah adalah sekolahnya manusia. Jadi, lembaga pendidikan seharusnya mengantarkan kemauan atau cita-cita muridnya, bukan sebaliknya murid mengantarkan kemauan atau cita-cita sekolah. Pada akhirnya, semua murid yang masuk pada lembaganya, langsung di-make up lembaga untuk siap tanding melawan pesaing-pesaing dari lembaga pendidikan lainnya atau untuk menjadi jagoan di bidang mata pelajatan agar citra lembaga pendidikan terangkat. Boleh saja suatu lembaga memiliki cita-cita seperti itu, namun yang patut diketahui oleh pengelola lembaga bahwa lembaga pendidikan harus dapat memberikan konstribusi dalam menghantarkan cita-cita muridnya. Sebab, tidak semuanya murid dapat nyaman dan bisa untuk menuruti kemauan lembaga. Sudahkah kita memahami karakter seorang murid kita? Itu adalah pertanyaan yang harus sering direnungkan oleh seorang guru. Otoritas seorang guru memaksakan murid untuk menjadi pandai adalah kewajiban ke nomor sekian, kewajiban seorang guru adalah bagaimana guru dapat menyampaikan pengetahuannya dengan baik, sehingga murid yang mereka hadapi memahami pelajaran-pelajaran yang ia sampaikan. Sehingga pada akhirnya bisa memandaikan, mencerdaskan, dan mendewasakan muridnya. Tidak jarang, guru yang lulusan luar negeri dan berpengatahuan banyak tetapi ketika ia mengajar di sekolah tetap saja tidak disukai murid-muridnya, karena tidak dapat mengajar dengan baik. Realita kongkret, pada hasil UN sekolah-sekolah yang bertaraf lokal—katakan saja tidak sekolah bertaraf internasional atau SBI—masih dapat menduduki peringkat terbaik. Sebagai upaya mencerdaskan dan mendewasakan penerus bangsa, peran lembaga pendidikan dalam hal ini adalah sekolah, haruslah baik dan benar berdasarkan landasan filsafat pendidikan perlu kita ulas kembali, guna kebenaran atas pendidikan untuk manusia.[3] Banyak perbuatan manusia berkaitan dengan baik, buruk, atau netral. Contohnya, bila pagi hari mengenakan lebih dulu sepatu kanan daripada sepatu kiri, atau sebaliknya. Perbuatan tersebut tidak mempunyai hubungan dengan baik atau buruk. Kedua-keduanya tidak lebih baik atau buruk dari sudut moral. Perbuatan tersebut boleh disebut ‘amoral’, dalam arti seperti sudah dijelaskan, tidak mempunyai relevansi etis. Tapi lain halnya, bila contohnya seperti bapak keluarga yang membelanjakan gaji bulanan lebih dulu untuk hobby (memotret, memelihara burung, atau lebih jelek lagi berjudi), dan sisanya baru diserahkan kepada keluarga. Perbuatan terakhir itu tanpa ragu-ragu akan dinilai ‘tidak etis’ atau ‘immoral’ atau ‘buruk dari sudut moral’, karena sebagai bapak keluarga berarti mempunyai kewajiban mengutamakan istri dan anak-anak diatas kebutuhan atau kesenanangan pribadi. Moralitas merupakan dimensi nyata dalam hidup setiap manusia, baik pada tahap perorangan maupun pada tahap sosial, dan moralitas hanya terdapat pada manusia dan tidak terdapat pada makhluk lain. [4] |
B. PRINSIP PEMBELAJARAN NILAI |
Pendekatan atau model pembelajaran tradisional cenderung berasumsi bahwa siswa memiliki kebutuhan yang sama, dan belajar dengan cara yang sama pada waktu yang sama dalam ruang kelas yang tenang, dengan kegiatan materi pelajaran yang tersusun sacara ketat, dan didominasi oleh guru. Padahal, pendekatan atau pembelajaran tradisional rasanya sukar untuk mencapai tujuan pendidikan. Model pembelajaran tradisional yang sekarang banyak diterapkan cenderung kurang memperhatikan kelangsungan pengalaman siswa yang diperoleh dari kehidupan keluarganya. Hal seperti ini bertentangan dengan karakter usia sekolah dasar. Selain itu, pengalaman mereka yang masih bersifat global menuntut diterapkannya model pembelajaran yang relevan dengan karakter mereka.