Aneka Ragam Makalah

Makalah Struktur Masyarakat Sosial



Jika bermanfaat, Mohon di Share ya !. kalau sempat sumbang tulisannya ya !
Makalah Struktur Masyarakat Sosial
Editor: Ibrahim Lubis, M.Pd.I

BAB I
PENDAHULUAN
Pada konteks pemikiran sistem, masyarakat akan dapat dipandang sebagai sebuah sistem. Pada satu segi, hal ini menunjukkan adanya suatu satuan masyarakat kecil seperti keluarga, sekolah, perkantoran dan sebagainya. Dan pada segi lainnya, pandangan ini menunjukkan adanya suatu satuan masyarakat besar seperti masyarakat kota, atau masyarakat desa.

Di segi lain, Jika kita melihat masyarakat sebagai suatu sistem sosial, maka sistem sosial tersebut dikonstruksikan terdiri dari beberapa sub-sistem yang diantaranya merupakan hal penting adalah fungsi untuk mempertahankan atau menegakkan pola dan struktur masyarakat. Diantara stuktur yang kerap dibicarakan para ahli adalah mengenai pengelompokan sosial, stratifikasi (lapisan) sosial, perubahan sosial dan konflik pertentangan sosial. Pemahaman dalam pengetahuan tentang struktur masyarakat ini dapat membantu kita dalam mengenal suatu eksistensi dalam tatanan masyarakat tertentu, juga dalam usaha menyelesaikan problematika yang muncul dalam masyarakat.

Kata masyarakat diambil dari sebuah kata Arab yakni musyarak, yang kemudian berubah menjadi musyarakat, dan selanjutnya disempurnakan dalam bahasa Indonesia menjadi masyarakat. Adapun musyarak pengertiannya adalah bersama-sama, lalu musyarakat artinya berkumpul bersama, hidup bersama dengan saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Sedangkan pemakaiannya dalam bahasa Indonesia telah disepakati dengan sebutan masyarakat.[1]


BAB II
PEMBAHASAN
Makalah Struktur Masyarakat Sosial

A. Pengelompokan Sosial
Menurut sosiologi istilah kelompok mempunyai arti khusus, yang mana berbeda halnya dengan pengertian yang lazim dipergunakan secara umum. Kelompok adalah kumpulan orang-orang yang memiliki hubungan dan interaksi antar anggotanya, di mana dapat mengakibatkan timbulnya perasaan bersama.

Menurut pendapat Mayor Polak (1979), kelompok didefinisikan sebagai berikut; “Group atau kelompok adalah sejumlah orang yang ada diantara hubungan satu sama lain dan antar hubungan itu bersifat sebagai sebuah struktur.[2]

Pendapat diatas menunjukkan betapa pentingnya faktor hubungan atau interaksi di dalam suatu kelompok. Sekelompok orang belum tentu dapat disebut sebagai kelompok dalam arti sosiologis. Dikatakan demikian karena terbentuknya suatu kelompok sangat tergantung pada adanya jalinan hubungan antara anggota-anggotanya.

Suatu kelompok terdiri dari dua orang atau lebih anak manusia, yang juga diantara mereka terdiri dari beberapa pola interaksi yang dapat dipahami oleh anggota kelompok tersebut atau orang lainnya secara menyeluruh. Namun juga ada kumpulan sosial yang secara longgar disebut kelompok, akan tetapi ia sebenarnya bukanlah kelompok menurut definisi sosiologi yang sebenarnya. Sebagai contoh penggunaannya adalah seperti “kelompok seusia/sebaya” bagi semua orang. Walaupun kita dapat mengelompokkan manusia dengan cara demikian mengikuti segala sifat yang mereka miliki, namun ini bukanlah suatu kelompok sosiologis, akan tetapi karena interaksi diantara mansuai sebagai anggota pada keseluruhannya. Ada beberapa macam bentuk kelompok-kelompok sosial diantaranya adalah:

Pertama, kelompok inti atau primer. Kelompok ini dicirikan dengan kemesraan, kontak antar person. Bagian kelompok ini adalah seperti keluarga, sepermainan anak-anak dan kelompok tetangga, karena kelompok tetangga atau jiran ini adalah sebagai asas karena dapat membentuk pola tingkah laku dan sikap anggotanya. Diantara ketiga kelompok ini, keluargalah yang paling penting. Hanya sedikit kelompok lain yang menyamai keluarga tentang kemesraan, yaitu sebuah ciri terpenting dari semua ciri yang dipaparkan diatas.

Kedua, kelompok sekunder, yaitu kelompok yang hanya melibatkan keakraban kecil, wujudnya temporer dan melibatkan kurangnya kontak antar pribadi. Saat kemesraan adalah merupakan ciri dari kelompok inti/primer, maka keacuhan adalah ciri kelompok sekunder.

Ketiga, kelompok formal. Kelompok ini adalah kelompok yang tersusun menurut sturktur yang telah tetap dan mengikuti peraturan yang mengawasi interaksi antar anggotanya. Ia biasanya memiliki struktur dan tata cara yang jelas dalam peraturan dan juga undang-undang atau yang sejenis dengan hal demikian. Kelompok ini biasanya memiliki kedudukan resmi, atau organisasi, dimana para anggotanya menjalankan tugas sebagaimana yang tertuang dalam peraturan atau undang-undang kelompok. Hak dan kewajiban anggota juga termaktub didalamnya. Contoh kelompok ini adalah klub-klub umum, persatuan wanita, sistem sekolah, dalam negara serta persatuan bangsa-bangsa. Kelompok ini biasanya disebut perserikatan atau semakna dengannya.

Keempat, kelompok informal. Kelompok ini adalah kelompok yang tidak memiliki sistem organisasi yang mencantumkan secara khusus hak dan kewajiban para anggotanya. Kelompok ini biasanya terbentuk berdasarkan konteks beraturan yang mengarah pada minat dan karakter yang sama, dengan menerapkan pengalaman dan keahlian bersama. Contoh kelompok ini adalah kelakonan anak-anak dan juga suatu kelompok persahabatan. Dalam contoh diatas dapat difahami bahwa kelompok ini kecil tanpa ada struktur yang formal. Kelompok ini dicirikan dengan adanya hubungan timbal balik mengenai kepercayaan dan juga kerja sama antar kesemua anggotanya.

Setiap kelompok-kelompok diatas berbeda menurut ukuran dimana ia akan menuju kepada jenis kelompok yang terlalu formal atau kelompok yang terlalu informal.[3]


B. Stratifikasi Sosial
Kata stratifikasi diadobsi dari kata stratification yang berasal dari kata stratum bentuk plural dari strata yang artinya lapisan. Pitirim.A. Sorokin menyatakan bahwa social stratification adalah pembedaan suatu masyarakat ke dalam kelas-kelas bertingkat secara hirarkis.[4]

Setiap masyarakat pasti mempunyai sesuatu yang dihargai. Dan selama suatu kelompok masyarakat memiliki sesuatu yang dihargai, maka hal itu akan menjadi bibit dan benih yang menumbuhkan adanya sistem berlapis-lapis dalam masyarakat tersebut. Barang sesuatu yang dihargai ini dapat berupa uang, benda-benda yang bernilai ekonomis, dan mungkin juga berupa tanah, kekuasaan, ilmu pengetahuan atau bahkan kesalehan dan juga keturunan dari keluarga terpandang.[5]

Dalam tiap-tiap negara, terdapat tiga unsur yang menjadikan suatu negara tersebut memiliki variasi lapisan. Diantara manusia dalam ruang lingkup negara ada yang kaya sekali dan juga ada yang hidup dalam garis kemiskinan, serta ada kelompok yang berada diantara keduanya. Hal ini realita yang kerap terjadi sejak dari zaman dahulu hingga sampai sekarang, yang kerap terdapat berbagai lapisan di dalam tatanan bermasyarakat dari golongan atas hingga golongan terbawah.

Hal ini senada dengan yang diutarakan oleh Pitirim A. Sorokin bahwa sistem berlapis-lapis tersebut merupakan suatu ciri tetap dan umum dalam suatu kelompok bermasyarakat yang hidup teratur. Seseorang yang memiliki barang-barang yang berharga dalam jumlah yang banyak, maka akan dianggap masyarakat sebagai orang yang berkedudukan dalam lapisan atas. Sedangkan orang yang memiliki sedikit harta atau barang yang berhaga atau bahkan tidak memiliki sama sekali harta disebut sebagai golongan menengah dan golongan bawah.

Biasanya golongan yang berada pada lapisan atas tidak hanya memiliki satu bentuk saja dari apa yang dihargai masyarakat, akan tetapi kedudukan tinggi tersebut bersifat kumulatif, yang artinya orang-orang tersebut memiliki banyak uang dan akan mudah sekali bagi mereka untuk mendapatkan tanah, kekuasaan atau bahkan kehormatan, sedangkan mereka yang memiliki kekuasaan besar dan juga kekayaan akan mudah mendapat semua keinginannya, yang juga terkadang dapat mempermainkan dunia pendidikan dengan mengamalkan suatu praktek yang pada belakangan terakhir kita kenal dengan nama “ijazah palsu”, demi untuk mendapatkan kekuasaan.

Stratifikasi sosial ini selalu saja ada dalam setiap masyarakat. Baik dalam ruang lingkup besar seperti negara, atau juga dalam ruang lingkup kecil seperti pedesaan dan lingkungan, atau juga ruang lingkup terbesar seperti dunia yang juga berisikan bermacam bentuk golongan manusia yang duduk di dalamnya, ada yang kaya dan juga ada yang miskin.

Dalam lapisan sosial ini, selalu saja ada ketimpangan yang kerap terjadi. Bahkan fenomena ini telah sejak lama terjadi. Kita lihat saja pada zaman dinasti Abbasiyah, yang dipenuhi dengan berbagai golongan lapisan masyarakat, dari yang penguasa, pengusaha bahkan orang-orang lapisan bawah. Sangat jarang kita temui orang lapisan atas dapat bergaul dengan orang lapisan bawah, namun hal ini bukan berarti tidak ada. Salah satu contoh adalah Ali bin Makmun, anak seorang khalifah Abbasiyah yang di dalam kehidupannya, rela menghabiskan masa kehidupannya dalam lingkungan orang-orang miskin, disebabkan beliau terinsfirasi oleh seorang pemuda miskin yang hidup dengan gelempingan ibadah dan juga qanaah.[6]

Karakteristik stratifikasi sosial meliputi perbedaan dalam kemampuan dan kesanggupan. Seorang pejabat istana misalnya, pasti memiliki rumah megah karena ia mampu untuk membelinya. Berbeda halnya dengan pegawai rendahan istana yang hanya mungkin dapat membeli gubuk dan sebuah sepeda untuk mengantarkannya ke tempat kerjanya.

Seorang dosen misalnya, biasanya memiliki kehidupan yang lebih baik dibanding dengan guru biasa yang terkadang kerap mengojek dan mencari tambahan di luar jam pelajaran, untuk menambah dan mensejahterakan kehidupan keluarganya. Perbedaan dalam hal hak dan akses dalam memanfaatkan sumber daya, seorang yang berkedudukan lebih tinggi biasanya semakin banyak hak dan juga fasilitas yang dimilikinya.