[5] Karakteristik siswa-siswa sekolah dasar adalah senang melakukan kegiatan menipulatif, ingin serba kongrit, dan terpadu. Memperhatikan karakteristik siswa seperti itu, maka pendekatan atau model pembelajaran yang diasumsikan cocok bagi siswa sekolah dasar adalah model-model pembelajaran yang lebih didasarkan pada interaksi social dan pribadi, atau model interaksi dan transaksi. Pendekatan pembelajaran yang dapat dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip tersebut di atas diidentifikasikan sebagai berikut: 1. Melibatkan siswa secara aktif dalam belajar. 2. Berdasarkan pada perbedaan individu. 3. Berkaitan teori dengan praktek. 4. Mengembangkan komunikasi dan kerja sama dalam belajar. 5. Meningkatkan keberanian siswa dalam mengambil risiko dan belajar dari kasalahan. 6. Meningkatkan pembelajaran sambil berbuat dan bermain. 7. Menyesuaikan pelajaran dengan taraf perkembangan kognitif yang masih pada taraf operasi konkrit. Penyajian bahan atau pokok-pokok bahasan yang diberikan kepada anak-anak usia sekolah dasar hendaknya didasarkan pada prinsip: 1. Dari mudah ke sukar 2. Dari sederhana ke rumit 3. Dari yang bersifat kongkrit ke abstrak 4. Menekankan lingkungan yang paling dekat dengan anak sampai pada lingkungan ke masyarakat yang lebih luas.[6] Berikut delapan pendekatan dalam pendidikan nilai atau budi pekerti, yaitu:
Teknik pengungkapan nilai adalah teknik yang memandang pendidikan nilai dalam pengertian promoting self-awarenes and self caring dan bukan mengatasi masalah moral yang membantu mengungkapkan moral yang dimiliki peserta didik tentang hal-hal tertentu. Pendekatannya dilakukan dengan cara membantu peserta didik menemukan dan menilai/menguji nilai yang mereka miliki untuk mencapai perasaan diri. Model analisis nilai adalah model yang membantu peserta didik memperlajari pengambilan keputusan melalui proses langkah demi langkah dengan cara yang sisitematis. Model ini akan memberi makna bila dihadapkan pada upaya menangani isu-isu kebijakan yang lebih kompleks. Pengembangan kognitif moral adalah model yang membantu peserta didik berpikir melalui pertentangan dengan cara yang lebih jelas dan menyeluruh melalui tahapan-tahapan umum dari pertimbangan moral. Tindakan sosial adalah model yang bertujuan meningkatkan keefektifan peserta didik untk mengungkap, meneliti, dan memecahkan masalah sosial. Terdapat empat hal penting yang perlu diperhatikan dalam menggunakan model pendidikan nilai yaitu berfokus pada kehidupan, penerimaan akan sesuatu, memerlukan refleksi lebih lanjut, dan harus mengarah pada tujuan. Model-model tersebut melihat pendidikan nilai sebagai upaya untuk menumbuhkan kesadaran tinggi dan kepedulian diri, bukan pemecahan. Pada dasarnya model pengungkapan nilai berakar pada dialog yang tujuannya bukan untuk mengenalkan nilai tetentu pada peserta didik, tetapi juga untuk membantu mengunakan dan menerapkan nilai pada kehidupan. Sementara itu R.H. Hersh mengemukakan enam teori yang banyak digunakan dalam pembelajaran pendidikan nilai, yaitu sebagai berikut: 1. Pendekatan pengebangan rasional 2. Pendekatan pertimbangan 3. Pendekatan klarifikasi nilai 4. Pendekatan pengembangan moral kognitif 5. Pendekatan perilaku sosial Sedangkan Elias (1989) mengklasifikasikan teori yang berkembang menjadi tiga, yaitu: 1. Pendekatan kognitif 2. Pendekatan afektif 3. Pendekatan psikomotorik atau perilaku Pendekatan ini menurut Rest (1973) didasarkan pada tiga unsur moralitas, yang biasa menjadi tumpuan kajian psikologi, yakni: perilaku, kognisi dan afeksi. Ada delapan pendekatan nilai yang berdasarkan kepada beberapa literatur dalam bidang psikologi, sosiologi, filosofi, dan pendidikan yang berhubungan dengan nilai, yang kemudian pendekatan-pendekatan tersebut diringkas menjadi lima, yaitu: 1. Pendekatan penanam nilai 2. Pendekatan perkembangan moral kognitif 3. Pendekatan analisis nilai 4. Pendekatan klarifikasi nilai 5. Pendekatan pembelajaran berbuat Kelima model pendekatan pendidikan nilai tersebut dibangun atas dasar teori perkembangan nilai anak, sebagaimana dikemukakan oleh Norman J. Bull (1969) yang menyatakan ada empat tahap pengembangan nilai yang dilalui seseorang, yaitu sebagai berikut:
|
C. PENDEKATAN DALAM PENDIDIKAN NILAI |
1. Pendekatan Penanaman Nilai Pendekatan ini memiliki pengertian suatu pendekatan yang memiliki penekanan dan penanam nilai-nilai sosial dalam diri siswa. Tujuan pendidikan menurut pendekatan ini adalah diterimanya nilai-nilai sosial tertentu oleh siswa dan berubahnya nilai-nilai siswa yang tidak sesuai dengan nilai-nilai sosial yang diinginkan. Sedangkan metode yang digunakan dalam proses pembelajaran menurut pendekatan ini antara lain keteladanan, penguatan positif dan negatif, simulasi, dan permainan peranan. Pendekatan ini dinilai masih tradisional yang menyebabkan banyak kirtik dari beberapa literatur barat yang ditunjukkan kepada pendekatan ini. Pendekatan ini dinilai mengabaikan hak anak untuk memilih nilainya sendiri secara bebas. Menurut Raths kehidupan manusia berbeda karena perbedaan waktu dan tempat, kita tidak dapat meramalkan nilai yang sesuai untuk generasi yang akan datang. Oleh karena itu, yang perlu diajarkan pada generasi mudah bukanlah nilai, melainkan proses supaya mereka dapat menemukan nilai-nilai mereka sendiri sesuai dengan lokasi tempat dan periode zamannya. Pendekatan ini digunakan secara meluas diberbagai masyarakat, terutama dalam penanaman nilai-nilai agama dan nilai-nilai budaya, karena ajaran agama memuat nilai-nilai ideal yang bersifat global dan kebenarannya bersifat mutlak. 2. Pendekatan perkembangan kognitif Pendekatan ini dikatakan pendekatan kognitif karena karakteristiknya memberikan penekanan pada aspek kognitif dan perkembangannya. Pendekatan ini mendorong siswa untuk berpikir aktif tentang masalah-masalah moral dan dalam membuat keputusan-keputusan moral. Perkembangan moral menurut pendekatan ini dilihat sebagai perkembangan tingkat berpikir dalam membuat pertimbangan moral, dari suatu tingkat yang lebih rendah menuju suatu tingkat yang lebih tinggi. Tujuan dari pendekatan ini ada dua, yaitu membantu siswa dalam membuat pertimbangan moral yang lebih kompleks berdasarkan kepada nilai yang lebih tinggi, dan mendorong siswa untuk mendiskusikan alasan-alasannya ketika memilih nilai dan posisinya dalam suatu masalah moral. Pendekatan ini menggunakan metode diskusi, karena dalam diskusi siswa dapat menuju tingkat perkembangan moral yang lebih tinggi dan siswa didorong untuk menentukan posisi apa yang seharusnya dilakukan oleh orang-orang yang terlibat dan apa alasan-alasannya. Pendekatan perkembangan kognitif mudah digunakan dalam proses pendidikan di sekolah, karena pendidikan ini memberikan penekanan pada aspek perkembangan kemampuan berpikir. Pendekatan ini juga memiliki kelemahan, antara lain sangat menjunjung tinggi kebebasan pribadi yang berdasarkan filsafat liberal. Dalam proses pendidikan dan pengajaran, pendekatan ini juga tidak mementingkan kriteria benar salah untuk semua perbuatan, yang dipentingkan adalah alasan yang dikemukakan atau pertimbangan dari moralnya. 3. Pendekatan Analisis Nilai Pendekatan ini memberikan penekanan pada perkembangan kemampuan siswa untuk berpikir logis dengan cara menganalisis masalah yang berhubungan dengan nilai-nilai sosial. Pendekatan ini membantu siswa untuk menggunakan kemampuan berpikir logis dan penemuan ilmiah dalam menganalisis masalah-masalah sosial yang berhubngan dengan nilai moral tertentu. Pendekatan ini juga membantu siswa dalam proses berpikir rasional dan analitik dalam menghubung-hubungkan dan merumuskan konsep tentang nilai-nilai mereka. Metode pelajaran yang sering digunakan dalam pendekatan ini adalah pembelajaran secara individu atau kelompok tentang masalah-masalah sosial yang memuat nilai-nilai moral, penyelidikan kepustakaan, penyelidikan lapangan, dan diskusi kelas berdasarkan pada pemikiran rasional.