Unsur-unsur Stratifikasi Sosial

Ada dua unsur sistem pelapisan sosial dalam masyarakat menurut teori sosiologi yaitu;

1. Kedudukan (Status).
2. Peran (Role)

Kedudukan dan peran disamping unsur pokok dalam sistem lapisan di dalam masyarakat, juga memiliki makna yang sangat penting bagi sistem sosial masyarakat. Status menunjukkan tempat atau kedudukan seseorang di dalam suatu masyarakat, sedangkan peranan menunjukkan aspek dinamis dari status, merupakan suatu tingkah laku yang diharapkan dari seorang individu tertentu yang menduduki status tertentu.

Kedudukan status seringkali dibedakan dengan kedudukan sosial (social status). Kedudukan adalah sebagai tempat atau posisi seseorang dalam kelompok sosial, sehubungan dengan orang lain dalam kelompok tersebut, atautempat suatu kelompok sehubungan dengan kelompok-kelompok lain di dalam kelompok yang lebih besar lagi.

Sedangkan kedudukan sosial adalah tempat seseorang secara umum dalam masyarakat sehubungan dengan orang lain, dalam arti lingkungan pergaulannya, prestisenya, hak dan kewajibannya. Untuk mengukur status seseorang, dapat dilihat dari jabatan atau pekerjaannya, pendidikan, luasnya ilmu pengetahuan, kekayaan, keturunan dan sebagainya.

Dalam, masyarakat kedudukan dibedakan menjadi dua macam,

1. Ascribed status. Maksud status ini adalah kedudukan seseorang dalam masyarakat tanpa memperhatikan perbedaan-perbedaan rohaniah dan kemampuan. Kedudukan tersebut diperoleh karena kelahiran, misalnya kedudukan anak bangsawan adalah bangsawan pula. Pada umumnya kedudukan ini dijumpai pada masyarakat feodal.

2. Achieved Status. Status ini dicapai oleh seseorang dengan usaha-usaha yang disengaja. Kedudukan ini tidak diperoleh atas dasar kelahiran, akan tetapi bersifat terbuka bagi siapa saja hal mana tergantung kemampuannya masing-masing dalam mengejar serta mencapai tujuan-tujuannya.[7]

Sedangkan peranan(role) merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan. Apabila seseorang melaksanakan kewajiban sesuai dengan kedudukan, maka ia menjalankan sebuah peranan. Pembedaan antara kedudukan dan peranan adalah untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Keduanya tidak dapat dipisahkan, karena keduanya saling terkait.

Peranan yang melekat pada diri seseorang harus dibedakan dengan posisi dalam Pergaulan kemasyarakatan. Posisi ini merupakan suatu unsur statis yang menunjukkan tempat seorang individu di dalam suatu komunitas masyarakat. Seseorang senantiasa berhubungan dengan pihak lain. Biasanya setiap pihak mempunyai perangkat peranan tertentu. Seorang dokter misalnya berinteraksi dengan pihak-pihak tertentu di dalam suatu sub-sistem sosial rumah sakit.

Mengenai terjadinya stratifikasi sosial dalam suatu masyarakat dapat dibedakan dengan dua macam. Pertama, sistem pelapisan yang terjadi dengan sendirinya, tanpa adanya kesengajaan. Misalnya lapisan yang didasarkan oleh usia, jenis kelamin, kepandaian, dan mungkin jug pada batas-batas tertentu berdasarkan harta. Kedua, sistem pelapisan yang terjadi dengan adanya suatu unsur kesengajaan, yang biasanya terkait dengan pembagian kekuasaan dan juga wewenang yang resmi dalam organisasi formal seperti pemerintahan, perusahaan, patai politik, dan sebagainya.[8]

Sedangkan sifat sistem pelapisan masyarakat ada dua sifat, yaitu bersifat tertutup dan juga yang bersifat terbuka. Suatu sistem pelapisan masyarakat dinamakan tertutup, mana kala setiap anggota masyarakat tetap berada dalam status yang sama dengan orang tuanya. Bentuk yang seperti ini dapat dilihat di negara Amerika misalnya, dimana terdapat pemisahan antara golongan kulit putih dan kulit hitam yang dikenal dengan nama segregation.


C. Perubahan Sosial
  • Pengertian
Menurut Selo Sumarjan perubahan sosial adalah perubahan yang terjadi pada lembaga kemasyarakatan dalam suatu masyarakat yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk didalamnya nilai-nilai, sikap-sikap, dan pola prilaku diantara kelompok-kelompok dalam masyarakat.[9]

Setiap masyarakat pasti mengalami perubahan-perubahan, karena tidak ada masyarakat yang bersifat mandek (stagant). Perubahan tersebut ada yang sedikit dan ada juga yang banyak, ada yang cepat dan ada juga yang lambat. Pengaruh perubahan hanya dapat diketahui oleh seseorang yang sempat mengadakan penelitian susunan dan kehidupan suatu masyarakat pada suatu waktu tertentu, yang kemudian dibandingkan pada suatu waktu lain.

Perubahan-perubahan di dalam masyarakat adalah perubahan-perubahan norma-norma sosial, nilai-nilai sosial, interaksi sosial, pola-pola prilaku, organisasi sosial, lembaga kemasyarakatan, lapisan-lapisan masyarakat, susunan kekuasaan dan wewenang. [10]

Setelah terjadi perubahan unsur-unsur sosial, ada sebagian angggota masyarakat yang tidak dapat menyesuaikan antara unsur-unsur sosial yang ada dalam kehidupan sosialnya, sehingga tidak akan terwujud pola kehidupan masyarakat yang serasi. Apabila di dalam masyarakat proses integrasi sosial tidak bekerja dengan baik, dapat mengakibatkan terjadinya disorganisasi dan disintegrasi sosial.

Disorganisasi sosial akan mendahului disintegrasi sosial. Hal ini dapat terjadi karena perbedaan paham mengenai tujuan sosial, sistem norma yang tidak ketat, adanya prilaku menyimpang, dan pengendalian sosial kurang berfungsi, serta sistem tindakan sosial yang kurang berfungsi.[11]

Perubahan dalam norma sosial telah banyak diteliti para pengkaji memiliki hubungan dengan perubahan sosial. Apabil norma adalah suatu dasar dari dari keteraturan kehidupan sosial, maka perubahan sosial terjadi dalam struktur masyarakat, terjadi sebagai akibat dari perubahan dalam norma-norma sosial. Banyaknya kecendurngan-kecendrungan yang buruk masa kini, seperti pemogokan buruh industri, tindakan-tindakan kriminal, kebebasan sex adalah hasil dari kebobrokan moral, dan hanya dapat diatasi dengan regenerasi moral.[12]

Beberapa bentuk perubahan sosial

Perubahan sosial yang terjadi pada masyarakat dapat dibedakan dalam beberapa bentuk, diantaranya;
  1. perubahan yang terjadi secara lambat dan cepat. Perubahan-perubahan yang memerlukan waktu yang lama, dimana terdapat suatu rentetan perubahan-perubahan kecily saling mengikuti lambat dinamakan evolusi. Pada evolusi perubahan terjadi dengan sendirinya, tanpa rencana atau kehendakn tertentu. Perubah tersebut terjadi karena adanya usaha-usaha masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan keperluan-keperluan, keadaan-keadaan dan kondisi-kondisi baru, yang timbul sejalan dengan pertumbuhan masyarakat. Rentetan perubahan tersbut tidak perlu sejalan dengan rentetan peristowa sejarah masyarakat bersangkutan.
  2. perubahan yang dikehendaki dan perubahan yang direncanakan serta perubahan-perubahan yang tidak dikehdaki dan perubahan yang tidak direncanakan.
Perubahan yang dikehendaki atau yang direncanakan merupakan perubahan-perubahan yang direncanakan terlebih dahulu oleh pihak-pihak yang menginginkan perubahan dalam masyarakat. Perubahan sosial yang tidak dikehendaki dan direncanakan adalah perubahan tanpa ada kehendak serta berlangsung di luar jangkauan pengawasan masyarakat dan dapat menimbulkan akibat-akibat yang tidak diharapkan masyarakat.