Kelebihan dan kelemahan pendekatan analisis nilai, ialah: § Kelebihannya, mudah diaplikasikan dalam ruang kelas. Karena penekanannya pada pengembangan kemampuan kognitif. Selain itu, seperti yang terlihat dalam rumusan prosedur analisis nilai dan penyelesaian tersebut, pendekatan ini menawarkan langkah-langkah yang sistematis dalam pelaksanaan proses pembelajaran moral. § Kelemahannya, pendekatan ini sangat menekankan aspek kognitif dan sebaliknya menekankan aspek afektif serta perilaku. 4. Pendekatan Klarifikasi Nilai Pendekatan ini memberi tekanan pada usaha untuk membantu siswa dalam mengkaji perasaan dan perbuatannya sendiri dan untuk meningkatkan kesadaran mereka tentang nilai-nilai mereka sendiri. Tujuan pendidikan nilai menurut pendekatan ini ada tiga, yaitu: § Membantu siswa untuk menyadari dan mengidentifikasi nilai-nilai mereka sendiri serta nilai-nilai orang lain. · Membantu siswa supaya mampu untuk berkomunikasi teerbuka dan jujur dengan orang lain. · Membantu siswa supaya mampu untuk menggunakan secara bersama-sama kemampuan berpikir rasional dan kesadaran emosional untuk memahami perasaan, nilai-nilai, dan pola tingkah laku mereka sendiri. Dalam pengajaran, pendekatan ini menggunakan metode dialog, menulis, dan diskusi dalam kelompok besar atau kecil. Kelebihan pendekatan ini memberikan penghargaan yang tinggi kepada siswa sebagai individu yang mempunyai hak untuk memilih, menghargai, dan bertindak berdasarkan kepada nilainya sendiri. Metode pelajaran juga sangat fleksibel selama masih dipandang sesuai dengan rumusan proses menilai dan empat garis panduan yang ditentukan. Sedangkan kelemahan dari pendekatan ini adalah menampilkan bias budaya Barat. Selain itu, dalam pendekatan ini nilai benar atau salah sangat relatif karena sangat mementingkan nilai perseorangan. 5. Pendekatan Pembelajaran Berbuat Pendekatan ini memberi penekanan pada usaha memberikan kesempatan pada siswa untuk melakukan perbuatan-perbuatan moral, baik secara perseorangan maupun secara bersama-sama dalam suatu kelompok. Metode pengajaran yang digunakan dalam pendekatan ini sama dengan metode yang digunakan dalam pendekatan analisis nilai. |
D. PENANAMAN PENDIDIKAN NILAI DI SEKOLAH |
Budi pekerti adalah nilai-nilai hidup manusia yang sungguh-sungguh dilaksanakan bukan karena sekedar kebiasaan, tapi berdasar pemahaman dan kesadaran diri untuk menjadi baik. Nilai-nilai didasari dan dilaksanakan sebagai budi pekerti hanya dapat diperoleh melalui proses yang berjalan sepanjang hidup manusia. Budi pekerti didapat melalui proses internalisasi dari apa yang ia ketahui, yang membutuhkan waktu sehingga terbentuklah pekerti yang baik dalam kehidupan umat manusia. Mengingat bahwa penanaman sikap dan nilai hidup merupakan proses, maka hal ini dapat diberikan melalui pendidikan formal yang direncanakan dan dirancang secara matang. Direncanakan dan dirancang tentang nilai-nilai apa saja yang akan diperkenalkan, metode, dan kegiatan apa yang dapat digunakan untuk menawarkan dan menanamkan nilai-nilai tersebut. Nilai-nilai yang akan ditawarkan dan ditanamkan kepada siswa harus dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan tugas perkembangan kejiwaan anak. Pada tahap awal proses penanaman nilai, anak diperkenalkan pada tatanan hidup bersama. Tatanan hidup dalam masyarakat tidak selalu seiring dengan tatanan yang ada dalam keluarga. Pada tahap awal, anak diperkenalkan pada penalarannya, tahap demi tahap. Semakin tinggi tingkat pendidikan anak, maka semakin mendalam unsur pemahaman argumentasi dan penalarannya. Nilai-nilai hidup yang diperkenalkan dan ditanamkan ini merupakan realitas yang ada dalam masyarakat kita. Berikut beberapa nilai yang kiranya dapat dipilih dan ditawarkan kepada anak melalui jenjang pendidikan formal. Nilai-nilai yang coba ditawarkan ini dipertimbangkan berdasarkan pemahaman akan kebutuhan dan permasalahan yang ada dalam masyarakat dewasa ini:
§ Religiusitas a. Mensyukuri hidup dan percaya kepada Tuhan b. Sikap toleran c. Mendalami ajaran agama § Sosialitas a. Penghargaan akan tatanan hudup bersama secara positif. b. Solidaritas yang benar dan baik. c. Persahabatan sejati. d. Berorganisasi dengan baik dan benar. e. Membuat acara yang sehat dan berguna. § Gender a. Penghargaan terhadap perempuan b. Kesempatan beraktivitas yang lebih luas bagi perempuan. c. Menghargai kepemimpinan perempuan. § Keadilan a. Penghargaan sejati dan orang lain secara mendasar. b. Menggunakan hak dan melaksanakan kewajiban secara benar dan seimbang. c. Keadilan berdasarkan hati nurani. § Demokrasi a. Menghargai dan menerima perbedaan dalam hidup bersama dengan saling menghormati. b. Berani menerima realita kemenangan maupun kekalahan § Kejujuran Menyatakan kebenaran sebagai penghormatan pada sesama. § Kemandirian a. Keberanian untuk mengambil keputusan secara bersih dan benar dalam kebersamaan. b. Mengenal kemampuan diri. c. Membangun kepercayaan diri. d. Menerima keunikan diri. § Daya juang a. Memupuk kemauan untuk mencapai tujuan b. Bersikap tidak mudah menyerah § Tanggung jawab a. Berani menghadapi konsekuensi dari pilihan hidup. b. Mengembangkan keseimbangan antara hak dan kewajiban. c. Mengembangkan hidup bersama secara positif. § Penghargaan terhadap lingkungan alam. a. Manggunakan alam sesuai dengan kebutuhan secara wajar dan seimbang. b. Mencintai kehidupan. c. Mengenali lingkungan alam dan penerapannya. |
Penanaman Nilai di Sekolah Taman Kanak-Kanak (TK) |
Pada jenjang taman kanak-kanak, anak lebih diperkenalkan pada realitas hidup bersama yang mempunyai aturan dan nilai hidup. Proses ini dilaksanakan melalui berbagai bentuk kegiatan yang membuat anak senang dan merasakan kebaikan dan tatanan serta nilai hidup tersebut. Hidup bersama, bersekolah adalah situasi yang menyenangkan dan baik. Itulah yang akan diperkenalkan dan ditanamkan pada jenjang taman kanak-kanak. § Religiusitas Siswa dengan berbagai macam latar belakang hidup keluarga membawa dampak pada kebiasaan yang berbeda satu sama lain. Membiasakan diri untuk berterima kasih dan bersyukur akan membawa pengaruh pada suasana hidup yang menyenangkan, ceria, dan penuh warna yang sehat dan seimbang. Untuk melatih hal ini menjadi suatu kebiasaan yang dapat dilakukan sedini mungkin pada masa pendidikan, yaitu dengan membiasakan berdoa sebelum dan sesudah selesai pelajaran, sebelum dan sesudah makan, serta sebelum dan sesudah bangun tidur. Selain berdoa, nilai religiusitas juga dapat ditanamkan melalui kegiatan bernyanyi yang sederhana dan mempunyai nilai hidup. § Sosialitas Membiasakan anak hidup bersama saling memperhatikan. Guru mengajak siswa untuk mulai memperhatikan sesamanya, mau berbagi dan menyadari bahwa dalam kehidupan bersama perlu ada aturan, ada suasana saling memperhatikan, dan mendukung. Anak diajak untuk lebih bersikap terbuka, rendah hati, saling menerima dan memberi, tidak bersikap egois, dan mau menang sendiri. Sebagai langkah awal yang bisa dilakukan berupa sikap dan perilaku mau berbagi mainan dengan teman, mau bergantian dengan teman, serta mau bermain bersama teman. § Gender Hal ini dapat dicontohkan dalam hal kesetaraan dalam permainan. Ada pembedaan sejak dini antara perempuan dan laki-laki. Pembedaan yang ada bukanlah menunjukkan perbedaan yang esensial, tetapi pembedaan berdasarkan kebiasaan belaka. Secara esensial perempuan sebenarnya bukanlah makhluk yang lemah dan perlu dikasihani, melainkan sebaliknya ia adalah makhluk yang kuat dan memiliki potensi yang bisa dioptimalkan eksistensinya. Mainset dan pandangan yang demikian harus ditanamkan pada diri anak-anak didik di sekolah. Begitu juga laki-laki bukanlah identik dengan kasar dan hanya mengandalkan otot. Hal ini harus disosialisasikan sejak kecil melalui permainan dan kegiatan bersama yang tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan. § Keadilan Nilai keadilan dapat ditanamkan dengan cara memberikan kesempatan kepada semua siswa, laki-laki dan perempuan untuk mengerjakan tugas yaqng diberikan guru, baik melalui kegiatan menyanyi, permainan, maupun tugas-tugas lainnya. Apabila ada anak yang mendominasi, dapat diberi pemahaman dan pengertian sederhana untuk bergantian dengan yang lain. § Demokrasi Nilai demokrasi bisa ditanamkan melalui kegiatan