Faktor-faktor yang menyebabkan perubahan Sosial
Pada umumnya dapat dikatakan bahwa sebab-sebab yang melatar belakangi terjadinya perubahan dalam suatu komunitas masyarakat bersumber pada masyarakat itu sendiri dan ada juga yang bersumber dari luar. Sebab-sebab yang bersumber dari masyarakat itu sendiri misalnya;

1. Bertambah atau berkurangnya penduduk. Misalnya perubahan pesat yang terjadi di pulau Jawa, menyebabkan terjadinya perubahan dalam sturktur masyarakat.

2. Adanya penemuan-penemuan baru. Misalnya penemuan dalam bidang iptek, yang membawa pengaruh dalam metode peperangan, yang kemudian pada akhirnya menambah perbedaan antara negara-negara besar dan maju dengan negara-negara kecil dan yang sedang berkembang.


D. Konflik Sosial
Konflik atau pertentangan di dalam suatu asyarakat juga mungkin menjadi penyebab terjadinya perubahan sosial dalam suatu komunitas masyarakat. Pertentangan-pertentangan ini mungkin terjadi antar individu ataupun antar suatu kelompok dalam suatu masyarakat.

Masyarakat tradisional Indonesia, pada umumnya bersifat kolektif. Segala kepentingan didasarkan pada kepentingan masyarakat. Kepentingan-kepentingan individu walupun diakui mempunyai fungsi sosial. Tidak jarang timbul pertentangan antara kepentingan-kepentingan individu dengan kelompok tersebut, dalam dalam hal-hal tertentu dapat menimbulkan perubahan-perubahan. Misalnya di kalangan suku batak yang sistem kekeluargaannya adalah patrinial murni.

Petentangan antar kelompok mungkin saja terjadi antara generasi tua dengan generasi muda. Pertentangan tersebut kerap terjadi apalagi pada masyarakat yang sedang berada pada tahap berkembang dari tradisonal ke tahap modren. Generasi muda yang keperibadainnay belum terbentuk, lebih mudah untuk menerima unsur-unsur kebudayaan asing yang dalam beberapa bidang memiliki taraf yang lebih tinggi. Keadaan tersebut dapat menimbulkan perubahan-perubahan tertentu dalam masyarakat, misalnya pergaulan yang lebih bebas antara pria dan wanita, kedudukan wanita yang sederajat dengan kaum lelaki di dalam masyarak dan juga lain sebagainya.[13]

Sebenarnya pertentangan ini bukanlah suatu hal yang harus ditakuti, karena terkadang pertentangan ini dapat membantu menghilangkan unsur-unsur yang memisahkandalam suatu antar hubungan sosial dan untuk membangun kesatuan kembali. Selain pertentangan itu dapat menyelesaikan ketegangan antar pihak-pihak yang bertentangan, ia juga berfungsi menstabilkan dan menjadi satu komponen yang menyatukan antara hubungan sosial.[14]


BAB III
PENUTUP
Makalah Struktur Masyarakat Sosial

Dari pemaparan singkat menganai masyarakat dan struktur sosial, dapat diambil kesimpulan bahwa masyarakatb merupakan suatu sistem sosial. Di dalam masyarakat terbentuk suatu susunan struktur sosial yang ditandai adanya pengelompokan sosial yang terdiri dari kelompok inti, sekunder serta kelompok forman dan informal. Didalam klasifikasi kelompok-kelompok sosial, pembedaan yang luas dan fundamental adalah pembedaan antara kelompok-kelompok kecil dimana hubungan antar anggotanya sangat rapat, disisi laindengan kelompok-kelompok yang lebih besar.