menghargai perbedaan yang tahap demi tahap harus diarahkan pada pertanggungjawaban yang benar sesuai nalar. Untuk memulainya di lingkungan sekolah Taman Kanak-Kanak, dapat dilakukan melalui kegiatan menggambar. Biarkan imajinasi dan kreatifitas anak muncul dengan leluasa. § Kejujuran Penanaman nilai kejujuran dapat dilakukan melalui kegiatan keseharian yang sederhana dan sebagai suatu kebiasaan, yaitu perilaku yang dapat membedakan milik pribadi dan milik orang lain. Kemampuan dasar untuk membedakan merupakan dasar untuk bersikap jujur. Oleh karena itu, dapat dikombinasikan dengan kebiasaan dan sopan santun dalam hal pinjam meminjam. Apabila mau menggunakan barang milik orang lain, selalu memohon ijin, dan setelah selesai harus mengembalikannya dan selau mengucapkan terima kasih atas budi baiknya. § Kemandirian Pada awal pertama kali masuk Taman Kanak-Kanak, anak-anak biasanya tidak mau ditinggalkan oleh orang tua atau pengasuhnya. Melalui kegiatan bermain bersama, anak diajak untuk terbiasa dan senang bermain dengan teman sebayanya. Dengan perasaan senang bermain bersama teman sebayanya, setahap demi setahap anak-anak mulai siap untuk sekolah tanpa harus ditunggui. § Daya Juang Penanaman nilai daya juang ini terlihat pada kegiatan secara berkala, anak diajak jalan-jalan dalam jarak yang wajar, tidak terlalu jauh dan tidak terlalu dekat. Kemampuan menempuh jarak tertentu menjadi dasar untuk mengembangkan daya juang anak. Untuk itu, pujian dan dukungan dari guru amat membantu mengembangkan daya juang anak. § Tanggung Jawab Nilai tanggung jawab dapat dilakukan melalui permainan atau tugas-tugas yang menggunakan alat. Hal ini dapat menjadi sarana untuk memperkenalkan dan melatih tanggung jawab pada diri anak. Menjaga agar alat permainan tidak mudah rusak, berani melaporkan apabila alat permainan rusak, merupakan awal pembentukan sikap dan perilaku bertanggung jawab. § Penghargaan terhadap Lingkungan Alam Penghargaan terhadap lingkungan alam dapat dilakukan dengan cara mengajak dan mengajari anak memelihara tanaman di sekolah. Anak diajak berkebun, dan jika memungkinkan setiap anak diberi tanggung jawab terhadap satu tanaman, sekaligus saling membantu dan mengingatkan satu sama lain apabila ada yang lupa menjalankan tugas. |
Penanaman Nilai di Sekolah Dasar (SD) |
§ Religiusitas Dalm menanamkan nilai-nilai religiusitas pada jenjang SD, yaitu mulai diperkenalkan dengan hari-hari besar agama, dan diajak untuk menjalankannya dengan sungguh-sungguh sesuai dengan ajaran agamanya masing-masing. § Sosialitas Untuk membantu membiasakan hidup bersama dengan baik, dapat dipilih berbagai macam kegiatan yang dapat dilaksanakan bersama. Misalnya dengan olahraga bersama dan mengerjakan tugas-tugas kelompok yang menjunjung tinggi nilai-nilai kerjasama dan sosialitas yang tinggi. Dengan aktivitas semacam ini anak dapat diperkenalkan pada sikap saling menghargai, saling membantu, saling memperhatikan, dan saling menghormati satu sama lain. § Gender Pendidikan jasmani dan kesehatan yang dilakukan melalui kegiatan olahraga di Sekolah Dasar, pada umumnya masih berupa olahraga dasar. Hal ini merupakan peluang dan kesempatan terbuka untuk memberi kesempatan kepada anak perempuan untuk mengikuti setiap kegiatan olahraga yang dilaksanakan di sekolah. Selain untuk pembentukan fisik, olahraga dapat digunakan untuk membentuk gambaran bahwa perempuan pun dapat mengikuti berbagai macam kegiatan olahraga, termasuk kegiatan sepakbola sekalipun. § Keadilan Perlakuan dan pemberian kesempatan serta hak dan kewajiban yang sama bagi laki-laki dan perempuan secara wajar merupakan bagian dari pendidikan keadilan pada anak. § Demokrasi Melalui wahana bidang studi sosial, penanaman jiwa dan nilai demokrasi dapat ditumbuhkan sejak dini pada anak didik. Sikap menghargai adanya perbedaan pendapat secara wajar, jujur, dan terbuka merupakan dasar sikap demokratis yang perlu ditanamkan pada anak didik di jenjang pendidikan dasar. § Kejujuran Nilai dan prinsip kejujuran dapat ditanamkan pada diri siswa melalui kegiatan mengoreksi hasil ulangan secara silang dalam kelas. Cara koreksi ini bukan semata-mata untuk meringankan tugas guru atau memanfaatkan anak untuk membantu tugas guru, melainkan bertujuan secara sungguh-sungguh untuk menanamkan kejujuran dan tanggung jawab pada diri siswa. § Kemandirian Kegiatan ekstrakurikuler merupakan sarana dan wadah yang tepat untuk melatih kemandirian siswa. Melalui kegiatan ini anak dilatih dan diberi kesempatan untuk mengeksplorasi kemampuan yang dimiliki dan mengembangkannya seoptimal mungkin. § Daya Juang Melalui kegiatan olahraga, nilai daya juang anak dapat ditumbuhkan secara konkret. Pertumbuhan fisik merupakan perkembangan proses tahap demi tahap dan untuk mencapai perkembangan yang optimal dibutuhkan daya dan semangat juang. § Tanggung Jawab Pemberian tugas piket kelas secara bergiliran merupakan wahana penanaman nilai akan tanggung jawab di lingkungan kelas dan sekolah. § Penghargaan terhadap lingkungan Alam Pelaksanaan tugas kerja bakti mengandung kegiatan proses pembelajaran yang sangat baik di lingkungan sekolah. |
Penanaman Nilai di Sekolah Menengah Pertama (SMP) |
§ Religiusitas Siswa diajak untuk mengenal bahwa dalam masyarakat ada berbagai macam agama. Setiap agama ada tokoh yang mendasarinys. Anak diperkenalkan pada tokoh pemberi dasar agama dengan nilai-nilai dasar yang diajarkan. Secara khusus anak juga diminta untuk mengumpulkan informasi tentang tokoh pemberi dasar agama yang dianutnya. § Sosialitas Nilai sosialitas dapat diwujudkan dengan rasa solidaritas yang tinggi, persahabatan yang sejati, dan saling menghormati terhadap orang lain. § Gender Mengadakan kegiatan bersama yang mengarah pada sikap menghargai antar manusia tanpa memandang jenis kelamin. Kepemimpinan oleh perempuan dalam kegiatan ataupun kepengurusan kelas harus mulai dikembangkan dan disosialisasikan karena perempuan pun mempunyai kemungkinan untuk berkembang dan menjadi pemimpin. Kegiatan ini dapat berupa kegiatan ekstrakurikuler. § Keadilan Kegiatan yang dilakukan guru dalam proses pembelajaran, dengan mengembalikan kertas ulangan siswa pada waktunya merupakan teladan nyata tentang keadilan. Masing-masing pihak melaksanakan kewajibannya dan setiap pihak juga mendapatkan haknya. § Demokrasi Di sekolah anak dapat diajak untuk bersikap demokratis, yaitu dalam pemiloihan pengurus kelas atau dalam pemilihan pengurus osis. § Kejujuran Nilai kejujuran dapat diaplikasikan dengan memberikan pemahaman dan penjelasan tentang arti dan manfaat kejujuran dalam kehidupan bersama. Misalnya, menumbuhkan sikap sportivitas dan kejujuran dalam kegiatan perlombaan olah raga. § Kemandirian Kegiatan kelompok yang dilaksanakan diluar sekolah merpakan wahana untuk menumbuhkan kemandirian pada diri siswa. § Daya Juang Nilai daya juang dapat dilaksanakan melalui berbagai macam kegiatan diantaranya dengan ulangan pada bidang studi apapun.ulangan dalam bentuk esai atau uraian yang jumlahnya cukup banyak dalam waktu yang agak lama dapat menjadi cara untuk melatihkan daya juang tersebut. § Tanggung Jawab Memberi kepercayaan, baik secara perorangan atau kelompok dapat digunakan untuk melatih tanggung jawab seseorang. Menjalankan tugas sesuai waktu yang ditentukan dan tugas dilaksanakan dengan baik. § Penghargaan terhadap lingkungan Alam Kegiatan kepramukaan dengan mengembangkan kesadaran akan lingkungan.kegiatan pramuka dengan tema mengusahakan penghijauan lingkungan dapat menjadi wahana untuk mencintai lingkungan alam. |
Penanaman Nilai di Sekolah Menengah Atas (SMA) |
§ Religiusitas Melihat realitas sosial dan menanggapinya sebagai realisasi ajaran agama. Perwujudan dari ajaran agama akan menjadi nyata dalam tindakan yang mneyatukan semua orang dalam keprihatinan yang sama. § Sosialitas Melatih organisasi dan melatih sopan santun dalam membuat acara bersama merupakan realisasi dalam bersosialisasi. Melalui kegiatan ini, siswa dapat diajak bermain sekaligus merefleksikannya dalam kegiatan kesehariannya, baik sebagai individu, anggota kelas, maupun sebagai anggota masyarakat. § Gender Dalam ilmu sosial, tuntutan akan kesadaran dan kesetaraan gender menjadi lebih mengemuka di tengah-tengah masyarakat untuk diperbincangkan. Kasus