Adanya lapisan sosial dalam masyarakat dilandaskan beberapa faktor seperti, faktor ekonomis, politik, pangkat, jabatan serta status peran dalam masyarakat. Sedangkan adanya pertentangan sosial baik yang sifatnya antar individu maupun kelompok dengan masyarakat sekitar memiliki dampak positif, disamping juga ada dampak negatif yang ditimbulkannya.

 Dengan demikian struktur sosial yang ada dalam sebuah tatanan bermasyarakat terdiri dari pengelompokan sosial, lapisan sosial, perubahan sosial serta pertentangan sosial. Pemahaman mengenai hal ini dapat membantu dalam memahami sebuah tatanan masyarakat, juga dalam usaha menyelesaikan problematika yang muncul dalam masyarakat itu.


DAFTAR PUSTAKA
  • Abdul Syani. Sosiologi: Kelompok dan Masalah Sosial. Fajar Agung Jakarta, 1987.
  • Aid Abdullah al Qarniy, al Misk wal ‘Anbar, Terj Abd Rahman dan Mhd Zuhirsyan, Kuala Lumpur, Jasmin Enterprise, 2006.
  • David Berry, The Principles of Sosiologi, Trjm Paulus Wirutomo, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1995, Ed. I, Cet ke-3.
  • J. Dwi Narwoko. Sosiologi: Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta: Pranada Media Kencana, 2004, Ed I.
  • Josep. S. roucek. Sosiologi An Introdution. Tejm Sahat Simamora Jakarta: Bina Aksara, 1984.
  • Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Rajawali Press, 1982.
  • Dra Siti Waridah dkk, Sosiologi, Jakarta, Bumi Aksara, 2003, h. 109.
  • Soekandar Wiriaatmadja. Pokok-pokok Sosiologi. (Jakarta: Yasaguna, 1991),
  • Selo Sumardjan dan Soelaiman Soemardi, Setangkai Bunga Sosiologi. (Jakarta: Fakultas Ekonomi UI, 1964, Ed. I).
Footnote
------------------------------------
[1] Abdul Syani. Sosiologi; Kelompok dan Masalah Sosial. (Jakarta, Fajar Agung 1987), h. 1
[2] Ibid, h. 40
[3] Josep. S. Roucek. Sosiologi An Introdution. Tejm Sahat Simamora (Jakarta: Bina Aksara, 1984), h. 218.
[4] Soerjono Soekanto. Sosiologi Suatu Pengantar. (Jakarta: Rajawali Press, 1982), h. 203.
[5] Ibid, 204
[6] Aid Abdullah al Qarniy. al Misk wal ‘Anbar. Terj Abd Rahman dan Mhd Zuhirsyan, (Kuala Lumpur: Jasmin Enterprise, 2006), h. 475.
[7] Soekanto, Sosiologi, h. 218
[8] J. Dwi Narwoko. Sosiologi: Teks Pengantar dan Terapan. (Jakarta: Pranada Media Kencana, 2004, Ed I, h. 134.
[9] Selo Sumardjan dan Soelaiman Soemardi, Setangkai Bunga Sosiologi. (Jakarta: Fakultas Ekonomi UI, 1964, Ed. I), h. 375.
[10] Dra Siti Waridah dkk. Sosiologi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), h. 109.
[11] Ibid, h. 110.
[12] David Berry. The Principles of Sosiologi. Trjm Paulus Wirutomo, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1995), Ed. I, Cet ke-3, h. 67.
[13] Soekanto, Sosiologi, h. 305
[14] Soekandar Wiriaatmadja. Pokok-pokok Sosiologi. (Jakarta: Yasaguna, 1991), h. 115.


Makalah atau artikelnya sudah di share, makasih ya !

Mau Makalah Gratis! Silahkan Tulis Email Anda.
Print PDF
Previous
Next Post »
Copyright © 2012 Aneka Makalah - All Rights Reserved