yang muncul sangat banyak dan bervariasi serta dapat digunakan untuk membicarakan bagaimana penghargaan terhadap perempuan dimasyarakat. § Keadilan Mendiskusikan kasus yang hangat dan mengajak anak untuk mengasah hati nurani guna menyikapi realitas yang ada adalah kesempatan untuk menanamkan nilai keadilan secara mendasar dan manusiawi. § Demokrasi Melalui pembahasan kasus-kasus semisal kasus yang terjadi di lembaga DPR maupun DPRD tentang pembuatan undang-undang yang terjadi akhir-akhir ini, siswa dapat dilatih untuk mengkritisi kenyataan yang ada dan diajak untuk menentukan sikap dalam kehidupan mereka. Demokrasi tidak hanya sekedar suara yang banyak atau suara yang keras, namun demokrasi menuju pada kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan untuk mencapai kebaikan dan kesejahteraan bersama. § Kejujuran Mata pelajaran yang bisa dijadikan wahana untuk mengajarkan nilai-nilai kejujuran adalah Akuntansi. Pelajaran ini dapat dijadikan sarana oleh anak didik dalam bidang keuangan untuk menyampaikan laporan pertanggungjawaban secara benar dan transparan. § Kemandirian Kegitan ekskul merupakan ajang dan sarana untuk melatih kemandirian anak. Kegiatan ini dapat melatih keberanian siswa mengambil pilihan kegiatan, kemampuan mengorganisasi waktu pribadi, pengenalan kemampuan diri, dan kemauan setia pada pilihan. Proses ini akan membawa siswa pada penggalian potensi kemandirian berdasarkan sikap pribadi secara optimal. § Daya Juang Mengenal bakat dan kemampuan diri untuk dipilih dan dikembangkan seoptimal mungkin tanpa membunuh potensi yang lain perlu dilakukan pada siswa usia ini. Sikap optimalisasi juga akan menumbukan daya juang untuk berkembang secara terus-menerus. § Tanggung Jawab Kegitan ekskul yang beraneka ragam merupakan wahana dan sarana yang tepat untuk dapat membantu menumbuhkembangkan rasa tanggung jawab siswa. § Penghargaan terhadap lingkungan Alam Kelompok dan kegiatan pecinta alam merupakan wadah yang cocok untuk mengembangkan sikap mencintai lingkungan alam.[7] Penanaman nilai kehidupan untuk membentuk nilai budi pekerti yang baik dalam kehidupan manusia dapat dilakukan melalui jenjang pendidikan formal. Wahana untuk menanamkan nilai dalam pendidikan formal dapat dilakukan melalui berbagai bidang studi, baik secara integrated maupun secara separated, tidak melullu menjadi beban dan dilaksanakan oleh pendidikan Agama dan PPKN. Setiap bidang studi dapat berperan dalam proses penanaman nilai untuk membentuk budi pekerti yang baik tersebut. Selain itu kegiatan di luar bidang studi seperti kegiatanekstrakulikuler (ekskul) juga terbuka oleh proses penanaman nilai. Pembentukan dan penanaman nilai-nilai kehidupan dalam kegiatan pembelajaran, di tuntut untuk keterlibatan dan kerja sama dari semua pihak. Khususnnya bagi seorang guru atau pendidik untuk proses penanaman nilai ini dituntut untuk adanya keteladanan. Keteladanan untuk konsistensi berpikir dan bersikap dalam kehidupan sehari-hari. Tuntutan ini bukan berarti seorang guru atau pendidik harus menjadi malaikat atau manusia yang sempurna, melainkan manusia yang mempunyai sikap yang konsisten dalam sikap hidupnya, artinya terbuka untuk perbaikan, terbuka untuk menerima kritik dan masukan. Keteladanan untuk mau berkembang. Berkaitan dengan materi dan isi dari nilai-nilai yang akan ditanamkan, seorang guru yang sekaligus berperan sebagai pendidik dituntut untuk kreatif. Kreatif menemukan kemungkinan untuk menawarkan nilai-nilai hidup kepada anak didik. Kreatif dan berinisiatif untuk tekun mengolah perkembangan dan tuntutan yang ada tanpa meninggalkan inti ajaran hidup. Hal ini berarti juga bahwa seorang guru harus terus-menerus belajar tentang makna hidup itu sendiri. |
Sumber dari : http://nitanurrachmawatiatmasari.blogspot.com |
If you are interested to copy paper, so I allowed it outright, but I hope my friend put my link ya .. I'm sure a good friend. other than paper Urgensi Pendidikan Nilai, you can read the other paper in the Aneka Ragam Makalah. And If You Want to Share your paper to my blog please click Here. By Ibrahim Lubis and My Email ibrahimstwo0@gmail.com |